http://kompas.com/ Jumat, 13 April 2007 Peluncuran Buku Sosok Soeharto Harus Dilihat secara Lebih Lengkap
Singapura, Kompas - Penilaian terhadap mantan Presiden Soeharto tidak bisa hanya dilihat dari fase terakhir kepemimpinannya. Apalagi, faktanya, sumbangsih Soeharto terhadap dunia dan kawasan sangat besar. Penilaian tersebut terungkap pada acara bedah buku Soeharto, The Life and Legacy Indonesia Second's President karya Retnowati Abdulgani-Knapp yang diselenggarakan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) dan penerbit Marshall-Cavendish di Singapura, Kamis (12/4). K Kesavapany dari ISEAS menjelaskan, stabilitas dan kemakmuran yang dirasakan masyarakat Asia Tenggara sekarang ini tidak terlepas dari peranan Soeharto. "Ia merupakan tokoh yang sangat penting untuk menjadikan Asia Tenggara seperti sekarang," kata Kesavapany. Mantan Dubes Singapura untuk Indonesia, Barry Desker, membenarkan penilaian tersebut. Ia masih ingat bagaimana sikap yang ditempuh Soeharto ketika Singapura mengizinkan wilayahnya dijadikan pangkalan militer AS untuk menggantikan Subic dan Clark, Filipina. Juga ketika Inggris dan Australia ingin menerapkan "Rute Kanguru", di mana kedua negara itu bersepakat untuk tidak menjadikan Singapura sebagai tempat transit. "Hal yang paling tidak pernah dilupakan Singapura adalah saat Indonesia mengalami krisis beras di tahun 1965 dan meminjam dari Singapura 10.000 ton. Ketika harga beras naik dan Singapura memutuskan agar Indonesia tak usah menggantinya, Soeharto tetap memutuskan menggantinya, bahkan dengan kualitas yang lebih baik. Bagi Singapura, Soeharto adalah orang yang bisa dipercaya," tutur Desker. Ia tidak menutup mata bahwa pada menjelang akhir masa jabatannya muncul kesan Soeharto yang korup, yang melanggar hak asasi manusia, dan antidemokrasi. Namun, akhir-akhir ini, terutama ketika Soeharto sakit, terlihat begitu banyak pejabat Indonesia yang menjenguknya. "Menjadi pertanyaan, apakah Soeharto itu buruk dan semua legacy-nya negatif? Saya kira kalau dilihat dari perspektif bangsa- bangsa Asia Tenggara ia adalah tokoh yang pantas dihormati," ujar Desker. Retnowati menjelaskan, buku yang ditulisnya sengaja dibuat dalam bahasa Inggris agar masyarakat dunia mengetahui sejarah Indonesia. Selama ini ia melihat kebanyakan buku-buku tentang Indonesia hanya berbicara kepentingan dalam negeri saja. "Saya pribadi juga ingin membuat buku yang kualitasnya buku internasional. Setelah ini tentunya saya mengharapkan buku ini bisa diterbitkan dalam bahasa Indonesia," ujar Retnowati. Pahami kultur Jawa Mantan Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono memuji buku yang ditulis Retnowati karena bisa mengangkat tokoh yang masih menjadi kontroversi di Indonesia dalam perspektif yang tepat. Penulis bisa memahami nilai, tradisi, dan kultur Jawa secara tepat sehingga pesan yang ingin disampaikan dalam buku itu bisa sesuai dengan apa yang ingin disampaikan. Soedradjad menilai, bagian dari buku ini yang mengangkat masalah yayasan memberikan informasi yang sangat baik. Di sana bisa dipahami mengenai Presiden Soeharto mengapa sampai membuat yayasan dan apa yang ia inginkan dengan yayasan yang dibentuknya itu. "Tampak sekali Presiden Soeharto tidak merasa puas dengan kinerja dari institusi formal yang ada. Dengan hadirnya yayasan maka program yang diinginkan, baik untuk membantu pendidikan, mengentaskan kemiskinan, maupun kesehatan bisa berjalan lebih cepat," kata Soedradjad. Memang kebijakan itu membawa masalah terhadap institusi resmi dan juga terhadap soal transparansi maupun akuntabilitas dari penggunaan dananya. Namun kalau kita ingin menilai kebijakan tersebut, menurut Soedradjad, kita harus melihatnya secara lebih lengkap. (tom)