hahahahahahahaaaa...dagelan politik yg seharusnya bisa kita tonton gratis 
akhirnya sepakat utk tutup lawang sigotaka, kita tinggal tunggu berita wartawan 
yg curat coret di pertemuan yg makan waktu 12 menit itu (kalau ada wartawan yg 
boleh masuk ), kalau kasus DKP akan ditangani oleh hukum, yaaaaa bakal kelaut 
lagi verdict nya, wong ngurusin KKN nya Suharto aja nunggu kiamat hasilnya....
  Ok, I guess Amien dan SBY nyobat lagi, bukan TTM (Temen Tapi Mesra) tapi 
Temen Tapi Mangkel..entah apa iming2 SBY utk menutup mulut Amien, yg jelas 
seperti kata berita dibawah yg jatuh ketimpa tangga pula ya Rokhmin Dahuri.
   
  Po li tik (polah licik tikus) Tikus hewan yg paling ambisius, gerakan nya 
lincah dan otaknya selalu tak pernah berhenti utk berfikir, tikus tak mudah 
diakali karena daya tangkap nalurinya yg luar biasa (maklum jago ngakali, sulit 
diakali dong ya)  saya sendiri ber shio tikus, tapi saya tikus yg baik hati ( 
wink wink..)
  mau tahu siapa politikus dunia yg ber shio tikus ?
   ini dia, Richard Nixon, Al Gore, George Bush, Jimmy 
Carter.....hahahahahhaaa, gak heran America bisa sebesar dan sekuat ini, lihat 
aja tuh pemimpin nya tikus semua....
   
  Salam tikus
  omie
   
  

HKSIS <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=287426
Selasa, 29 Mei 2007,
SBY v Amien Happy Ending 


Rujuk di Pertemuan 12 Menit 
JAKARTA - Perseteruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mantan 
Ketua MPR Amien Rais berakhir happy ending. Ini ditandai dengan pertemuan 
mereka di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta. 

Pertemuan terjadi sekitar pukul 07.00 Minggu lalu (27/5) di salah satu ruang 
tunggu dalam bandara tersebut.

"Pertemuan itu terjadi dilatarbelakangi Mensesneg Hatta Radjasa yang menghadap 
saya pada Sabtu sore (26/5). Dia menceritakan telah berkomunikasi via telepon 
dengan Pak Amien Rais dan menyarankan saya agar bertemu dengan beliau," kata 
SBY dalam keterangan pers di Kuala Lumpur. 

Setelah mempertimbangkan usul Hatta yang kader PAN -partai yang didirikan Amien 
Rais- itu, SBY setuju untuk bertemu dengan Amien di tempat netral. Lantas, 
disepakati tempatnya di ruang tunggu Bandara Halim Perdanakusumah. Waktunya 
sesaat sebelum presiden berangkat ke Kuala Lumpur.

"Dalam pertemuan tersebut, kami berdua sepakat untuk mengakhiri konflik. Karena 
jika ini terus berlangsung akan menjadi tidak baik dari segi politik nasional," 
kata SBY.

Hubungan SBY dengan Amien memang sempat memanas. Itu buntut hebohnya dugaan 
korupsi aliran dana nonbujeter DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) yang 
menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. 

Awalnya, Amien berterus terang bahwa tim suksesnya dalam Pilpres 2004 menerima 
dana dari Rokhmin Rp 200 juta. Beberapa hari kemudian, di sebuah stasiun TV 
swasta, Amien juga menyatakan ada pasangan capres-cawapres tertentu yang 
menerima dana dari Washington, Amerika Serikat. 

Pernyataan Amien itulah, yang agaknya membuat panas telinga SBY. Jumat lalu 
(25/5), sekitar pukul 14.00, SBY mengadakan jumpa pers di halaman kantor 
kepresidenan. Dalam kesempatan itu, secara khusus, SBY menanggapi pernyataan 
Amien. Bahkan, tokoh Muhammadiyah yang juga mantan ketua umum DPP PAN itu 
diancam akan diperkarakan secara hukum.

Amien langsung mereaksi ancaman SBY. Dia mengatakan tidak gentar. Bahkan, saat 
itu, Amien mengatakan akan membuka kasus yang telah diungkapnya. "Saya yakin, 
jika dibuka, pasti akan menggemparkan," ujarnya saat itu. 

