Khusus menanggapi soal '...siapa saja yang telah menerima beasiswa
Supersemar agar buka suara', bagi saya kalaupun buka suara tidak dalam
konteks untuk membela Soeharto tetapi sebatas menyampaikan bahwa pernah
menerima atau mendapatkan manfaat dari Yayasan Supersemar dan untuk bukti
pengusutan berapa total yang sudah disantunkan, berapa dana yang masuk, dan
berapa sisanya.
Pasalnya adalah bahwa apapun bentuk dan mekanismenya memberikan beasiswa
adalah kewajiban negara kepada rakyat, *bukan semata-mata jasa Soeharto*.
Siapapun yang memimpin negara ini *wajib merealisasikan tujuan negara* yang
antara lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memelihara orang miskin
dan orang terlantar.

*Yang perlu diterima kasihi adalah para perumus tujuan negara dan pendiri
bangsa*. Soeharto adalah salah satu yang kebetulan memimpin dan menyandang
kewajiban merealisasikannya. Adapun yang perlu diusut adalah apakah ada
penyimpangan penggunaan dana-dana tersebut. Soal ada realisasi yang benar
itu memang sudah seharusnya demikian, yang dipermasalahkan adalah apakah
semua dana itu benar dimanfaatkan untuk tujuan yang seharusnya ?

Kalaupun saya menerima santunan itu, saya juga tidak akan dengan serta merta
membela Soeharto, karena saya tidak pernah tahu berapa uang yang terkumpul
dan berapa yang disalurkan serta berapa sisanya. Dalam hal mekanisme yang
diciptakan sih setuju hanya saja seharusnya itu dituangkan dalam
undang-undang dan dibakukan serta dilembagakan termasuk ada mekanisme
kontrol dan management yang memadai, selanjutnya pengelolaannya bisa
diserahkan kepada kementrian yang berkaitan. Persoalannya kenapa hal itu
tidak dilakukan ????

Wassalam.


On 7/2/07, Sunny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

   http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/02/0901.htm


Tujuh Yayasan Soeharto
Oleh H. ROSIHAN ANWAR

*KEJAKSAAN Agung akan menggugat mantan Presiden Soeharto secara perdata ke
pengadilan, sebelum tanggal 27 Juli 2007, berkaitan dengan masalah Yayasan
Supersemar yang didirikan 1974.*

*Saya lalu ingat biografi "Soeharto" yang baru terbit ditulis dalam bahasa
Inggris oleh Retnowati Abdulgani-Knapp yang "menyelidiki debat sekitar
yayasan yang didirikan tatkala Soeharto berkuasa dan hubungannya dengan
konglomerat-konglomerat Indonesia dan keluarganya".*

*Ada tujuh yayasan. Yayasan Supersemar didirikan 16 Mei 1974 untuk
memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang pintar dari keluarga yang tidak
berada. Yayasan Trikora membantu para janda prajurit yang gugur dalam
operasi di Irian Barat. Yayasan Dharmais dibentuk 8 Agustus 1975 membantu
rumah yatim piatu, kaum invalid. Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila
didirikan 17 Februari 1982 membangun masjid-masjid. Yayasan Dana Abadi Karya
Bakti (Dakab) memberi kredit kepada usaha kecil dan menengah. Yayasan Dana
Gotong Royong Kemanusiaan membantu korban bencana alam. Yayasan Dana
Sejahtera Diri (Damandiri) didirikan 15 Januari 1996 bertujuan mengurangi
jumlah orang miskin.*

*Retnowati putri almarhum Dr. Roeslan Abdulgani jelas sekali memaparkan
tentang ketujuh yayasan tadi dengan sikap dan tujuan membela Soeharto,
menunjukkan bahwa yayasan-yayasan itu telah banyak berjasa memberikan
bantuan kepada berbagai pelapisan masyarakat, menandaskan bahwa tidak benar
Soeharto secara pribadi melakukan korupsi di situ, mengimbau agar
orang-orang yang pernah memperoleh manfaat dan keuntungan dari bantuan
yayasan, misalnya begitu banyak mahasiswa yang disantuni oleh Yayasan
Supersemar, setelah kini mereka "menjadi orang" dan berhasil dalam karier
mereka supaya tampil buka suara melakukan pembelaan terhadap Soeharto.
Retnowati tidak menyembunyikan sikap apologetisnya. Sesungguhnya raison
d'etre alias alasan keberadaan biografi yang ditulisnya itu adalah "in
defense of Soeharto", membela Soeharto, sesuatu yang merupakan hak baik
Retnowati.*

