http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=291163&kat_id=23

Jumat, 27 April 2007  20:26:00


Korupsi Bisa Berubah Jadi 'Jihad'


Surabaya-RoL--  Guru Besar UIN Yogyakarta, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan 
mengemukakan adanya pemahaman agama yang salah di kalangan masyarakat sehingga 
uang hasil korupsi malah dijadikan alat untuk "jihad" dalam pengertian berbuat 
kebaikan.

"Jadi ada kasus seseorang yang memiliki jabatan kemudian melakukan korupsi 
dengan alasan daripada uang itu dimanfaatkan orang beragama lain. Lalu uang 
korupsi itu digunakan untuk 'jihad fisabilillah' dengan disumbangkan ke tempat 
ibadah," katanya pada diskusi di Toko Buku Toga Mas Diponegoro, Surabaya, Jumat.

Pada diskusi dan bedah dua buku karangannya berjudul, "Satu Tuhan Seribu 
Tafsir" dan "Sufi Pinggiran" itu, Munir mengutip sebuah ajaran Islam yang 
intinya berbunyi bahwa satu kali berinfaq itu ibarat satu biji yang tumbuh 
bercabang tujuh kemudian masing-masingnya berbuah seratus.

"Jadi satu kali infaq itu bisa mendapatkan 700 pahala. Kemudian ada yang saya 
sebut matematika pahala disalahgunakan. Misalnya orang korupsi Rp1 miliar 
kemudian masih 'untung' mendapatkan pahala dari korupsinya karena 
hitung-hitungan tadi," katanya.

Ia menceritakan, kalau uang Rp1 miliar itu diambil Rp100 juta untuk dinfaqkan, 
maka sang koruptor masih bisa "selamat" dari jeratan dosa, bahkan mendapatkan 
untung lebih banyak jika dikalikan dengan angka 700 sesuai ajaran tersebut.

"Jadi yang korupsi Rp1 miliar itu masih mendapatkan pahala 70 miliar jika uang 
yang dinfaqkan Rp100 juta dikalikan 700. Ini lah yang saya sebut sebagai 
pemahaman yang salah," kata Ketua Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi PP 
Muhammadiyah itu.

Pada kesempatan itu ia juga mengingatkan bahwa orang beragama Islam yang baik 
menurut pandangannya adalah yang banyak memberikan manfaat kepada sesama 
manusia lainnya, walaupun orang di sekitarnya tidak satu agama dengan dirinya.

"Orang Islam itu dalam menjalankan ibadah tidak menyulitkan orang beragama lain 
serta tidak membuat orang beragama lain terancam kehidupannya. Kalau justru 
sebaliknya, maka saya kira itu justru bertentangan dengan ajaran Islam itu 
sendiri," ujarnya.

Mengenai realitas sikap sufi, ia mengemukakan banyak ditemukan bukan dari 
kalangan yang mengaku dirinya mengetahui agama. Bahkan ia bisa menemukan sufi 
itu pada diri orang tukang tambal ban atau tukang becak.

"Demikian juga sebaliknya, saya juga menemukan sikap pejabat yang sufi karena 
tidak mau diajak berkolusi untuk melakukan korupsi. Ini saya alami dari teman 
saya yang menjadi Dirjen yang orang itu tidak bisa membaca Al-Quran dengan 
baik," katanya.

Ketika mengetahui rekannya yang menjadi dirjen itu bersikap teguh menolak saat 
diajak korupsi oleh pengusaha atau anggota dewan, dirinya mengatakan bahwa 
orang tersebut sebetulnya sangat sufistik dalam menjalankan agamanya.

"Saya bilang, Anda lebih hebat dari kiai atau ulama karena kalau dia mau, uang 
yang akan diperoleh dari korupsi itu miliaran untuk dia sendiri. Saya yang 
mungkin tidak bersih ini juga belum tentu bisa bersikap teguh seperti itu 
karena tidak ada peluang," ujarnya. antara/mim

Reply via email to