Perang pernyataan tersebut lantas ditanggapi sejumlah tokoh nasional. Umumnya, 
mereka sangat menyesalkan perseteruan tersebut dan minta agar SBY-Amien segera 
mengakhirinya. 

Minggu pagi lalu, agaknya, momen bakal berakhirnya perseteruan itu. "Bisa saja 
di kalangan pimpinan politik terjadi perbedaan pandangan politik. Tapi, 
silaturahmi harus tetap dipertahankan," kata SBY yang disampaikan melalui 
siaran persnya di Kuala Lumpur kemarin. "Kami sepakat untuk menyerahkan (kasus 
aliran dana nonbujeter DKP) kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," papar 
SBY. 

Di tempat terpisah, di pendapa rumahnya, Sawitsari, Condongcatur, Depok, 
Sleman, Jogja, Amien sekitar pukul 13.00 kemarin mengadakan jumpa pers. 
Tujuannya menjelaskan lebih detail pertemuan rujuknya dengan SBY. 

Kata Amien, ada tiga kesepakatan dalam pertemuan yang berlangsung hanya 12 
menit itu. Pertama, SBY dan Amien akan membuka keran komunikasi yang selama ini 
buntu. Kedua, menghilangkan misunderstanding yang terjadi. Ketiga, 
mengembalikan persoalan aliran dana DKP ke ranah hukum. 

"Kami sepakat tidak akan memperpanjang persoalan ini dan menyerahkan pengusutan 
aliran dana DKP ke aparat penegak hukum untuk diselesaikan," kata Amien. Dia 
kemarin didampingi beberapa petinggi DPP PAN, seperti Alvin Lie, Drajad Wibowo, 
Tjatur Sapto Edi, dan Asiyah Rais.

Amien pun mengungkapkan alasannya menghentikan perseteruannya dengan SBY. 
Yakni, menganggap persoalan tersebut sudah mulai masuk ranah politik. Bahkan, 
beberapa pihak mulai mencari kesempatan memanfaatkannya untuk kepentingan 
tertentu. "Sudah ada yang menumpangi dengan isu lain seperti impeachment dan 
sebagainya. Jadi, kami sepakat menghentikan," katanya. 

Amien menuturkan, malam sebelum pertemuan, dirinya mendapat telepon dari 
seseorang. Ketika itu, Amien mengaku sedang duduk santai dengan Drajad Wibowo 
dan Hanum Salsabila (anak Amien) di pendapa rumahnya. "Saya ditawari apakah mau 
bertemu dengan presiden untuk membahas persoalan ini," ceritanya. 

Begitu mendapat tawaran itu, Amien menyatakan sanggup. "Sebagai warga negara 
yang baik, saya menyambut baik tawaran itu. Hanya, saya minta pertemuan 
dilakukan di tempat netral," ujar Amien. Akhirnya, disepakati bahwa pertemuan 
dilaksanakan di Bandara Halim Perdanakusumah, sesaat sebelum SBY berangkat ke 
Malaysia. 

"Pagi sekitar pukul 06.00, saya berangkat dan langsung bertemu di salah satu 
ruang di ruang tunggu Halim. Pertemuan hanya berlangsung selama 12 menit. Pukul 
09.30, saya sudah kembali ke Jogja," ceritanya.

Amien juga mengaku dirinya bersahabat baik dengan SBY. Dia juga mengaku tidak 
akan mencoba menggulingkan pemerintahan SBY-Kalla. "Sebenarnya, saya ini sudah 
tidak akan kembali ke dunia politik. Saya sudah kembali ke habitat saya di 
kampus. Namun, tiba-tiba ada persoalan ini yang memaksa loncat lagi ke panggung 
politik. Dan, saya tidak akan mencoba memperpanjang persoalan ini," tuturnya.

Menurut dia, kasus aliran dana DKP harus tetap berjalan sesuai dengan ranah 
hukum. Namun, prosesnya harus proporsional, cool, serta tidak ada politisasi 
dan kriminalisasi. "Saya setuju persoalan harus the show must go on. Seperti 
Bung Karno pernah mengatakan for a fighting nation, there is no journey’s end," 
tandasnya. 

