Salam,
   
  Berikut ini informasi tentang buruh migran asal Kabupaten Simalungun yang 
dipulangkan ke Medan dalam keadaan lumpuh. Martini (33) pulang dari Hongkong 
setelah empat tahun bekerja sebagai PRT. Mungkin dengan bantuan publikasi kita, 
pihak terkait dapat lebih bertanggung jawab. Selengkapnya klik di 
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/09/nus05.html
   
   
   
  Martini Dipulangkan dalam Keadaan Lumpuh 
  
Medan – Seorang wanita berkepala pelontos terbaring lemah di ruang tamu 
berukuran 4x7 beralaskan dua tilam yang ditumpuk menjadi satu. Di kepalanya 
terdapat dua perban yang menutupi bekas luka. 
Di sampingnya, tersandar pada dinding sepasang penyangga tangan berbahan dasar 
gipsum. Wanita itu Martini (33), tenaga kerja wanita yang baru saja kembali 
dari Hong Kong, setelah empat tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga. 
Untuk pertama kalinya Martini pulang setelah pergi bertahun-tahun mencoba 
mengadu nasibnya. 
Namun, kepulangan Martini justru diwarnai isak tangis keluarga. Bukan respons 
kebahagiaan setelah berpisah selama bertahun-tahun, melainkan tangisan tragis 
bertemu Martini yang sama sekali tak dapat menggerakkan organ tubuhnya dan 
sulit mengenali orang di sampingnya. Hanya matanya yang sekali-kali terlihat 
liar menatap ke arah langit-langit dan tubuh yang mencoba meronta ketika 
mendengar beberapa anggota keluarga mencoba membahas nasib dirinya. 
Zulkarnaen (34), ipar Martini menuturkan, Martini tiba di Medan setelah melalui 
beberapa jam penerbangan menumpang pesawat Boeing 737-200 milik maskapai 
penerbangan Silk Air bernomor dinding MI 238 berpenumpang 76 orang, Selasa 
(3/4) sekitar pukul 20.30 WIB. 
Bersama Martini juga ikut sepasang warga Hong Kong, satu suster dan seorang 
lagi merupakan agen. Dari dua orang asing inilah, keluarga mengetahui kalau 
Martini dirawat selama enam bulan di Rumah Sakit Kwong Wah, Hong Kong akibat 
terjatuh di kamar mandi, dengan gejala kejang-kejang mirip penderita epilepsi.
"Setahu kami, sebelum berangkat Martini tidak mengidap penyakit apa pun, 
apalagi epilepsi. Buktinya Martini lulus tes kesehatan sebelum berangkat," ujar 
Zulkarnaen yang disambangi SH di kediamannya di Jalan Mangaan VIII Lingkungan I 
Kelurahan Mabar Hilir, Medan Deli.
Zulkarnaen juga meyebutkan Martini terpaksa tidak langsung dipulangkan ke 
rumahnya di Kampung IV Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, 
demi mempermudah proses pengobatan. Namun, meski paman Martini, Darmadi (54) 
menyebutkan biaya pengobatan Martini ditanggung penuh oleh pihak majikan, namun 
hingga Jumat (6/4), Martini masih tetap terbaring di tempat tidur. 
"Kami belum bisa membawa Martini ke rumah sakit. Selain kami yang masih sibuk, 
biaya perobatannya juga mahal," ujar Darmadi berusaha terus menutupi kondisi 
keponakannya pada SH. 
Darmadi juga menyebutkan, kepulangan Martini hanya berbekal uang simpati KBRI 
di Hong Kong sebesar Rp 2 juta. Sedangkan dua warga Hong Kong yang mendampingi 
kepulangan Martini sudah kembali ke negaranya, Kamis (5/4), dengan penerbangan 
pertama menuju Hong Kong. Saat ini keluarga berharap majikan Martini di Hong 
Kong dan PT Sriti Rukma Lestari Surabaya, selaku pihak PJTKI, dapat 
merealisasikan janjinya bertanggung jawab atas perobatan Martini hingga sembuh. 
Martini Dianiaya 
Pihak keluarga meyakini Martini sakit akibat terjatuh di kamar mandi. Namun, dr 
Yusuf, pemilik klinik tempat Martini menjalani diagnosis awal setibanya di 
Medan, menyebutkan Martini mengalami peradangan pada otak atau enchipalitis 
dalam istilah kedokteran. Bila melihat beberapa bekas luka di tubuh Martini, 
diyakini Martini telah menjadi korban tindak kekerasan. "Itu hasil diagnosis 
sementara saya, namun untuk lebih lengkapnya kalau bisa pemeriksaan dilanjutkan 
oleh bagian forensik. Sebab bisa saja Martini juga telah menjadi korban 
pemerkosaan," ujar Yusuf pada SH. 
Keyakinan hasil diagnosis tersebut menurut Yusuf, juga terlihat trauma yang 
diderita Martini yang juga berdampak pada tungkai tangan dan kaki yang tidak 
bisa digerakkan. Sebagai tindakan medis, Yusuf meyakini penderitaan Martini 
dapat disembuhkan melalui fisioterapi. Namun, Yusuf menyarankan agar Martini 
segera menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit sebelum kondisinya fatal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Penguatan Perempuan (Letare) Sumut, 
Sarma Hutajulu, menyebutkan kasus seperti yang dialami Martini tiap tahun terus 
meningkat. Bahkan, banyak di antaranya harus segera menghadapi tiang gantungan 
atas tuduhan-tuduhan yang belum tentu benar. 
Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah Indonesia tahun 2004 tentang buruh 
migran pun, masih hanya mengatur soal penempatan buruh migran. Belum menyentuh 
persoalan pembelaan terhadap hak asasi manusia para buruh migran. Akibatnya 
perlindungan terhadap para penyumbang devisa negara terbesar tersebut masih 
sangat minim. "Sudahlah undang-undang kita lemah, pemerintah juga sangat lamban 
dalam menangani persoalan buruh migran. Padahal, mereka penyumbang devisa 
terbesar negeri ini," tegas Hutajulu ketika dihubungi SH. 
Hutajulu juga menambahkan, tidak jarang pemerintah justru mengambinghitamkan 
para buruh. Banyak buruh yang dituduh masuk ke negara lain sebagai pekerja 
dengan jalan haram. Padahal, kondisi tersebut muncul akibat negara yang tidak 
memperhatikan nasib warga negaranya di luar negeri.


****************
  Jalaluddin Ibrahim
  Journalist
  +628126032449
  ****************

                
---------------------------------
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! mempunyai perlindungan terbaik terhadap spam. 
 http://id.mail.yahoo.com/

Kirim email ke