Kampanye putih atawa item?
14 mei 2007,senin
Terkait dengan kampanye melalui iklan TV oleh pro-kemerdekaan Papua 
Barat di Australia pascapemberian visa menetap sementara kepada 42 
pencari suaka Papua di Australia dan penandatanganan Perjanjian 
Keamanan Australia-Indonesia itu, wartawati Australia Network ABC, 
Helen Vatsikopoulos, pernah mewawancarai Dubes RI untuk Australia 
dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, Maret lalu

>>>>>>>>>>>>>>


Hehehe,daku sendiri,sering berpingkir,

TANAH AER INIH,KUDU DIBERIKEN KEPADA JEPUN,

Atawa Manadoh dijadiken nagara bagean Amerikah serikat.

Tinimbang si Manadoh2 kampung ituh,pada kabur ke AS.?

Dakupun dalem putus asanyah mengliat monyet,

Galian pasir putih, atawa di bakarnyah utan2 kalimantan.

Rindu  MENGHAREPKEN ADANYAH KAMPANYE PUTIH,

YANG DILAKUKEN GREEN PEACE.

Yang pernah menyandera 

BALOKAN KAYU INDON DI LONG BEACH.usa.

Daku kutika mengetahuin penyelundupan kera

ikan2 arwana merah, ataopun penjualan babu2,

atao diruksakkennyah terumbu terumbuh karang,

DAKU MENGHAREPKEN BANGSA LAEN,

BERKAMPANYE PUTIH BUAT MENYELAMETKEN

BANGSA INDON YANG BEJAD INIH.

Jadi siapah bilang Australiah berkampanyeh item

Buat Papuan ataopun Borneoh?

DIMANA PARA PENGUASA INDON ITUH

BENER2 MENJAHATIN BANGSANYAH SENDIRI?

LahÂ…daku sendiri, ingin ada bangsa laen,

BERKAMPANYEH PUTIH, BUAT MENYELAMETKEN

UTAN2 DI INDON, KEWAN2 DI NUSANTARAH

Agar monyet, babi serta gajah, ENGGAK DIPERKOSAHIN

AMPE BINASA,OLEH BANGSA INDON KUWALAT INIH.

JADI BELOM TAMTU, ausie berkampanyeh itemÂ…

MELAENKEN PUTIH,DEMI KESEJAHTERAAN BANGSA 

PAPUAN!!!

>>>>>>>>>>>>>>



http://www.sinarharapan.co.id/berita/0705/14/sh07.html
 
Kampanye Hitam terhadap Indonesia Lewat Iklan TV Australia 


Canberra - Kampanye hitam terhadap Indonesia terus dilakukan 
kelompok pro kemerdekaan Papua Barat melalui iklan televisi di 
Australia dengan mengusung wacana tudingan pelanggaran hak asasi 
manusia (HAM) oleh TNI di Irian Jaya pada masa lalu.

Kampanye hitam melalui iklan televisi yang disokong pengusaha 
Australia, Ian Malrose, dan melibatkan Clemens Runawery dan Hugh 
Lunn itu terus-menerus ditayangkan Stasiun TV Channel 10 sepanjang 
hari, demikian Antara melaporkan dari Canberra, Senin (14/5).

Dalam kampanye hitam yang diusung kelompok seperti "Free West Papua 
Action for Human Rights in Papua" dan melibatkan orang Papua dan 
warga Australia putih sebagai sosok dalam iklan untuk meminta 
dukungan rakyat Australia memerdekakan Papua seperti yang telah 
dilakukan di Timor Timur.
Selain wacana HAM, iklan yang mulai diluncurkan sejak Februari lalu 
itu juga mempersoalkan hasil penentuan pendapat rakyat Irian Barat 
sah yang diselenggarakan PBB tahun 1969 yang berakhir dengan 
mayoritas rakyat Papua memilih Indonesia.
Kampanye hitam para pendukung pemisahan Irian Jaya yang sekarang 
bernama Provinsi Papua dan Papua Barat itu di Australia semakin 
gencar dilakukan setelah Jakarta dan Canberra menandatangani 
Perjanjian Keamanan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 13 November 
2006. Perjanjian itu belum diratifikasi Parlemen Australia. Terkait 
dengan proses ratifikasi itu, Komite Bersama Bidang Perjanjian 
Parlemen Australia pada 30 April lalu mengumpulkan pandangan dari 
berbagai kalangan, termasuk kelompok kritis terhadap isu Papua dan 
Indonesia, tentang Perjanjian Keamanan Australia-Indonesia dalam 
sebuah rapat dengar pendapat di Sydney. 
Dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Commonwealth 
Offices, Lantai 8, Charterbridge House, Jalan Phillip No 70, Sydney 
itu komite ini mengundang para wakil Asosiasi Papua Barat Australia, 
Koalisi Australia untuk Keadilan Transisional di Timor Timur, 
akademisi Universitas Sydney, Prof G Peter King, dan Dr Jim Elmslie, 
dan Direktur Program Asia dan Pasifik Institut Lowy, Dr Malcolm 
Cook. 
Selain mereka, kalangan yang dimintai pandangannya adalah dosen 
senior Fakultas Hukum Universitas Sydney, Dr Ben Saul, wakil dari 
Dewan New South Wales untuk Kebebasan Sipil, Yayasan Konservasi 
Australia, pejabat Departemen Luar Negeri dan Perdagangan/Departemen 
Pertahanan, serta wakil dari International Commission for Jurists. 

Selain kampanye hitam yang terus-menerus dilakukan melalui iklan 
televisi, Maret lalu, Proyek Papua Barat Pusat Kajian Perdamaian dan 
Konflik Universitas Sydney juga menerbitkan laporan 
bertajuk "Blundering In: The Australia-Indonesia Security Agreement 
and the Humanitarian Crisis in West Papua". 

Laporan yang antara lain disusun oleh Prof G Peter King dan Dr Jim 
Elmslie, yang dinilai sejumlah kalangan di Tanah Air sebagai 
akademisi partisan dan sangat pro-kemerdekaan Papua itu, pada 
intinya mempersoalkan artikel 2.3 dalam perjanjian yang dipandang 
penulisnya dapat menghambat apa yang mereka sebut hak demokrasi 
rakyat Australia untuk menyuarakan dukungannya pada kemerdekaan 
Papua dari Indonesia. 

Tak Terpisahkan dari NKRI
Bagi PBB, Indonesia, dan Australia, Papua sudah merupakan bagian tak 
terpisahkan dari Negara Kesatuan RI dan "Act of Free Choice" 1969 
sudah final dan sah dengan mayoritas pemilih, seperti di Merauke, 
Wamena, Nabire, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak, dan Jayapura, 
memilih bersama NKRI.
Utusan Sekjen PBB, U Thant, telah menyerahkan laporan tentang hasil 
pengumpulan pendapat bebas itu dalam laporannya pada 6 November 
1969. Pada 19 November 1969, Sidang Umum PBB menyetujui resolusi 
2504 (XXIV) yang mengakui Papua (Irian Jaya) sebagai bagian integral 
dari NKRI.
Terkait dengan kampanye melalui iklan TV oleh pro-kemerdekaan Papua 
Barat di Australia pascapemberian visa menetap sementara kepada 42 
pencari suaka Papua di Australia dan penandatanganan Perjanjian 
Keamanan Australia-Indonesia itu, wartawati Australia Network ABC, 
Helen Vatsikopoulos, pernah mewawancarai Dubes RI untuk Australia 
dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, Maret lalu



Kirim email ke