Sementara itu, pengamat politik UGM Prof Dr Ikhlasul Amal mengatakan, apa yang 
dilakukan Amien dan SBY adalah dagelan politik. Dari awal, dia memprediksi 
konflik akan diselesaikan secara adat politik. "Nggak mungkin dilanjutkan itu. 
Paling nanti yang dikorbankan Rokhmin Dahuri," ujar Amal saat dihubungi secara 
terpisah. (noe/sam/oto/jpnn)



Selasa, 29 Mei 2007 





Presiden dan Amien Rais Sepakat Akhiri Pertikaian 

Soal Kasus Dana DKP Diserahkan KPK


Jakarta, Kompas - Prahara politik yang timbul berkaitan dengan kasus dana 
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mereda Senin (27/5), setelah mantan 
Ketua MPR Amien Rais dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu sekitar 12 
menit di bandar udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (28/5). 

Kemarin, Amien mengungkapkan pertemuan tersebut dalam jumpa pers di rumahnya di 
Pandeansari, Sawitsari, Depok, Sleman, Yogyakarta. Setelah itu, di Kuala 
Lumpur, Malaysia, sebagaimana diberitakan Antara, Presiden juga mengungkapkan 
hal yang sama dalam jumpa pers mendadak, tanpa tanya jawab. 

Amien mengatakan pertemuan dengan Presiden Yudhoyono berlangsung selama 12 
menit, Minggu (27/5) pagi, di salah satu ruang tunggu Bandara Halim 
Perdanakusuma. 

Menurut Amien, ada tiga hal yang dibicarakan saat itu yakni Presiden ingin 
membuka komunikasi yang selama ini mandeg, komunikasi untuk menghilangkan salah 
paham, dan keduanya sepakat masalah ini (aliran dana non-budgeter dari 
Departemen Kelautan dan Perikanan/DKP) masuk ke ranah hukum bukan politik 
sehingga masing-masing pihak harus pandai mengendalikan diri. 

“Pertama presiden ingin membuka komunikasi yang selama ini mandeg, tentu dengan 
senang hati why not. Dengan komunikasi, katakanlah silaturahmi selalu ada 
manfaatnya," ujar Amien. 

Pertemuan ini, menurut Amien terjadi bukan atas inisiatif dirinya. Sabtu malam, 
saat sedang berada di rumah, ia menerima telepon yang menanyakan kesediaannya 
untuk bertemu Presiden. Amien menyetujui asal tempatnya tidak di istana. 

Peran Hatta Radjasa 

Sementara itu, Presiden menjelaskan pertemuan dengan Amien Rais menghasilkan 
kesepakatan mengakhiri konflik politik dan meneruskan hubungan silaturrahmi. 

Menurut Presiden, pertemuan terjadi setelah Menteri Sekretaris Negara yang 
merupakan salah satu fungsionaris Partai Amanat Nasional, Sabtu (26/5) sore, 
menghadap Yudhoyono. "Ia menceritakan telah berkomunikasi via telepon dengan 
Pak Amien Rais dan menyarankan saya bertemu dengan beliau," kata Yudhoyono. 

Setelah mempertimbangkan permintaan itu, Presiden memutuskan untuk bertemu. 
"Pak Amien Rais terbang langsung dari Yogya ke Bandara Halim Perdanakusuma dan 
bertemu dengan saya hari Minggu," kata Presiden. 

"Dalam pertemuan tersebut kami berdua sepakat mengakhiri konflik karena jika 
ini terus berlangsung akan menjadi tidak baik dari segi politik nasional," 
tambah Presiden. 

"Sebagai Kepala Negara, saya ingin menunjukkan kepada rakyat Indonesia bahwa 
bisa saja di kalangan pimpinan politik terjadi perbedaan pandangan politik tapi 
silaturahmi harus tetap dipertahankan," katanya. 

"Mengenai dana DKP, kami sepakat untuk menyerahkan kepada KPK," tambah 
Presiden. 

Tetap akan membeberkan 

Setelah Presiden mengecam Amien Rais dari istana kepresidenan di Jakarta, Jumat 
lalu, Amien menyatakan akan membeberkan soal aliran dana DKP Senin kemarin. 
Rencana itu tidak jadi dan diganti dengan pengumuman tentang pertemuan 12 menit 
tersrbut. 

Namun, kemarin Amien sempat mengatakan, “Insya Allah pada forum dan waktu yang 
tepat saya membeberkan apa saja yang saya ketahui. Kalau dibeberkan sekarang 
akan menjadi komoditas media. Pro dan kontra akan menimbulkan segala macam 
tafsiran." 

