Bukan saja biodiesel , tetapi juga hutan industri [industrial forest] mengancam 
 eksistensi orang hutan.  Yang dimaksudkan dengan hutan industri  ini ialah 
dibuat hutan baru dengan  ditanami dengan pohon-pohon ecalyptus. Hutan 
ecalyptus  samasekali tidak ada faedahnya bagi orang utan, terkecuali Koala. 
Selain itu ecalyptus  mempunyai faktor yang tidak menguntungkan  kesuburan  dan 
kelembaban tanah,  dan juga tidak ada faedahnya bagi penduduk yang berdiam di 
sekitar hutan tsb.. Hutan bagi penduduk desa untuk berburu atau mengambil 
buah-buahan  dan sayur-sayuran yang dapat dimakan atau keperluan lain bagi 
kehidupan penduduk desa. 

Beberapa tahun lalu diadakan dua seminar berkarakter protes terhadap rencana 
diadakan hutan industri  seluas 4.000 km2 di Kalimantan. Maksud hutan industri 
ini untuk bahan bakau pabrik kertas. 

Seminar ini diadakan di dua universitas, yaitu Universitas Helsinki 
[Finlandia]dan Universitas Stockholm [Stockholm]. Diadakan seminar karena 
perusahaan Finlandia dan Swedia direncanakan menjadi suppliers alat-alat 
perlengkapan pembuat hutan. Wahli Jakarta kirim seorang pengacara untuk seminar 
tsb. Peserta seminar terdiri dari wakil-wakil perusahaan, pemerintah, KBRI dan 
LSM kedua negeri.


  ----- Original Message ----- 
  From: Hardi Baktiantoro 
  To: [EMAIL PROTECTED] 
  Cc: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, June 25, 2007 11:23 AM
  Subject: [mediacare] Kebijakan Biodiesel Mengancam Orangutan



