Komentar artikel di bawah:
   
  Masalah penegakan HAM di Indonesia tampak suatu duri di depan mata mafia 
dracula peminum darah. Sampai sekarang belum ada masalah HAM yang bisa 
diselesaikan atas dasar keadilan. Munir, harus diakui, bahwa dia adalah salah 
satu aktvis yang gigih menuntut dituntaskannya masalah pelanggaran HAM, yang 
tidak bisa diterima oleh mafia tersebut di atas. Maka dracula itu pun tak 
segan-segannya menjatuhkan vonis mati terhadap Munir.
   
  Kapan kasus Munir bisa dituntaskan? Mengingat kondisi politik dewasa ini, 
agaknya "penegak hukum" akan main pingpong yang tak ada ujung akhirnya. Mereka 
akan terus dan terus bermain, sebab permainan tersebut dibayar mahal. Dan 
"Garuda" pun tidak luput menjadi bola pingpongnya. Siapa lagi nanti jadi bola 
pingpong? Jadi bola pingpong pun dibayar mahal, khan?
   
  A.Simanjuntak
   
   
  Rabu, Apr 25, 2007 23:22
  I. Kejanggalan Dapat Dilihat Dari Beberapa Aspek 
Operasi Intelijen (Crew) Garuda?
  - Redaksi Berpolitik.com - Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir
                          Kantor Kontras diamuk geng mafia  (Berpolitik.com):: 
Keberangkatan Munir ke Belanda ternyata sudah ditunggu ''pasukan pencabut 
nyawa''. Kegemaran Munir menggunakan maskapai penerbangan Garuda Airlines dalam 
setiap bepergian menjadi sasaran empuk. Operasi intelijen dijalankan dengan 
pelibatan kru Garuda yang punya profesi lain, yakni agen intelijen.

Benang merah itu terungkap dalam diskusi publik ''Kontroversi Operasi Intelijen 
Dalam Penerbangan Sipil'' yang diselenggarakan Komite Solidaritas Untuk Munir 
(KASUM), lembaga yang sejauh ini giat memperjuangkan terkuaknya misteri 
pembunuhan Pejuang HAM, Munir, pada Selasa (24/04) siang di Jakarta Media 
Center, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Anggota Tim Legal KASUM, Choirul Anam, 
mengurai kejanggalan-kejanggalan dan kontroversi pembunuhan Munir. Berikut 
paparannya;

  Penerbangan Cak Munir di Intip Pembunuhan
Oleh : Choirul Anam, Tim Legal Komite Solidaritas Untuk Munir (KASUM)


Sejak awal penerbangan Cak Munir untuk bersekolah ke negeri Belanda sudah 
ditunggu dan telah ada perencanaan untuk membuat penerbangan tersebut tidak 
aman, sesuai dengan doktrin penerbangan sipil. Fakta ini terlihat secara 
kronologis, sejak Cak Munir memastikan pesawat yang akan ditumpanginya, 
terlebih setelah tanggal penerbangan sudah pasti.

Seperti diketahui oleh umum, Cak Munir memilih Garuda untuk penerbangan menuju 
Belanda tersebut, tepatnya penerbangan GA-974 pada 6 September 2004. Dalam 
konteks pemilihan perusahaan penerbangan dan kepastian tanggal penerbangan 
tersebut, cerita panjang tentang pembunuhan terkuak.

Sebagai perusahaan penerbangan yang paling maju di Indonesia, Garuda ternyata 
tidak bisa menjalankan kewajiban profesionalitasnya dengan baik. Malah dalam 
penerbangan GA-974 tersebut Garuda menunjukkan banyak kejanggalan.

I. Kejanggalan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek;

- Surat Sakti Sang Dirut

Surat DZ/2270/04 tanggal 11 Agustus 2004 yang dikeluarkan oleh Dirut Garuda 
mengangkat Pollycarpus sebagai Corporate Security. Pengangkatan ini penuh 
kontroversial. Salah satu kontroversi tersebut adalah tidak adanya kapasitas 
profesional dari Pollycarpus sebagai Corporate Security dan perencanaan dan 
masa tugas yang tidak jelas. 

Pengangkatan kontroversial ini bertepatan dengan kepastian Munir menggunakan 
Garuda untuk penerbangan ke Belanda.

- Jadwal yang dipaksakan

Pollycarpus dengan mengantongi Surat DZ/2270/04 pada akhirnya dapat ikut serta 
dalam penerbangan GA-974 pada 6 September 2004 dengan keluarnya nota perubahan 
schedule No. OFA/219/04. Nota tersebut merubah jadwal penerbangan Pollycarpus 
yang seharusnya ke China menjadi penerbangan ke Amsterdam.1 Jadwal penerbangan 
Pollycarpus menyalahi prosedur penerbangan yang digunakan oleh Garuda sendiri.

