Setujuuu.... Memang sangat aneh jika gara-gara satu majalah, kok seluruh Indonesia "berkobar-kobar". Kalau berkobarnya itu sebuah semangat juang untuk mengentaskan kemiskinan, ya oke-oke saja gitu...lha ini meributkan cuman satu majalah...emangnya gak ada yang lainnya untuk diributkan. Saya khawatir, gara-gara banyak orang meributkan majalah ini, malah majalah ini semakin ngetop aja. Saya khawatir juga jangan-jangan FPI dan FBR juga yang mbayari ya majalah ini, sehingga mereka sangat ngotot menentangnya. Sekarang kan zamannya gaya promosi kayak begini, penuh intrik, perseteruan dan lain-lain yang sejenisnya. Nah, para orang tua, mbok ya anda gak perlu berlebihan khawatirnya akibat majalah ini. Sebenarnya ada yang harus lebih dikhawatirkan, ya tayangan-tayangan sinetron anak-anak sekolahan...tapi gak ada misi sekolahnya blasss... sama sekali hanya hura-hura, pacaran, perselingkuhan, intrik-intrik, sampai rencana-rencana busuk para pelajar ditayangkan sebagai sinetron.... Inilah yang harus dicermati para orang tua... Oke, sudah dulu nimbrungnya. Wasalam, Wuryanano
Roslina Podico <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sebenarnya saya ngak mau berkomentar, maka e-mail itu saya delete, tapi kemudian saya berpikir ada baiknya memberi komentar seperti subject ini. Khusus bagi orangtua yg merasa khawatir ttg pertumbuhan para remajanya akibat kehadiran Play Boy saya pikir anda-anda adalah orangtua yg belum siap menjadi orangtua. Alasannya: 1. Play Boy hanyalah satu dari sejuta media yg mempamerkan gambar-gambar porno yg dapat diakses oleh anak-anak anda. 2. Gambar porno hanyalah salah satu bagian dari sejuta penyebab yg bisa jadi merusak akhlak anak-anak anda. 3. Sejarah segala zaman menceritakan bahwa kejahatan senantiasa mengitari bahkan mewarnai kehidupan manusia. Seandainya para orangtua telah berhasil memboikot Play Boy, apakah menurut anda, kekhawatiran anda telah berkurang? Saya jawab :TIDAK Anda khawatir sebab anda memang belum siap menjadi ayah/ibu teladan bagi anak-anak anda. Suami saya dan saya, kami memang belum dikaruniai anak-anak sendiri, tapi kami telah diijinkan Tuhan mengasuh 3 orang anak remaja putri. Alhamdulillah, dua diantaranya sudah menikah dengan baik-baik. Sepasang di Jerman, sepasang lagi kembali ke Indonesia. Sekarang seorang gadis berusia 20 masih menjalani studynya bersama kami. Sebelum bersama kami, saya tahu sifat ketiga orang ini. Satunya sangat keras kepala dan sangat berani mengeluarkan pendapatnya. Satunya lagi adalah tukang berdandan, hoby nonton mungkin boleh dibilang tukang pacaran di Jogya sana. Yang ketiga adalah tomboy. Ngak pernah pakai rok. Salah seorang teman ngebutnya mati disempet mobil di Sukabumi. Namun boleh dikatakan, kami tidak punya kesulitan menghadapi ketiga remaja dengan masing-masing karakternya ini. Mereka berubah sendiri tanpa dituding-tuding atau banyak pengarahan. Sejak mereka menginjakkan kaki di rumah kami dan menjadi anggota keluarga kami, nalar mereka mengajak mereka untuk memilih cara hidup yg paling baik bagi mereka. Di Jerman bukan hanya play Boy yg ada. Musim panas, dipantai-pantai buatan berserak tubuh-tubuh bugil yg berjemur. Mereka saya beri kebebasan menggunakan computer demi pengetahuan mereka. Akses internet tersedia di sana 24 jam/hari. Namun Alhamdulillah, seperti saya tuliskan di atas, mereka telah memilih memanfaatkan semuanya itu demi kebaikan mereka. Saya contohkan saja ttg penggunaan computer. Mereka melihat kami (suami/istri) bisa membuat galerie yg menarik dan mencari informasi yg sehat di internet, maka merekapun belajar kearah sana. Tentang kebersihan dan kerapian seorang wanita. Saya tidak perlu ngomong banyak-banyak. Mereka melihat saya membersihkan rumah dan menikmati keindahan. Senang menerima tamu. Otomatis merekapun malu kalau bermalas-malasan sementara kerjaannya belum beres. Mungkinkah, karena kami bukan ayah dan ibu yang melahirkan mereka, sehingga mereka lebih menghargai teladan yg kami beri? Apapun alasannya, kami senang sebab setiap orang yg melihat mereka, selalu memuji bahwa mereka adalah anak-anak yg manis dan ceria. Lebih senhang lagi sebab sejuta cobaan di luar sana, tidak dapat mengalihkan perhatian mereka untuk mencapai hidup yg mereka idam-idamkan. Perbuatan jauh lebih berbicara dari kata-kata mutiara. Namun saya tidak lupa pada satu ucapan yg kadang-kadang membantu saya yi. "Anggaplah setiap kesulitan itu sebagai suatu kesempatan." Kalimat ini menurut saya lebih tepat daripada kita selalu menghadapi kesulitan dengan kekhawatiran. Salam Week End Roslina --------------------------------- The fish are biting. Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.