Tampaknya seperti menuduh bahwa islam mengajarkan kekerasan dan kejahatan. Tak apalah, forum ini bebas berpendapat, tak dilarang mau tulis apa saja, asal bertanggungjawab. Paling tidak, sejarah dunia mencatat bahwa yg menjajah dan menindas tidak ada yg berasal dari kerajaan atau negara yg beragamakan Islam.
salam jujur santo ----- Pesan Asli ---- Dari: Sunny <[EMAIL PROTECTED]> Kepada: [EMAIL PROTECTED] Terkirim: Senin, 25 Juni, 2007 3:44:55 Topik: [mediacare] Terorisme Tak Terkait Ajaran Agama Refleksi: Apakah Amrosi cs yang telah dihukum bukan karena perbuatan teror? Apakah ucapan-ucapan mereka bertiak di pengadilan tidak dikaitkan dengan agama? Sama halnya dengan perbuatan Laskar Jihad Sunnah Wal Jamaah, MMI. FPI etc yang main hantam kromo tidak ada kaitan dengan agama, tetapi berlambang saytan bin iblis? Kalau apa yang diteriakan mencemarkan agama mengapa tidak ditegur atau dilarang? http://www.suarapem baruan.com/ News/2007/ 06/25/index. html SUARA PEMBARUAN DAILY Terorisme Tak Terkait Ajaran Agama Asumsi bahwa terorisme sepenuhnya merupakan fenomena agama, sudah tidak bisa dipertahankan. Demikian juga pandangan seolah-olah agama adalah pendorong terorisme, harus dikritik. Sebab, tidak semua fenomena kekerasan dan praktik intoleransi merupakan persoalan agama, melainkan sebagian besar persoalan politik. Demikian Muslim Abdurrahman, cendikiawan Muslim dari Muhammadiyah, dalam peluncuran hasil survei nasional tentang "Terorisme, Pesantren dan Toleransi Agama: Perspektif Kaum Muslim Indonesia." Survei ini merupakan hasil kerja sama The Wahid Institute dengan Indo Barometer, yang diluncurkan, Kamis (21/6) pekan lalu. Muslim mengatakan, persoalan paling penting dikaji saat ini bukan soal peran agama dalam memicu terorisme, tapi sejauh mana aparat keamanan dapat memotong aliran logistik kelompok terorisme. "Saya pikir pendekatan keamanan (security approach) oleh aparat Densus 88 untuk membasmi jaringan terorisme adalah lebih penting ketimbang membicarakan agama di pesantren," kata Muslim yang didampingi oleh Direktur The Wahid Institute, Yenny Zannuba Wahid. Sebab, menurut dia, seseorang yang mempelajari ayat-ayat di pesantren tidak otomatis akan menjadi teroris. Dalam survei nasional "Islam dan Terorisme", yang dilaksanakan bulan Mei 2007 terhadap 1.047 responden beragama Islam di 33 provinsi, dapat disimpulkan bahwa mayoritas umat Islam masih merasa terorisme sebagai ancaman nyata bagi Indonesia. "Mayoritas responden, yakni sebesar 53,8 persen, setuju bahwa terorisme berupa bom masih merupakan ancaman di Indonesia," ungkap Mohamad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer. Mayoritas komunitas Muslim sendiri menyatakan, ajaran Islam tidak membolehkan terorisme, kekerasan, bersikap keras terhadap orang beragama lain, atau bahkan memerangi kemaksiatan dengan kekerasan. Ini tercermin dari pandangan mayoritas responden, yakni 71,8 persen, tidak setuju bahwa terorisme ada hubungannya dengan agama tertentu. Namun, ada persentase kecil umat Islam yang menyetujuinya. "Ini menunjukkan ada orang- orang yang berpotensi direkrut sebagai pelaku kekerasan atas nama agama, baik milisi agama maupun teroris, karena pandangan keagamaan mereka yang membolehkan kekerasan," kata Qodari. Survei lebih jauh menunjukkan, mayoritas umat Islam berpendapat bahwa sikap keras terhadap agama lain tidak akan menguntungkan Islam. Sebanyak 96,2 persen responden tidak setuju bahwa ajaran Islam mengajarkan sikap keras pada orang non-Islam. Dari survei itu, kata Muslim Abdurrahman, terbukti bahwa secara mainstream, umat Islam tetap berwatak baik dan toleran. "Terorisme sebagian adalah masalah politik," kata mantan pengurus PP Muhammadiyah tersebut. Diungkapkan, setelah Perang Afghanistan berakhir, terjadi domestifikasi jihad. Mantan pejuang jihad yang tidak lagi berperang di Afghan, menyebar ke sejumlah wilayah seperti Mindanao, Malaysia, hingga Indonesia. Mereka mencari-cari tempat untuk mendomestifikasikan pengaruh jihad tersebut. Muslim mengatakan, apabila terorisme adalah benar-benar persoalan agama, seharusnya terorisme bisa diluruskan dengan paham agama pula. Tetapi ternyata hal itu tidak mudah dilakukan. Ada cluster-cluster jihad yang tidak bisa dijangkau semua orang. Persoalan yang lebih penting lagi, Jamaah Islamiyah (JI) bukan fenomena di Indonesia, tetapi merupakan bagian dari sisa-sisa perang Afghan. JI, misalnya, disebutkan membikin 12 pesantren di Indonesia. Tetapi, santri-santrinya sama sekali tidak diketahui oleh organisasi-organisa si Islam mainstream seperti NU dan Muhammadiyah. "Tahu-tahu saja Densus 88 nangkapin orang-orang seperti Abu Dujana," kata Muslim. [SP/Elly Burhaini Faizal] Last modified: 25/6/07 ________________________________________________________ Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! http://id.yahoo.com/