Interested to see 1000 Gambyong Dancers? You are invited to visit Solo on April 28-29, 2007 and enjoy the bi-annual Solo Dance Festival suhadi __________________________________________________________________________ SOLO DANCE FESTIVAL 2007 in/out local genius? Solo, 28-29 April 2007 Ide Pertumbuhan kota seperti suatu organisme yang hidup terus-menerus – infrastruktur, ekonomi, sosiologi masyarakatnya, urbanisasi, tradisi keseniannya dan lain-lain. Wajah kota terus berubah mengikuti kehendak masyarakatnya. Kota terus tumbuh dan juga masyarakatnya untuk mencari atau memaknai lagi identitas kotanya. Di sinillah, local genious menjadi penting untuk mengenali kembali akar identitas itu. Dalam konteks tari, local genius pada diri penari bisa juga mengalami perubahan – secara revolusioner hilang ataukah tetap bertahan dan terus tumbuh. Segala kemungkinan bisa terjadi. Local genious pada diri penari mungkin bisa menjadi artefak ataukah justru mengalami pembaharuan dalam tafsir kekinian ataukah menghilang? Seperti nasib bangunan kuno bersejarah – gedung DHC Angkatan ’45, venue festival ini. Gedung bersejarah ini salah satu yang terselamatkan keberadaannya dari pembongkaran di kawasan Beteng, di Jl. Mayor Soenaryo No.4 Solo. Local genius pada diri penari ibaratnya seperti bangunan kuno bersejarah, yang terus-menerus menentukan pilihannya di tengah-tengah pertumbuhan modernisasi masyarakat kota . Dalam Solo Dance Festival 2007 ini, suatu festival penari tunggal dua-tahunan yang diadakan oleh Mataya arts&heritage, ide di atas menjadi rujukan karya peserta SDF 2007 dalam karya koreografinya. Festival diselenggarakan pada tanggal 28 – 29 April 2007 di Gedung DHC Angkatan ’45, sekaligus merayakan Hari Tari Dunia 2007 dengan GAMBYONG 1000 PENARI pada tanggal 29 April 2007, yang diorganisir oleh PAGUTRI (Paguyuban Tari Surakarta). TUJUAN Mengenali kembali local genius pada diri penari di tengah-tengah pertumbuhan masyarakat kota . Merayakan Hari Tari Dunia 2007, untuk membangun kebersamaan nilai-nilai kemanusian dan universalitas tari sebagai bagian kebudayaan warga dunia di kota Solo. Penampil: 28 April 2007, pk. 19.00 Special Opening Dance: Krishna Lin ( Taiwan ) Ni Kadek Yuli Moure (Solo) S. Pamardi (Solo) 29 April 2007 pk. 08.00 Gambyong 1.000 Penari pk. 19.00 Fitri Setyaningsih ( Yogyakarta ) Jefriandi Usman ( Jakarta ) Sen Hea Ha ( Korea Selatan) Peserta GAMBYONG 1000 PENARI - Sanggar-sanggar tari anak-anak se-Solo - Sekolah & lembaga tari se-Solo - Kaum perempuan dari lintas disiplin. 28 – 29 April 2007 Pameran Fotografi Tari Kuno Dokumentasi Foto: FD. Sukhmana Documentary Movie: Tonny Trimarsanto VENUE Gedung DHC ‘45 Jl. Mayor Soenarjo No.4 (Timur Gapura Gladak Kraton Surakarta ), Solo H. PELAKSANA PROGRAM MATaYA art &heritage Jl. Slamet Riyadi 275,Gapura Seni Taman Sriwedari Solo-Indonesia Telp/Fax : 0271-717571. E-mail : [EMAIL PROTECTED] Cp. Heru Prasetya (0816675808, 0271-7501242) Tentang Gedung DHC ‘45 Bangunan peninggalan zaman Belanda ini dibangun pada 1876 untuk kepentingan pendidikan dan asrama anak-anak Belanda. Ketika itu, bangunan ini bernama Gedung Brigade Infanteri yang merupakan bangunan yang juga dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertanahan Vastenburg. Saat ini, gedung Brigade Infanteri hanya tinggal satu gedung bernama Gedung DHC ‘45. Sedangkan gedung yang lain sudah menjadi pusat pertokoan. Gedung yang berdiri di Jl. Mayor Soenaryo dengan bentuk arsitektur kolonial Belanda ini pada zaman penjajahan Jepang digunakan tentara Jepang digunakan sebagai markas yang disebut dengan Senkokan (markas tentara Jepang). Pada zaman Proklamasi Kemerdekaan, bangunan seluas kurang lebih 3000m2 ini digunakan untuk panti asuhan. Setelah itu digunakan untuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang sekarang bernama TNI (Tentara Nasional Indonesia). Setelah diduduki oleh TKR, gedung ini sempat jatuh ke tangan Belanda kembali hingga akhirnya pada tahun 1949 ditempati kembali oleh TNI selama 39 tahun. Pada tahun 1988, TNI kemudian direlokasi dari gedung ini ke daerah Bekonang yaitu tepatnya di Brigade 6 Kostrad. Kesan monumental tampak dari bangunan berlantai dua ini yang sekarang menjadi markas Dewan Harian Cabang 45 (DHC 45). Meskipun bangunan di lantai dua sudah mulai rapuh karena menggunakan bahan dasar kayu, keunikan dari gedung DHC 45 ini masih terlihat dari bentuknya yang massif, dilengkapi dengan garis-garis (nat-nat) horizontal di bagian atas dinding luar. (Sumber: H.HS.Soemarjono, Wk.Ketua DHC ’45). Gedung DHC’45 Tentang Tari Gambyong Pada awalnya adalah penari jalanan yang bernama si Gambyong. Dia hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820). Maka terciptalah tari Gambyong. Pada Babad Sala karya RM Sajid (1984) diceritakan, penariitu banyak disukai masyarakat saat itu. Selain tariannya yang indah, orangnya juga cantik jelita. Tak heran, dia terkenal di Surakarta . Begitu terkenalnya dia, hingga terciptalah nama Tari Gambyong. Sejenis tarian pergaulan di masyarakat yang punya ruh kerakyatan. Waktu terus berjalan, tari Gambyong berkembang dalam beberapa varian. Namun pada dasarnya, tari Gambyong mengungkapkan keluwesan, kelembutan, dan kelincahan wanita. Nilai estetis ini terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antara gerak dan ritme, khususnya antara gerak dan irama kendhang.
__________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com