Kartu kredit lebih parah dari debet. Satu bank penyelenggara kartu
kredit bisa mempunyai produk aneka ragam, mulai silver ke platinum,
mulai desain kartu golf bapaknya hingga karakter kartun anak
remajanya. Semua hanya menuju ke satu arah: konsumtivisme.

Negara ini tak pernah belajar menjadi negara produktif. Hipotesis saya:

1. Pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) atas BBM
sejumlah Rp 17 triliun untuk APBN 2006. Alasannya, tidak 'adil' untuk
bikin sekolah atau RS atau pabrik di banyak tempat. Heh, logikanya,
bikin satu  tapi multiplier effect-nya jadi banyak!

2. Mal bertumbuhan di mana-mana, sementara pabrik di Indonesia
beberapa waktu terakhir ini banyak tutup. 

3. Memang ada beberapa pabrik tumbuh, tapi beberapa di antaranya
adalah pabrik karoseri. Yang namanya mau untung itu, mulai bikin
perkebunannya, pabrik bahan mentah dan barang jadi, hingga tokonya
sekalian. Sayangnya, sekali lagi, di sini hanya melulu tokonya doang!

4. Di sekolahpun topik 'wira usaha' tidak pernah dilirik untuk
dikembangkan. Wira usaha tidak melulu buka toko loh!

Jadilah wanita penggila belanja. Apalagi saya baru browsing sebuah
situs mempromosikan gila belanja seperti chicklitgenre.blog.co.uk !

Mau ke mana ya ibu-ibu kita? Kok duitnya gak dipake untuk beli barang
produktif, mana bermerek LN pula. Remittance semua deh tuh duit
royalti ke luar!

Indra


Reply via email to