Dua bulan berlalu, menurut Amien, kasus dana DKP ini terus saja bergulir di 
media massa. Tampaknya masalah ini mulai memasuki ke ranah politik. Amien 
berharap kasus ini selesai lewat proses hukum yang fair dan adil. 

Staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah Heru Lelono 
di Jakarta mengatakan, dengan adanya kesepahaman antara Presiden dan Amien 
Rais, persoalan kasus dana DKP bisa segera diselesaikan secara hukum, terutama 
melalui pengadilan yang sekarang tengah berlangsung. 

Sementara Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Bambang 
Hendarso Danuri mengatakan, kepolisian belum mulai menyelidiki kelanjutan kasus 
dana non-budgeter DKP karena kasus tersebut masih dalam proses persidangan. 
Jika persidangan telah selesai, polisi baru dapat mulai menyelidikinya. 

Ketua MPR Hidayat Nur Wahid kemarin mengatakan, dalam kasus dana DKPmeski hukum 
ditegakkan namun jangan sampai merusak pencapaian demokrasi di Indonesia, 
bahkan menghancurkan Indonesia.
(WER/HAR/ RYO/MAM/SF/MZW/JON)



KOMPAS - Selasa, 29 Mei 2007 




Bersin, Sendawa, Kentut 


Jumpa pers Pak Amien Rais di Yogyakarta, Senin (28/5) siang, menunjukkan ia dan 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dua negarawan sejati. Mereka bertekad menjaga 
tali silaturahmi, selalu membuka komunikasi, dan tetap tegas proses hukum 
jangan sampai berhenti. 

Perlu sedikit "pelurusan sejarah" tentang dana nonbudgeter DKP ini. Sumber 
pelbagai informasi para penerima dana berasal dari proses penyidikan dan 
persidangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri dan para 
mantan pejabat tinggi. 

Ingat, mereka mengatakan penerima dana bukan cuma capres-cawapres Amien Rais, 
Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, atau Megawati 
Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, tetapi juga sejumlah parpol, ormas, tokoh, serta 
politisi. 

Pengakuan Pak Amien ditanggapi Pak SBY melalui jumpa pers di istana, Jumat 
(25/5) siang. Banyak yang menduga Pak SBY akan mengajukan tuntutan hukum dengan 
segera. 

Wajar jumpa pers Pak SBY bikin geger karena disiarkan live dari halaman istana. 
Jumpa pers itu mengubah persoalan hukum yang biasa menjadi isu politik nasional 
yang berkembang bagaikan "bola liar". 

Sebagian surat elektronik ke rubrik ini menghujat Pak Amien yang dianggap 
pahlawan kesiangan. 

Dalam menilai pemimpin, masyarakat masih menganut prinsip "selalu ada tetapi". 
Bung Karno hebat tetapi doyan pidato. Pak Harto bagus tetapi mau mengajari 
korupsi. 

BJ Habibie pandai tetapi enggak ngerti politik. Gus Dur jenius tetapi 
kebanyakan ngelucu. Megawati oke tetapi diam melulu. 

Reaksi negatif seperti itu wajar karena ada harapan agar kualitas pemimpin tak 
boleh jauh dari malaikat yang turun ke Bumi. Begitu harapan itu tak terpenuhi, 
muncul rasa frustrasi. 

Di satu pihak rakyat rindu ratu adil atau satria piningit. Celakanya, yang 
terpilih hanya "ratu-ratuan" atau "satria singit". 

Mungkin karena sudah menekan hati selama bertahun-tahun, rasa frustrasi itu 
akhirnya menjadi pemakluman. "Jangan bandingkan kita dengan Amerika Serikat. 
Usia demokrasi mereka sudah tiga abad lebih, kita baru belajar demokrasi". 
Padahal korupsi oleh politisi busuk tak ada hubungannya dengan usia demokrasi. 

Pemakluman lain, "Karena gajinya kecil, pegawai negeri terpaksa korupsi". 
Padahal, mereka orang-orang pilihan yang diseleksi lewat tes ketat dan kita 
tahu kalau mau kaya janganlah jadi pegawai negeri. 

Rasa frustrasi yang berkepanjangan itu juga kerap menimbulkan fatamorgana. Pak 
Amien dituduh mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan sengaja karena ia 
merupakan bagian dari sebuah rencana besar yang ingin mendongkel Presiden SBY. 