*Berbagai informasi disampaikan kepada kita. Dana-dana yang dikumpulkan
dari donasi (sumbangan) yang diberikan oleh para pengusaha atau yang
dipotong dari gaji pegawai negeri menurut persentase tertentu oleh Soeharto
disimpan di berbagai bank sebagai deposito. Yayasan menggunakan suku bunga
atau rente dari deposito itu untuk mengoperasionalkan yayasan-yayasan
sedangkan jumlah pokok tetap utuh. Dana abadi Yayasan Trikora berjumlah Rp
32,5 miliar dan didepositokan di tiga bank negara. Menurut Retnowati, dana
yayasan itu masih ada di bank.*

*"The Chinese conglomerates"*

*Apakah Kejaksaan Agung mampu melacak dana-dana atau harta kekayaan
ketujuh yayasan tersebut, berapa jumlahnya, dan dapatkah dikembalikan ke
dalam kas negara, hal itu masih merupakan pertanyaan besar? Lagi pula ada
sementara dana-dana itu yang telah dipergunakan untuk "keperluan bisnis"
anak-anak Soeharto, misalnya Tommy Soeharto dengan projek mobil nasionalnya
Timor, apakah ini dapat dibuktikan, dan bila terbukti bisakah uang yang
telah nyeleweng itu "diselamatkan"? Hal yang sangat diragukan. Saya amati
Soeharto semenjak menjabat sebagai Panglima Diponegoro di Jawa Tengah pada
pertengahan tahun 1950-an memang punya hobi bekerja secara "non-budgeter"
dan dengan itu menghindari akuntabilitas kepada birokrasi. Pada masa itu dia
sudah mendirikan yayasan-yayasan, menjalin kerja sama dengan
pengusaha-pengusaha Tionghoa seperti Lim Sieo Liong yang tinggal di Kudus
dan Mohammad "Bob" Hasan yang kelak jadi The Chinese conglomerates. Retnowati
Abdulgani menulis keterangan Presiden Soeharto "bahwa yayasan digunakan
sebagai sebuah cara menghindari bureaucratic red tape" (hal. 235) dan
bahwa "Presiden Soeharto, seorang pragmatis, telah menerima fakta adapun
potensi di dalam golongan minoritas Tionghoa bersifat lebih tinggi daripada
dalam golongan mayoritas pribumi" (hal. 231).*

*Tak dapat disangkal bahwa selama bertahun-tahun bekerja secara
"non-budgeter" menerima donasi-donasi bagi yayasan-yayasannya, Soeharto
telah berhasil mengumpulkan harta kekayaan yang luar biasa banyaknya yang
tiada seorang pun tahu persis berapa jumlahnya. Namun, Retnowati memberikan
informasi kepada kita dengan mengutip keterangan mantan PM Singapura Lee
Kuan Yew dalam bukunya From Third World to First, The Singapore Story
1965-2000. Lee Kuan Yew menulis "Harta kekayaan yang dimiliki Soeharto dan
keluarganya telah diinvestasikan di Indonesia. Wartawan Amerika yang telah
melaporkan dalam majalah Forbes bahwa keluarga Soeharto mempunyai aset 42
miliar dolar AS mengatakan kepada saya di New York bulan Oktober 1998 bahwa
sebagian besar dari kekayaan itu berada di Indonesia. Setelah krisis moneter
di Indonesia, dia (wartawan) memperkirakan bahwa kekayaan itu bernilai hanya
4 miliar dolar AS," ujar Lee Kuan Yew.*

*Pada kulit buku "Soeharto" tertera sebuah kutipan dari percakapan
Retnowati dengan Richard Webb, diplomat Inggris yang bertugas di Indonesia
(1998-2001) yang berkata "Jika bukan lantaran Pak Soeharto, Indonesia tidak
akan berada di mana dia dewasa ini atau memiliki prasarana yang dipunyainya.
Menyedihkan, adalah keserakahan anak-anaknya yang memicu kejatuhannya, tapi
dia telah meninggalkan sebuah warisan hebat bagi Indonesia dan rakyatnya."
Itu kata diplomat Inggris. Itu dikutip oleh Retnowati Abdulgani. Saya pikir
mari kita nantikan kerja Kejaksaan Agung yang hendak menggugat Soeharto
secara perdata di pengadilan.****

*Penulis*, *wartawan senior Indonesia*



Kirim email ke