- Tugas yang dibuat-buat

Pengakuan tugas penerbangan Pollycarpus dalam GA-974 adalah mengecek fuel 
dumping dan kerusakan teknis di Singapura. Tugas ini sungguh mengada-ngada, 
dapat dilihat dengan beberapa aspek Pollycarpus tidak memiliki kemampuan 
profesional untuk melakukan tugas tersebut. 

Garuda sebenarnya telah memiliki teknisi sendiri untuk melakukan tugas 
tersebut, seandainya memang benar ada kerusakan teknis di Singapura.2 Tugas 
Pollycarpus katanya mengecek masalah di Singapura, namun penerbangan 
Pollycarpus sejak awal dijadwalkan ke Amsterdam, bukan cukup ke Singapura saja.3

Jam tugas Pollycarpus tidak memungkinkan dia mengerjakan tugas tersebut. 
Kedatangannya di tengah malam dan kembali ke Jakarta dalam penerbangan pesawat 
pertama pada keesokan harinya, tidak memungkinkan dia mengerjakan tugasnya. 
Laporan tugas yang tidak profesional, ditulis dengan mesin ketik dan 
mengada-ngada materi laporannya.

- Satu nomor surat, dua tanggal

Kontroversi tugas Pollycarpus ke Singapura juga melahirkan surat baru, yaitu 
satu surat dengan penanggalan dua tanggal. Surat No. IS/1177/04 tanggal 15 
September 2004. Namun kemudian surat tersebut diganti penanggalannya menjadi 
tanggal 4 September untuk melegitimasi tugas yang dilakukan oleh Pollycarpus 
tanggal 6 September.4 Surat ini untuk menutupi bahwa Pollycarpus bertugas dalam 
penerbangan GA-974 tersebut legal.

Dengan logika terbalik, surat tersebut mengakui bahwa keberadaan Pollycarpus 
yang bertugas ke Singapura dengan nota perubahan penerbangan No. OFA/219/04 
adalah ilegal. Keberadaannya di dalam pesawat GA-974, bukan menjalankan tugas 
seperti klaim pengakuannya.

- Pemindahan tempat duduk

Cak Munir dipindahkan tempat duduknya dari Kelas Ekonomi ke kelas Bisnis oleh 
Pollycarpus yang keberadaannya ilegal dalam penerbangan tersebut. Pemindahan 
tersebut juga dilakukan dengan cara yang melanggar hukum.

Basic Operation Manual (BOM) Garuda menjelaskan prosedur pemindahan tempat 
duduk hanya dapat dilakukan dalam hal :
Overselling, yaitu penjualan berlebih yang tidak sesuai dengan jumlah kursi 
yang ada; adanya alasan teknis ad hoc (ad hoc technical reasons), yaitu pesawat 
yang menganut a mixed configuration aircraft. Yakni satu pesawat memiliki kelas 
ekonomi, kelas bisnis, kelas satu, kemudian dijadikan satu kelas.

Pemindahan ilegal ini juga diakui oleh Garuda sendiri sebagai Pemindahan tempat 
duduk yang tidak diketahui alasannya. hal ini diakui oleh Garuda dalam document 
Share Investigation No. INV/OZI/B744?001/04, sebuah dokumen investigasi 
internal untuk kematian Cak Munir di dalam pesawat GA-974 pada 7 September 
2004. 

Disamping itu menurut Purser Brahmani dalam pengakuannya di persidangan 
mengatakan ''Bahwa....... dan untuk ekonomi ke bisnis tidak boleh'',5 Sangat 
jelas bahwa apa yang dilakukan Pollycarpus adalah melawan hukum. Istilah 
hukumnya Unlawfull up grading.

Pemindahan tempat duduk Cak Munir yang dilakukan secara ilegal dan tanpa alasan 
yang jelas dan dilakukan oleh Penumpang Ilegal (Pollycarpus) tersebut 
menimbulkan banyak praduga. Praduga yang sangat kuat dan dekat dengan kebenaran 
adalah pemindahan tersebut memungkinkan Cak Munir untuk mudah dibunuh dengan 
racun Arsenik.

- Pollycarpus dalam Penerbangan GA-974

Dalam setiap penerbangan, ruang kokpit pilot adalah ruang sentral yang tidak 
boleh dimasuki oleh orang yang tidak memiliki kewenangan dan diberi otoritas 
untuk itu. Sebab, jika ada orang yang memasuki kokpit tanpa kewenangan tersebut 
akan emmbahayakan penerbangan.