Padahal dunia belum kiamat. Hasil pemilu/pilpres yang cacat merupakan hal yang 
sering terjadi. Ingat skandal yang melibatkan Presiden AS Bill Clinton yang 
diperiksa karena didakwa menerima dana kampanye yang tak dilaporkan dari bos 
Lippo Grup, James Ryadi? 

Legitimasi pemilu/pilpres tak bisa dipersoalkan. Namun, tindak tegas 
pelanggaran calon-calon gubernur DKI Jakarta yang memasang spanduk dan 
billboard kampanye di pinggir jalan. 

Demokrasi bukan perkara mudah karena menuntut kewajiban. Kalau nyetir 
perlahan-lahan, janganlah bertahan di lajur paling kanan karena para pengendara 
di belakang Anda juga berhak atas lajur tersebut. 

Jika tak puas dengan demokrasi, janganlah berdiam diri. Kalau enggak mau 
dibohongi politisi busuk lagi, mulai sekarang tuntut KPU membuat aturan baru, 
misalnya setiap calon anggota DPR yang mendapat suara kurang dari 250.000 tak 
berhak mendapat kursi. 

Biarin jumlah kursi DPR sedikit, jangan-jangan lebih bermanfaat dan murah. 

Lewat petisi kepada MPR, Anda juga bisa menuntut agar setiap politisi yang 
terbukti melanggar aturan dana kampanye tahun 2004 dilarang ikut tahun 2009. 
Mudah kan? 

Mari desak KPU membuka data dana kampanye 2004 untuk diperiksa. Jangan percaya 
kepada yang sesumbar seolah-olah "perdamaian" Amien-SBY akhir dari cerita. 

Anggap saja Pak Amien sedang bersin di hadapan Anda. Di Jerman orang bersin 
disambut dengan kata gesundheit, di Spanyol salud, di AS bless you, di sini 
alhamdulillah. 

Wiranto, Hasyim Muzadi, Salahuddin Wahid, dan beberapa anggota tim sukses sudah 
angkat bicara. Anggap telanjur bersendawa. 

Bagaimana mereka yang diam-diam juga menerima dana dari Pak Rokhmin? Anggap 
mereka masuk angin. 

Politisi masuk angin suka kentut diam-diam. Politisi pemalu kalau kentut tak 
bunyi, tetapi wajahnya merah padam. Politisi pandir menahan kentut sampai 
berjam-jam. 

Seperti uang, kentut tak bisa bicara, susah dilacak pembuangnya, dan ke mana 
larinya. Siapa yang kentut hari ini, esok kita juga sudah lupa.




KOMPAS - Selasa, 29 Mei 2007 




ANALISIS POLITIK
Bunyi Panci 


SUKARDI RINAKIT 

Bangun pagi, saya langsung dikagetkan oleh pesan layanan singkat atau SMS 
seperti ini, "Integritas SBY sudah hamil tua. Amien Rais membantu operasi 
caesarnya". Entah siapa yang kirim, hanya ada nomor telepon genggam, tak ada 
nama pengirim. 

Bunyi SMS seperti itu hanya menunjukkan bahwa pesimisme publik mulai merebak. 
Obrolan informal mengenai "operasi caesar", yang berarti cabut mandat Presiden, 
mulai menyeruak di sela-sela acara formal. Sejauh ini hanya kalkulasinya saja 
yang belum ketemu (lebih menguntungkan cabut mandat secepatnya atau tunggu 
nanti 2009?). Belum ada kesepakatan perhitungan mengenai hal itu. 

Secara pribadi saya berharap kesepakatan tersebut tidak pernah tercapai. 
Perubahan kepemimpinan sebaiknya reguler sesuai dengan amanat demokrasi. Dengan 
demikian, ada penghargaan pada mekanisme kaderisasi dan penguatan bangunan 
sistem politik. 

Seperti panci 

Secara prediktif tindakan "operasi caesar" tidak akan terjadi. Momentum dan 
prasyarat dasar untuk terjadinya gerakan belum mencukupi. Harga beras dan 
minyak goreng memang naik, angka kemiskinan dan pengangguran memang tinggi, 
tetapi belum terjadi kelangkaan pangan. 

Selain itu, trauma kerusuhan 1998 masih menghantui memori publik. Banyak orang 
akhirnya menyesal dengan kejadian itu karena membuat mereka kehilangan 
pekerjaan. Ini membuat orang ragu untuk melakukan "operasi caesar". Lebih 
daripada itu, sejauh ini juga belum tersedia tokoh dan ideologi pemersatu. 

