Senin, 14 Mei 2007



      Penegakan HAM
      Sumber Buku Kerusuhan Mei 1998 Dianggap Tidak Jelas


      Jakarta, Kompas - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas 
HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara menilai, sumber penulisan buku berjudul 
Kerusuhan Mei 1998, Fakta, Data, dan Analisa tidak jelas. Hal ini membuat 
dia menolak memberi kata pengantar atas buku yang diterbitkan Solidaritas 
Nusa Bangsa serta Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.

      "Saya tidak tahu sumber penulisan buku itu. Yang pasti, hasil 
penyelidikan tim Komnas HAM adalah milik dan menjadi tanggung jawab Komnas 
HAM. Namun, jika memakai sumber lain, maka isi buku itu merupakan tanggung 
jawab penyusunnya," kata Abdul Hakim, Jumat (11/5).

      Jika buku yang antara lain disusun Ester Jusuf itu mengambil data dari 
Komnas HAM, lanjut Abdul Hakim, maka Komnas HAM seharusnya juga ditulis 
sebagai salah satu sumber.

      Polemik masalah buku itu muncul karena saat peluncurannya pada Kamis 
malam, Ester menyatakan siap menghadapi konsekuensi hukum atas penerbitan 
bukunya. Dia juga menegaskan, sumber penulisan buku setebal 470 halaman 
tersebut berasal dari hasil investigasi Tim Advokasi Kerusuhan Mei 1998 yang 
diketuai Raymond Simanjorang, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta, media 
massa, dan fakta-fakta lain yang telah dipublikasikan.

      Penegasan Ester itu dimaksudkan untuk menanggapi surat berkop Komnas 
HAM tertanggal 16 Januari 2007. Dalam surat yang ditandatangani Kepala Biro 
TU dan Persidangan Komnas HAM Sriyana ini disebutkan, Abdul Hakim tidak 
dapat memberi kata pengantar pada buku itu. Alasannya, karena proses hukum 
kerusuhan Mei 1998 belum final.

      Selain itu, juga karena ketentuan penjelasan Pasal 20 Ayat 1 UU No 
26/2000 tentang Pengadilan HAM menyebutkan, dalam penyelidikan tetap 
dihormati asas praduga tak bersalah.

      Bahkan, mengingat posisi Ester Jusuf selaku mantan Sekretaris Tim Ad 
Hoc, dalam surat itu juga ada harapan agar buku itu tidak diterbitkan. 
Sebab, subtansinya sama dengan hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap 
peristiwa kerusuhan Mei 1998.

      Sementara itu, puluhan anggota keluarga korban, sebagian besar 
anak-anak dan para ibu, bersama sejumlah aktivis Komisi untuk Orang Hilang 
dan Korban Tindak Kekerasan, menggelar peringatan Tragedi Mei 1998 dan 
peristiwa pelanggaran hak asasi manusia lain di sejumlah tempat di Jakarta. 
(DWA/NWO)




      Senin, 14 Mei 2007 NASIONAL

      Jaksa Agung Pelajari Kasus Tragedi Trisakti
      JAKARTA - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan pihaknya akan 
mempelajari lagi kasus Mei 1998. ''Nanti akan saya kaji lagi, karena ada 
ketentuan-ketentuan yang dilanggar,'' katanya usai acara temu alumni 
Universitas Diponegoro di Balai Kartini, Jakarta Selatan, kemarin.

      Ditanya apa ketentuan yang dilanggar tersebut, Hendarman enggan 
menjelaskannya. Begitu pula saat dimintai komentarnya tentang sikap DPR yang 
menyatakan bahwa dalam kasus ini tidak ada pelanggaran HAM berat. ''Nanti 
akan saya jelaskan tapi saya pelajari dulu ya,'' tambahnya.

      Kasus tragedi Mei 1998 yang termasuk di dalamnya peristiwa terbunuhnya 
empat mahasiswa Trisakti harus tetap diusut sampai tuntas. Untuk itu 
Pemerintah diminta berani membuat terobosan. Demikian dikatakan fungsionaris 
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Hendardi, kemarin di 
Jakarta.

      ''Pemerintah harus berani buat terobosan. Maksudnya harus ada 
keberanian pemerintah untuk meningkatkannya ke penyidikan kasus HAM berat. 
Jangan terus menerus terjebak perdebatan yuridis antara DPR dan Kejaksaan 
Agung,'' katanya.

      Hendardi menegaskan, rekomendasi DPR bukan suatu yang bersifat mutlak, 
dan menutup proses hukum terhadap dugaan terjadinya pelanggaran berat HAM di 
balik kasus itu.

      Oleh karenanya Presiden harus berani memerintahkan Jaksa Agung untuk 
menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut. ''Presiden harus memerintahkan 
Jaksa Agung untuk menyidik kasus tersebut,'' tambahnya.

      Terobosan ini, lanjut Hendardi, harus dilakukan mumpung saat ini 
merupakan masa transisi. ''Prinsipnya pemerintah harus berani memberikan 
jawaban atas desakan publik pada umumnya dan keluarga korban khususnya. 
Jangan biarkan ini terkatung-katung.''

      Pesimistis

      Namun dia agak pesimistis pemerintah berani mengusut tuntas kasus 
tersebut, mengingat beberapa pemerintah di era reformasi juga tidak berani 
mengungkap kasus ini. ''Presiden silih berganti, semuanya ada di era 
reformasi juga belum berani usut tuntas kasus ini,'' ujarnya.

      Sementara itu, peringatan huru-hara 13 Mei 1998 kemarin dilakukan di 
''Mal Klender'' yang merupakan salah satu tempat terjadinya penjarahan yang 
akhirnya merenggut banyak korban jiwa.

      Acara tabur kembang dengan mengelilingi lokasi yang dulu bernama ''Mal 
Yogya'' tersebut dilakukan keluarga korban kerusuhan Mei 1998 yang tergabung 
dalam ''Paguyuban Mei'' dan ''Forum Keluarga Korban Mei'' (FKKM) bersama 
''Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan'' (Kontras).

      Acara tabur kembang yang diiringi dengan pembacaan shalawat dan do'a 
tersebut dimulai pada pukul 06.30 Wib. Selanjutnya aksi serupa juga 
dilakukan di depan Istana Merdeka dan Istana Negara.

      Aksi tersebut bertujuan untuk meminta ketegasan pemerintah dalam 
penyelesaian kasus tragedi Mei 1998 yang hingga kini masih 
terkatung-katung.(F4-49)

<<logo_sm.gif>>

<<blackpix.gif>>

Kirim email ke