http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/18/nas02.html
Ketua MK: Paham Komunis Tidak Perlu Dilarang Oleh Tutut Herlina Jakarta–Paham komunis di masyarakat saat ini tidak perlu dilarang. Kepolisian maupun kejaksaan bahkan harus menindak jika ada pihak-pihak yang melakukan anarki karena tidak suka dengan suatu paham. UUD 1945 yang menjadi landasan hukum tertinggi bagi kehidupan bernegara menjamin secara tegas tentang kebebasan bagi setiap warga negara untuk berpikir dan berkeyakinan. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie, usai peluncuran buku, mengatakannya di Jakarta, Selasa (17/4) malam. Menurutnya, pemerintah harus meluruskan kondisi masyarakat yang seperti ini. Dia mengatakan, meski paham komunis tidak dilarang, bukan berarti organisasi komunis boleh ada. Pelarangan komunis dijadikan ideologi organisasi tersebut saat ini bukan hanya diatur melalui undang-undang (UU) tetapi juga konstitusi yang merumuskan spirit pancasila. “Tapi kalau bukan organisasi, komunis itu tidak apa-apa. Kalau organisasi tidak secara eksplisit enggak bisa dihalang-halangi. Cuma, ya itu masih ada perbedaan antara dunia ide yang kita ru-muskan dalam konstitusi dan perilaku,” jelasnya. Ia mengingatkan pemerintah memiliki tugas untuk melakukan pendidikan terhadap masyarakat sesuai dengan pandangan konstitusi. Diskriminasi terhadap mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pun seharusnya juga tidak boleh lagi terjadi. Terlebih, MK telah memutuskan untuk mengembalikan hak-hak politik—dipilih maupun memilih—bagi eks PKI. Putusan MK tersebut, kata Jimly, seharusnya justru menjadi legal policy hukum bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun pemerintah untuk tidak lagi membuat peraturan yang diskriminatif. Dengan adanya putusan MK tersebut, pemerintah seharusnya juga segera merevisi segala jenis peraturan yang mendiskriminasi mantan anggota PKI. Saat ditanya soal adanya tindakan anarki oleh beberapa kelompok terhadap pihak-pihak yang memiliki pemikiran komunis, dia berpendapat, kejaksaan dan kepolisian memiliki tugas untuk bertindak. Sementara itu, mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Wardiman Djojonegoro menyatakan anggapan tentang adanya pelarangan komunisme sangat berlebihan. Alasannya, saat ini banyak buku-buku mengenai pokok-pokok pemikiran komunis yang beredar di berbagai toko buku. Namun, terkait dengan penyitaan buku sejarah kurikulum 2004 yang tidak mencantumkan PKI dalam peristiwa 30 September oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah tepat. Kebijakan pemerintah secara resmi masih menganggap PKI sebagai pelaku. Kebijakan nasional tersebut tertuang dalam TAP MPR yang hingga kini belum dicabut. “Benar atau tidak, serahkan saja pada sejarah,” katanya. n