Optimisme seperti itu bukan berarti tanpa celah. Potensi terjadinya arus massa 
tetap terbuka, terutama pada bulan Juli-Agustus-September tahun ini. Pada 
ketiga bulan tersebut diperkirakan akan terjadi kelangkaan beras. Hal itu 
disebabkan oleh mundurnya musim tanam dan kegagalan pemerintah memobilisasi 
petani. Jika impor beras terhambat, tidak tertutup kemungkinan api politik akan 
membara di bulan-bulan itu. 

Oleh sebab itu, para penguasa Republik jangan terlalu berisik dengan hal-hal 
yang tidak substansial. Kasus dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 
tidak lebih hebat daripada kasus lumpur Lapindo. Kalau para penguasa tetap 
berisik seperti sekarang ini, mereka tak ubahnya seperti panci. 

Siapa pun tahu panci kalau dipukul bunyinya kedombrengan. Tidak ada nada dasar 
yang cocok. Seorang pemimpin yang terlalu banyak bicara dan terlalu khawatir 
akan citra, tetapi ia tidak cakap menyelesaikan masalah, orang-orang tua Jawa 
selalu bilang, "koyok panci!" (seperti panci). 

Tujuan bernegara 

Agar seorang pemimpin tidak seperti panci, bunyi yang harus disuarakan adalah 
persoalan-persoalan mendasar bangsa. Harga diri dan citra pribadi harus 
ditempatkan pada urutan keseratus dari prioritas persoalan yang dihadapi 
rakyat. Apalagi Indonesia saat ini, menurut guru saya di bidang feeling 
politik, Harry Tjan Silalahi, adalah ibarat wot ogal-ogel (jembatan kayu yang 
goyang). Kalau tidak hati-hati melintasinya, kita bisa jatuh ke jurang. 

Tafsir saya, Indonesia menjadi seperti wot ogal-ogel karena pemerintah tidak 
mempergunakan tujuan proklamasi sebagai landasan penyusunan kebijakan. 
Akibatnya, semangat untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh 
tumpah darah Indonesia menjadi seperti luntur. Peraturan daerah (perda) 
bernapas sektarian muncul, perjanjian ekstradisi menyertakan perjanjian 
pertahanan, penegakan hukum terkesan tebang pilih, buruh migran cenderung 
diabaikan, dan birokrasi jalan di tempat. 

Juga dalam hal meningkatkan kesejahteraan umum, Presiden lebih risau dengan 
masalah sepele, seperti isu dana DKP daripada menentukan pilihan strategi 
pembangunan. Padahal, survei beberapa lembaga independen, seperti Litbang 
Kompas, Lembaga Survei Indonesia, dan Soegeng Sarjadi Syndicate, menunjukkan 
bahwa secara umum publik merasa semakin berat membeli beras, lauk pauk, bumbu 
dapur, minyak goreng, pakaian, listrik, biaya pendidikan, kesehatan, dan 
transportasi. 

Lalu bagaimana dengan persoalan mencerdaskan kehidupan bangsa? Para pendidik 
senior, seperti Prof Dr Mochtar Buchori, kalau ditanya soal itu selalu menjawab 
ringan, "Silakan dijawab sendiri-sendiri." Seloroh itu menunjukkan keprihatinan 
mendalam mengenai kualitas pendidikan kita. 

Terakhir, dalam hal ikut serta menjaga perdamaian dunia, ada kesan kita 
melupakan politik bebas aktif karena mendukung resolusi Perserikatan 
Bangsa-Bangsa (PBB) No 1747 tentang Iran. Peran Indonesia sebagai pilar 
negara-negara Asia Tenggara pun dinilai banyak pihak sedang meredup saat ini. 

Jika keadaan yang patologis tersebut berjalan terus, bangsa ini memang sedang 
meniti jembatan kayu goyang. Terpeleset sedikit saja, kita bisa terjerembab 
jatuh. Oleh karena itu, cita-cita bernegara itulah persoalan mendasar yang 
harus didengung seorang presiden. 


=== message truncated ===

 
---------------------------------
Food fight? Enjoy some healthy debate
in the Yahoo! Answers Food & Drink Q&A.

Kirim email ke