Mungkin benar kata rekan Rahmad Budi bahwa koran cetak Media Indonesia dijejali banyak iklan proyek pemerintah. Tetapi MetroTV, yang satu grup dengan Media Indonesia, menurut saya adalah stasiun TV yang secara konsisten menyuguhkan acara2 yang penuh dengan sikap sangat kritis terhadap pemerintah dan aparat pemerintah.
Misalnya dalam salah satu acara wawancara di Metro TV malam tadi (Yenti Ganarsih, Cahyo Kumolo dan seorang petinggi PBB), saya begitu gregetan melihat gaya wakil PBB tsb dengan pembelaan plesetannya karena selalu memlesetkan topik masalah penyelewengan yang disangkakan kepada Yusril Mahendra dan Hamid Awaluddin dengan cara mengalihkannya ke topik lain yang diulang-ulangnya, padahal komentar beliau sama sekali tak menjawab, apalagi membantah, sangkaan penyelewengan tersebut. Sebagai contoh, pernyataan Yenti Ganarsih bahwa prilaku tidak melaporkan ke BI adanya aliran dana (halal atau tak halal) lebih dari 500 juta saja sudah merupakan pelanggaran thd UU money laundering, eh oleh beliau ditanggapi ke arah lain lewat komentar2 klise dan di-ulang semacam berikut:"Karena ada pihak yang meminta informasi apakah suatu sumber dana tsb bermasalah atau tidak, maka dengan niat baik, kedua (mantan) pejabat Depkum dan HAM telah membantu dan memberikan informasi bahwa tak ada masalah dengan sumber dana tersebut, bahkan malah bersedia `dititipi' uang tersebut", tanpa membantah pernyataan adanya pelanggaran UU money laundering. Juga pernyataan bahwa pejabat Depkum dan HAM tak memiliki wewenang dan kapasitas untuk mengklarifikasi bermasalah atau tak bermasalahnya sumber dana tersebut, juga tidak disentuh sama sekali oleh beliau, malah beliau bicara lain-lain yang cenderung tak logis, misalnya bicara "Para pejabat di atas tak melanggar UU money laundering sebab bantuan `jasa penitipan' yang diberikan didasari NIAT BAIK, bukan dengan niat untuk merugikan negara". Aneh kan? Sebab secara logis, isi suatu UU atau aturan hukum mustahil bisa menggunakan NIAT seseorang (yang tak bisa diukur dan dideteksi dengan alat paling modern sekalipun) sebagai kriteria untuk menentukan ada atau tak adanya pelanggaran UU/ aturan hukum tersebut. Ketidak-logisan ucapan2 beliau masih bisa diperpanjang dengan ketidak-logisan lain yang tak mampu dijelaskannya, misalnya dari sisi etika (dan barangkali dari sisi hukum), bagaimana mungkin rekening (seorang pejabat di) Depkum dan HAM diisi titipan uang swasta dalam waktu yang sangat singkat sedangkan pejabat yang terkait tenang-tenang saja dan tak curiga terhadap permintaan `titipan' uang swasta tersebut. Maaf, mungkin nama2 dan kalimat2 yang saya tulis sangat tidak akurat atau jauh dari kalimat2 aslinya, tetapi jiwa dan semangat dari isi wawancara tsb saya yakin tetap akurat.