kalimat akhir bch bagus
..Berbeda dengan di Indonesia, yang mayoritas Islam, tapi umat lain diberi 
hari libur tanpa kesulitan..

pertanyaannya,
apakah umat lain seperti hindu, budha, atau kristen di Indonesia adalah 
pasti kaum pendatang atau imigran? 
bukankah mereka sama asli Indonesia-nya dengan yang islam? 
(sama pula suku bangsanya, jawa, batak, minang, manado, ambon, bali, dan 
lain sebagainya..)
jadi sangat wajar jika hari besar agama mereka juga dijadikan hari libur 
nasional..

sementara yang dibicarakan panjang lebar disini adalah para kaum 
pendatang/imigran,
yang kesulitan beradaptasi/menyesuaikan diri dengan tempat tinggal barunya,
dan MALAH meminta negara (dan masyarakat) tempat tinggal barunya tersebut 
untuk menyesuaikan diri dengan mereka..

-----Original Message-----
From: "Wira Ooy" <[EMAIL PROTECTED]>
To: mediacare@yahoogroups.com
Date: Wed, 20 Jun 2007 12:38:25 -0000
Subject: [mediacare] Aturan universal - Re: Muslims out of Australia!

Bch bagus,
ada satu komentar saja pada tulisan anda:
Saat ini Eropa sudah mengalami kemajuan. Hari raya Islam sudah mau 
diakomodasi menjadi hari libur nasional, atau setidaknya bagi umat Islam. 
Berbeda dengan di Indonesia, yang mayoritas Islam, tapi umat lain diberi 
hari libur tanpa kesulitan
Wah, mungkin anda ini benar2 tidak tinggal didunia nyata:
Imlek kapan dijadikan hari libur? baru jamannya Gusdur
Perayaan hindu Bali Galungan dan kuningan kapan jadi hari libur nasional?  
Sampai sekarang belum..dan mungkin tidak akan pernah.
 
 

--- In mediacare@yahoogroups.com, "bch_bagus" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> --- In mediacare@yahoogroups.com, Roslina Podico roslina@ wrote:
> >
> > Roslina:
> > Tidak benar kalau Agama tdk diatur dalam sistem pemerintahan. 
> > Negara-negara Eropa adalah berlatarbelakang Katholik dan Protestan.
> Pada 
> > umumnya setiap penduduk asli telah terdaftar langsung di kantor lurah 
> > apakah orang itu Katholik atau protestan. Akte kelahiran itu akan 
> > tersimpan rapi shg pada saat seorang mulai berpenghasilan. Gaji 
> > bruttonya akan langsung dipotong untuk membayar pajak Gereja. Uang itu 
> > tersalur sesuai dengan tujuannya masing-masing.
> 
> Ada yang saya sepakati Bu Roslina. 
> 
> Memang pajak gereja masih ada di beberapa negara Eropa, jumlahnya pun
> cukup lumayan. Tapi itu juga barangkali yang menyebabkan sekarang
> semakin banyak orang yang tidak hanya meninggalkan Kristen/Katolik
> secara ritual (gereja pada kosong di Eropa, we know it already), tapi
> juga mereka keluar secara legal formal, sehingga mereka tidak perlu
> lagi bayar pajak gereja. Pikiran mereka, ngapain juga bayar pajak
> gereja, wong gerejanya aja nggak pernah dipakai, bahkan sampai defisit
> imam/pendeta segala. Saat ini bahkan di Eropa sana, banyak mengimpor
> tenaga pendeta/penyuluh dari negara lain.
> 
> Yang terjadi akhirnya pajak gereja tersebut disalurkan ke
> negara-negara di luar Eropa, yang kata Times Europe, daerah
> kebangkitan Kristus, karena memang tidak banyak yang bisa diharapkan
> dari Eropa oleh Kristen sekarang ini. 
> 
> Barangkali sebagian ada yang masuk ke program Kristenisasi, termasuk
> yang marak di berbagai tempat di Indonesia.
> 
> > Roslina:
> > Di sini banyak yg tersirat yg tdk anda terangkan. Sistem pemotongan 
> > pajak juga berbeda-beda. Mulai dari kelas menegah keatas, harus bayar 
> > pajak jauh lebih tinggi. Tentu mayoritas High level itu adalah penduduk 
> > asli. Anda sendiri berkata bahwa imigran cari kerjaan di sana karena 
> > penduduk asli sdh enggan kerja di low level.
> 
> Itu tentu umum terjadi. Meskipun tidak sedikit pula imigran yang
> sukses di negeri orang. Bahkan ada yang memiliki perusahaan yang
> justru memberi lapangan kerja bagi tenaga lokal.
> 
> > Back to the begining:
> > Inilah sistem masyarakat sekuler yg dilatarbelakangi kekristenan. Lalu 
> > para migran yg sdh enak dibantu dan diselaraskan dgn penduduk asli, 
> > diberi hak menjalankan ibadahnya bahkan fasilitas disediakan untuk itu, 
> > tapi malah menuntut hukum agamanya yg diberlakukan menyamai hukum 
> > pemerintah setempat. Ini namanya dikasih hati mau jantung.
> 
> Nah ini pernyataan perlu dikaji lagi. Karena bisa jadi yang dimaksud
> Bu Roslina ini adalah orang Islam. Sebenarnya tidak pernah ada usaha
> untuk meng-Islami-sasi hukum yang ada di Eropa sana. Yang ada adalah
> permintaan untuk menghormati hak asasi manusia untuk bisa menjalankan
> ibadah dengan tenang. Untuk sholat dan puasa, orang Eropa sudah pada
> ngerti semua. Mereka, terutama yang agnostik, akan dengan senang hati
> mempersilakan kita untuk beribadah, mau sholat, mau bermeditasi, dll.
> 
> Kalaupun ada yang ekstrem, itu umumnya bukan mainstream orang Islam
> disana, seperti halnya JI juga bukan mainstream orang Islam di Indonesia.
> 
> Tapi kadang, ada permainan para politikus, misalnya masalah jilbab.
> Persepsi orang Eropa, jilbab yang dikenakan perempuan itu karena
> perempuan dipaksa menggunakannya oleh suami/bapak. Memang ada yang
> demikian, tapi sebagian besar tentu karena keinginan sendiri. Justru
> perempuan itu yang akan menolak, bahkan marah, kalau jilbabnya dilepa s
> dengan paksa.
> 
> Pernah ada teman saya yang perempuan ditanya oleh orang Eropa, "Di
> negara ini kamu sudah bebas khan? Kenapa tidak kau lepas saja
> jilbabmu?". Tentu teman saya akan menjelaskan dengan baik, bahwa
> jilbab itu adalah kewajiban. Memang ada yang ngikut, dan akhirnya
> lepas jilbab. But that's their choice.
> 
> Saat ini Eropa sudah mengalami kemajuan. Hari raya Islam sudah mau
> diakomodasi menjadi hari libur nasional, atau setidaknya bagi umat
> Islam. Berbeda dengan di Indonesia, yang mayoritas Islam, tapi umat
> lain diberi hari libur tanpa kesulitan.
>

 

Kirim email ke