  Kebijakan Biodiesel Mengancam Orangutan 
  Kerusakan hutan akibat pembukaan perkebunan sawit lebih parah dari illegal 
logging. 
  Paradoks. Mungkin kata inilah yang seketika akan terlontar ketika melihat 
perkembangan pemanfaatan bahan bakar 
  nabati (BBN) atau biodiesel. Alih-alih menjadi solusi terbaik mengatasi 
kelangkaan bahan bakar minyak dan mengurangi 
  polusi udara, biodiesel justeru menjadi pemicu rusaknya hutan dan pembantaian 
orang utan. 
  Ide pemanfaatan biodiesel dilatari makin menipisnya persediaan minyak bumi. 
Kebutuhan minyak tanah maupun solar 
  dunia mencapai 2.487 juta ton per tahun. Indonesia sendiri butuh 42 juta 
kiloliter BBM setiap tahunnya. Kebutuhan itu 
  tiap tahun meningkat pesat. Tak heran jika Menteri Pemberdayaan Energi dan 
Sumber Daya Mineral, Purnomo 
  Yusgiantoro, memperkirakan persediaan minyak bumi Indonesia mungkin hanya 
bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 
  tahun dan batubara 50 tahun lagi. 
  Kondisi inilah yang kemudian menjadi salah salah satu pertimbangan keluarnya 
Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang 
  Pemasyarakatan dan Penggunaan Bahan Bakar Nabati melalui gerakan penghematan 
penggunaan bahan bakar energi 
  fosil. Inpres ini berimplikasi terhadap meningkatnya upaya pengembangan dan 
penelitian, produksi dan penggunaan 
  bahan bakar bersumber dari lemak tumbuhan. Salah satunya biodiesel dari 
kelapa sawit. 
  Kebijakan ini mengakibatkan jutaan hektar hutan disulap menjadi perkebunan 
kelapa sawit. Berdasar data Centre for 
  Orangutan Protection (COP), sepanjang Mei 2005 saja, Pemda Kalimantan Tengah 
telah memberikan izin prinsip dan 
  arahan lokasi perkebunan baru seluas 3.624.564 hektar. Angka ini meningkat 
pesat menjadi 4,3 juta hektar pada akhir 
  2006 untuk 254 perusahaan. 
  Sebagaimana umumnya satwa liar, menurut Direktor COP, Hardi Baktiantoro, 
tingkat ketergantungan orangutan akan 
  hutan sangatlah tinggi. Satwa yang habitat hidupnya (di seluruh dunia) hanya 
bisa ditemui di hutan Kalimantan dan 
  sebagian di selatan Sumatera ini, sangat bergantung pada buah-buahan dan 
sejumlah pohon hutan. Penebangan hutan 
  tak hanya membuat mereka kehilangan habitat hidup tapi juga sumber makanan.   
  Ketika habitatnya rusak, orangutan bakal merambah perkebunan dan memakan 
tunas daun kelapa sawit. `'Sebenarnya 
  tunas muda kelapa sawit bukan makanan mereka. Tapi ketika sumber makanan 
utama sudah tidak mereka temukan lagi 
  di hutan, akhirnya mereka survive memakan itu,'' ungkap Hardi. 
  Malangnya, ketika orangutan masuk perkebunan, mereka menjadi musuh manusia. 
Mereka dianggap hama sehingga 
  dengan cara apapun, mereka akan dimusnahkan. 
  Pada 2006, tim penyelamat dari Departemen Kehutanan dan Pusat Reintroduksi 
Orangutan Nyarumenteng berhasil 
  menyelamatkan 368 orangutan. Sebagian besar diselamatkan dari perkebunan 
sawit. Jumlah ini belum seberapa, 
  mengingat diperkirakan ada 1.500 ekor orangutan yang tidak terselamatkan. 
  Temuan COP menyebutkan, pekerja perkebunan sawit kerap menyiksa orangutan 
hingga mati. `'Mereka juga mengaku 
  sering memakan orangutan atau membakarnya,'' kata Hardi kepada Republika.   
  Koordinator Save Our Borneo, Nordin, menyebut bahwa kerusakan hutan akibat 
pembukaan perkebunan sawit, lebih 
  parah dibanding illegal logging. Dalam kasus illegal logging, kayu hutan yang 
dicuri hanya jenis dan ukuran tertentu saja. 
  Tapi dalam pembukaan perkebunan, semua pohon ditumbangkan dan diganti tanaman 
sawit. 
  Indonesia, kata Nordin, berambisi menyaingi Malaysia, sebagai negara 
penghasil sawit terbesar. Ambisi ini disusul 
  kebijakan kemudahan membuka lahan, dengan keluarnya UU Perkebunan maupun UU 
Penanaman modal. Otonomi 
  daerah juga memperparah kerusakan hutann. Demi mengejar pendapatan asli 
daerah (PAD), pemerintah daerah 
  berlomba menerbitkan izin membuka hutan untuk perkebunan sawit. 
  Di lapangan, kata Hardi, terjadi akal-akalan menyiasati kebijakan pembukaan 
lahann. Izin perkebunan sawit di atas 13 
  ribu hektar harus ke Menteri Pertanian. Seperti tak kurang akal, para pemodal 
memecah-mecah perizinan sehingga 
  prosedur perizinan cukup di tingkat kepala daerah saja. Menyelamatkan 
lingkungan dengan menggiatkan BBN 
  nampaknya hanya akan menjadi jargon saja. Saat ini, sekitar 1.500-1.600 ekor 
orangutan di Kabupaten Katingan 
  maupun Seruyan, sedang tersudut oleh aktivitas pembukaan hutan.   
  Ini, bukan berarti pemerintah harus membatalkan kebijakan penggunaan biodisel 
melainkan menyertai kebijakan itu 
  dengan upaya penyelamatan lingkungan.   
  Fakta Angka 
  4,3 Juta Hektar 
  Areal hutan di Kalteng yang diizinkan untuk perkebunan sawit pada 2006. (dwo 
)   
  Sumber : Republika, 22 Mei 2007 


  HARDI BAKTIANTORO
  CENTRE FOR ORANGUTAN PROTECTION
  PO.BOX 2406 JKP 10024
  JAKARTA - INDONESIA
  [EMAIL PROTECTED]
  www.orangutanprotection.com







   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.9.6/865 - Release Date: 6/24/2007 8:33 
AM

Kirim email ke