Walaupun saya (dan mayoritas orang) tak bisa memastikan ada atau tak adanya unsur2 porno dalam Playboy, tetapi saya BISA MEMASTIKAN ada banyak majalah2 lain yang akan dianggap oleh mayoritas anggota masyarakat isinya lebih porno daripada Playboy.
Terasa aneh bagi saya bahwa para demonstran (khususnya ketua FPI Habib M. Rizieq bin Syihab) yang HANYA memprotes (phobia) Playboy - dengan manajemen marah2, intimidasi rame2 dan main ancam lagi - dan ini jelas menunjukkan sikap `tak bebas aktif'-nya pola pikir mereka, sangat kontras dengan tuduhan kelompok2 yang sama bahwa pemerintah Indonesia tak bisa bersikap bebas aktif (= phobia/ anti barat?). Pernyataan saya bahwa ada banyak majalah2 lain di Indonesia yang dianggap lebih porno dp Playboy bisa diuji secara saintifik lewat metoda2 statistik sederhanan atau metoda2 lain yang sudah baku dengan sampling majalah2 umum dan responden bisa diambil secara acak. Tak usah lah membandingkan buku2 picisan dg judul2 semacam `Gairah Tak Pernah Padam', `Ranjang Durhaka', dsb, yang beberapa di antaranya saya lihat minggu lalu di salah satu rak toko buku. Btw, jika saya setuju vonis bebas untuk pengelola majalah Playboy, jangan lagi ada yang menggunakan logika ngawur mirip2 logika pendukung RUU APP: setuju vonis bebas Playboy = pendukung (pembaca) setia Playboy. Sorry, pegang majalah Playboy (baik edisi luar atau edisi Indonesia) pun hampir tak pernah. Mungkin aja saya pernah pegang2 Playboy waktu secara `random' pegang2 majalah di rak jualan majalah umum). Kembali di sini saya heran sekali dengan SIKAP DIAM dari para tokoh pimpinan Islam atas pembajakan simbol2 dan pengatas-namaan Islam untuk tindakan memalukan oleh ormas2 semacam FPI yang sudah bertindak merusak dan main pembenaran secara absolut thd tindakan2 merusak mereka. Sadarkan bahwa di mata publik, `kebenaran (absolute)' di mata sendiri sifatnya RELATIF (tidak absolut), bahkan bisa dianggap dosa oleh agama lain. Memaksakan `kebenaran self-proclaimed absolute' (mis. pandangan sendiri berdasarkan tafsiran sendiri/ sepihak ttg porno dan tidak porno) sama aja berprilaku mewakili Tuhan, kalau tak bisa disebut berprilaku sebagai Tuhan sendiri. Demikian pula prilaku men-cari2 pembenaran atas sikap diam para tokoh agama dengan berbagai alasan pembenaran, sami mawon . Orang2 yang berprilaku demikian jelas mendahului pengadilan Tuhan mereka sendiri kelak di hari kemudian dengan menvonis orang2 lain sebagai pelaku pornografi, sebagai pelacur, sebagai pendosa, dsb, yang secara tak langsung bisa aja ditafsirkan sebagai orang2 yang MENGKLAIM DIRI SENDIRI sebagai orang2 tanpa dosa dan orang2 yang paling suci. Saya sendiri sangat maluu kalau ada orang mengatas-namakan agama saya untuk berbuat negatif dan bersuara (ber-teriak2 lagi) secara negatif. Salam --- In mediacare@yahoogroups.com, Wimbo Budiwibawa <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Waduh mas sorry saya gak paham banget nih cuman kalo emang uang berkuasa kenapa mas-nya gak ribut aja cari uang yang banyak biar bisa berkuasa kaya SBY....kan enak bisa ngatur negara ini daripada seperti sekarang ribut pontang panting pengen ngatur-ngatur segala macem tapi akhirnya cuman jadi mimpi aja..terus ujungnya cuman memaki2....ini sih cuman persepsi dari seseorang yang tidak punya ilmu akademis dan agama yang setinggi mas faris....cuman pikiran simpel orang biasa yang kerjaannya jualan koran dan buku. > Salam hormat saya buat mas Faris. > "faris kh. anam" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Ini dua SMS Habib M. Rizieq bin Syihab ke HP saya, dan pasti ke nomor-nomor lain juga, untuk menanggapi bebasnya Erwin Arnada, Pemred Majalah Playboy. Semoga Allah SWT tetap merahmati negeri kita.... > "Majalah Porno Playboy DIBEBASKAN pengadilan. Masih percayakah Anda kepada hukum? Ayo...Ganyang Media Porno! Selamatkan Moral Bangsa!" (5 April 2007. 12:45:31 pm) > "Kemenangan Playboy sudah kami duga sebelumnya, karena dari awal proses sudah TIDAK FAIR dengan sidang tertutup. Hakim Ketua tahun lalu tangguhkan bandar narkoba sehingga ia kabur. Ditambah lagi PN Jaksel memang dikenal sebagai SURGA bagi koruptor dan bajingan kakap. Di samping itu dakwaan dan tuntutan jaksa PAYAH, karena hanya pakai KUHP Pasal 282, sedang UU Pers, dan lain-lain, diabaikan. Sejak awal kami sudah surati Presiden, DPR, MPR, MA, Jaksa Agung, Kapolri, dan lain-lain, agar ikut PEDULI, tapi kenyataannya NOL BESAR.