Pollycarpus dalam penerbangan tersebut telah membahayakan penerbangan GA-974 
dengan memasuki Kokpit Pilot tanpa diketahui oleh Kapten Pilot.6 Disamping ke 
kokpit, ternyata Pollycarpus juga sering mondar-mandir dan bediri lama di Bar 
Premium, tempat penyimpanan dan pengelolaan makan-minum sebelum disajikan.

- Penanganan Sakit, Menghantar Kematian

A. Garuda Tidak Mau Mendarat
Sejak Cak Munir naik kembali ke pesawat Garuda setelah transit di Changi 
sebelum Take off dia telah merasakan sakit perut.7 Kondisinya semakin parah 
ketika dalam penerbangan Singapura - Amsterdam.8 Dan selama penerbangan 
Singapura - Amsterdam tersebut Cak Munir tidak makan dan minum, kecuali teh 
hangat atas permintaan dia sendiri.

Fakta bahwa Cak Munir dalam kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut tidak 
membuat Garuda mendaratkan pesawatnya ke darat. Padahal pendaratan pesawat 
tersebut sangat dimungkinkan, bahkan itu menjadi langkah terbaik yang harus 
diambil sesuai dengan doktrin Garuda bahwa Keselamatan Penumpang adalah 
Segala-galanya. Ini pula telah diatur dalam Basic Operational Manual Garuda 
sendiri.

Dalam BOM 5.2.1 dimana PiC disyaratkan untuk mengikuti prosedur tertentu jika 
penumpang mengalami sakit serius di pesawat sebagai berikut:

Memutuskan dengan berkonsultasi dengan Purser atau Senior Cabin Attendant, 
perlu atau tidak meneruskan penerbangan sesuai rencana (mendarat atau 
menerusakan penerbangan). Jika ragu, maka selalu minta saran medis dari darat.

Jika ada medis atau perawat di pesawat, maka minta sarannya. Meskipun begitu, 
saran tersebut tidak mengikat, karena saran tersebut tidak mengurangi tanggung 
jawab Garuda Indonesia atas penumpang yang sakit.

Seandainya Garuda mendaratkan pesawatnya ke bandara tedekat dan sesegera 
mungkin memberikan perawatan maksimal di rumah sakit terdekat, maka nyawa 
almarhum Cak Munir dapat tertolong. Namun fakta itu tidak pernah terjadi, 
walaupun kru Garuda yang merawat Cak Munir telah menyatakan bahwa kondisi Cak 
Munir sangat kritis.

B. Treatment dokter ataukah jalan menuju kematian?
Dalam kondisi kritis Cak Munir mendapat perawatan pertama oleh seorng dokter 
yang berada dalam pesawat. Yaitu Prof Dr Tarmizi Hakim, seorang ahli jantung 
paling terkemuka di Indonesia. Dokter tersebut telah dikenal Munir dalam 
perkenalan singkat di Bandara Changi, Singapura.

Namun yang menjadi agak janggal adalah pengetahuan dokter yang telah 
profesional tersebut mengenai treatment yang diberikan, yang tidak bisa 
membedakan keracunan dan mual perut biasa. Sehingga Cak Munir yang teracun 
arsen tersebut diberikan obat untuk menghentikan muntah akibat mual perutnya, 
bukan obat yang tetap memuntahkan racun tersebut tapi staminanya kuat.

Begitu pula treatment muntah dan mual perut yang dianjurkan tidak memberikan 
obat lewat mulut, namun Cak Munir mendapatkan obat juga ada yang lewat mulut, 
disamping lewat suntikan.9

Masalah lain tentang pengobatan adalah, ternyata Cak Munir juga mendapatkan 
pengobatan yang berasal dari Dokter Tarmizi sendiri, jadi tidak hanya berasal 
dari medical kit Garuda.10

Dalam kondisi krusial akibat kritisnya Cak Munir, peran dokter sangat 
signifikan. Bukan saja untuk memberikan pertolongan pertama, namun juga untuk 
memberikan advice mendarat tidaknya pesawat. Namun yang dilakukan Dokter 
Tarmizi adalah tidak menghiraukan pertanyaan Pilot. Padahal, seperti yang 
diutarakan oleh kru, kondisi Cak Munir sangat kritis.

''PiC discuss about the condition of sick passenger and need recommendation 
from doctor if the emergency landing to saved Mr. Munir must done , but the 
doktor didn't gave any comment''.11

Keberadaan dokter yang tidak mau memberi komentar, treatment yang kurang tepat 
dan obat dari dia sendiri menimbulkan praduga yang negatif terhadap dokter 
tersebut.

Namun lepas dari peranan dokter itu, Pilot Garuda ternyata juga tidak melakukan 
kontak dengan ground office untuk mengkonsultasikan keadaan kesehatan Cak Munir.

C. Tidak ada rekam medik obat yang diberikan. Kebetulankah?
Pemberian obat yang ternyata tidak hanya diambilkan dari medical kitnya Garuda 
dan treatment yang diberikan, tidak berbasis pada kondisi reaksi tubuh pada 
racun telah menimbulkan tanda tanya besar, kenapa hal demikian bisa terjadi?

Fakta ini diperparah lagi dengan tidak dicatatnya semua treatment dan obat yang 
diberikan kepada Cak Munir.12 Demikian pula pula bekas obat tersebut tidak 
dibungkus dan diwadahi sehingga bisa ditelusuri lebih jauh apa obat yang 
diberikan pada Cak Munir, sebelum dia meninggal.

Kondisi ini sangat disesalkan, karena penerbangan tersebut adalah penerbangan 
internasional Garuda yang didukung oleh kru yang katanya telah berpengalaman 
dan mendapatkan training yang memadai. Fakta tidak dicatatnya obat dan 
pembungkusannya menjadi realita kontradiksi antara kru berpengalaman dalam 
penerbangan internasional dengan pencatatan itu. Hal ini sangat janggal dan 
dalam [EMAIL PROTECTED] hanya dikatakan bahwa kru lalai. Apakah hal ini 
kelalaian ataukah kesengajaan?

dalam konteks pidana/kriminal, fakta di atas dapat dianggap sebagai perbuatan 
yang menghancurkan alat bukti dan dapat pula dianggap sebagai upaya menutupi 
adanya kejahatan.

D. Jalur maut jakarta Amsterdam
Penerbangan Garuda untuk Jakarta - Amsterdam menjadi jalur ''maut'' jika 
penumpangnya mengalami krisis seperti yang dialami oleh Cak Munir. Jalur 
tersebut ternyata tidak dilengkapi oleh jaringan internasional yang memadai.

Komunikasi dengan pihak otoritas darat di negara lain yang dilalui oleh Garuda 
dalam rute tersebut tidak mungkin dijalankan. Sebab, Garuda tidak memiliki 
hubungan kerjasama dengan mereka. Hubungan Internasional untuk penanganan medis 
tidak dimiliki oleh Garuda.13

Fakta ini sangat mengejutkan banyak pihak, terutama dalam konteks kasus Cak 
Munir. Penerbangan GA-974 semakin kompleks jika dipahami dalam konteks 
kemungkinan suatu tindak kriminal berhasil dilakukan dengan baik dan maksimal. 
(*)

Tulisan bersambung ke Tulisan : II. Garuda GA-974 6 September 2004 Dalam Hukum 
Internasional.

---oOo---


Endnote :
  
  
   Dalam General Declaration penerbangan GA-974, Pollycarpus tertulis ikut 
penerbangan sampai ke Amsterdam. Namun pada akhirnya dia hanya terbang sampai 
Singapura saja.
  
   Penjelasan Direktur Teknis Garuda kepada Polisi bahwa Garuda memiliki 
infrastruktur sendiri di bawah kewenangan Direktur Teknis untuk menyelesaikan 
kerusakan teknis. Apalagi jika terjadi di Singapura, tinggal menghubungi staff 
di Singapura untuk menyelesaikan kerusakan tersebut, tanpa mengirim orang.
  
   Lihat General Declaration penerbangan GA-974 tanggal 6 September 2006.
  
   Tanggal 4 September 2004 adalah hari Sabtu, dimana Garuda secara 
administratif libur.
  
   Purser adalah pemimpin pramugari/pramugara/pemimpin kru di kabin. Putusan 
hal 33.
  
   Pollycarpus berada di kokpit kurang lebih 15 menit, namun dia mengaku telah 
seijin Kapten. Dalam fakta di Pengadilan Negeri, Kapten tidak mengakui hal 
pemberitahuan tersebut.
  
   Pengakuan Tia Ambarwati, Almarhum Munir merasakan kondisi sakitnya sejak 
sebelum pesawat take off dari Singapura, sekitar 10-15 menit dengan meminta 
obat Promag karena perutnya sakit.... (Putusan PN halaman 40).
  
   Berdasarkan Kru Asep Rohman, kondisi Munir sangat parah sampai dia buang air 
besar dikursinya tanpa dirasakan olehnya, [EMAIL PROTECTED] halaman 6.
  
   Kesimpulan [EMAIL PROTECTED] investigation, terjemahan, hal 26.
  
   [EMAIL PROTECTED] Investigation, terjemahan hal 15.
  
   [EMAIL PROTECTED] Investigation, hal 9.
  
   [EMAIL PROTECTED] Investigation, terjemahan point d hal 18.
  
   Op cit hal 23-24.



       
---------------------------------
Ask a question on any topic and get answers from real people. Go to Yahoo! 
Answers. 

Kirim email ke