----- Original Message ----- 
From: Trikoyo 
To: 
Sent: Sunday, July 08, 2007 3:40 AM
Subject: Cerita malam minggu. SI TUPON ANJING KAMI ..........SOGOK KEHILANGAN 
PAYUDARA GARA2 ANAK BABI.


Rumahku hampir kebanjiran lagi. hujannya tidak menentu.


 
CERDIG 070807

SI TUPON TIDAK BOLEH MENJADI ANJING GALAK
- Gara-gara menyusui anak babi, Sogok kehilangan payudaranya. 

Oleh : Tri Ramidjo



Pada hari-hari pertama si Tupon kami pelihara anjing itu sangat galak. Makan 
bersama hewan peliharaan kami yang lain Tupon pasti menyalak-nyalak dan mau 
menang sendiri. Sifat keanjingannya sangat kental dan kami tidak suka dengan 
sifat-sifat anjing yang sangat jelek itu. Galak, serakah, mau menang sendiri 
dan menjilat kepada tuannya.

Setiap hari si Tupon kami biasakan makan bersama dengan kucing, burung nuri, 
burung kakaktua, dan kasuari peliharaan kami. Setiap kali si Tupon 
menyalak-nyalak waktu makan kupingnya diselentik atau punggungnya disabet pelan 
dengan rotan yang disediakan ayahku.




Rokhmah adikku tidak suka dengan sikap ayahku yang menyakiti Tupon dengan 
rotan. 

"Kasihan" katanya. 

"Kan si Tupon masih kecil, jadi dia belum mengerti. Kalau diajari tanpa dipukul 
juga nanti lama-lama mengerti." Kata adikku.



Setiap makan sore adikku menunggui si Tupon makan bersama burung nuri, 
kakaktua, kucing dan kasuari. Kepala si Tupon dielus-elus adikku dengan lembut 
dan dibisikinya "Makan. Jangan berebut. Tupon anjing pintar, kan. Kalau rebutan 
nanti makanannya tumpah dan semua tidak kebagian, tapi kalau rukun semua bisa 
kenyang. Kalau perutmu kenyang, tidurnya bisa pulas dan nanti Tupon jadi gemuk 
dan sehat." Kata adikku.

Entah mengapa, anjing itu seakan-akan mengerti dan menuruti perintah-perintah 
adikku. Adikku ingin agar Tupon menjadi anjing pintar seperti Bruno anjing 
dalam cerita "On the beach" yang dilihatnya dalam buku pelajaran bahasa Inggris 
Royal Crown Reader, yang bisa menolong anak yang tenggelam di pantai.




Suatu malam ketika kami sedang duduk bersama belajar di meja besar, ada 
kunang-kunang yang masuk ke dalam rumah. Ayahku cepat bangkit dari duduknya dan 
ditangkapnya kunang-kunang itu. Ayahku mengepal-ngepal nasi dicampur sedikit 
daging ikan lalu dimasukkannya kunang-kunang-kunang itu ke dalam kepalan nasi. 
Di panggilnya si Tupon dan Tupon dengan lahap memakan kepalan nasi itu. Tentu 
saja kunng-kunang yang berada di kepalan nasi itu masuk ke dalam perut si Tupon.




"Pak, kenapa si Tupon diberi makan kunang-kunang?" Tanya adikku Rokhmah.

"Malam ini 'kan malam Jum'at Kliwon. Anjing yang diberi makan kunang-kunng yang 
masuk ke dalam rumah pada malam Jum't Kliwon, akan menjadi anjing yang pintar 
dan tidak menggonggong sembarang orang. Anjing itu akan mengerti siapa yang 
punya niat jahat dan dia akan menggonggong orang tersebut walaupun orang itu 
sudah dikenalnya. Itu menurut kata kakekmu. Dan si Tupon harus diberi makan 
kunang-kunang sedikitnya tiga kali malam Jum'at di mulai dari malam Jum'at 
Kliwon. Jadi malam Jum'at minggu depan kalau ada kunang-kunang yang masuk ke 
dalam rumah, kita tangksp lagi dan diberikan kepada si Tupon." Jawab ayah.




"Aneh, Itu 'kan takhyul ya. Apa benar begitu. Tapi biarlah kalau itu ajaran 
kakek. Apa salahnya kita coba. Kalau Tupon jadi anjing yang pintar 'kan baik." 
demikian gumam adikku kepadaku. 




Aku sendiri juga kurang percaya mendengar penjelasan ayahku tentang 
kunang-kunang itu. Tapi karena ayahku yang berbicara demikian kami seorang pun 
tak ada yang membantah. Ya lihat saja nanti bagaimana buktinya. Kami anak-anak 
memang sudah terbiasa mendengar apa yang dikatakan orang tua kami. Kami sudah 
terbiasa mendengarkan kata-kata penjelasan orang lain dengan baik dan tidak 
membantah, kecuali kalau memang bisa memberi bantahan dengan argumentasi yang 
meyakinkan. 




Ayahku memang selalu memberikan nasihat, bahwa segala sesuatunya harus dilihat 
dulu dengan jelas, difikirkan baik-baik dan kemudian baru meyakininya. Bahasa 
Arabnya kata ayahku : Ainul yakin kemudian ilmul yakin dan barulah menjadi 
hakkul yakin. Lihat jelas-jelas, resapkan dalam fikiran dan timbang-timbang 
dulu dengan fikiran yang jernih dan barulah meyakininya bahwa hasil penglihatan 
yang telah difikirkan itu benar-benar diyakini sebagai suatu kebenaran. Jangan 
sekali-kali membantah asal bunyi atau asal bantah saja, supaya apa yang kita 
ucapkan tidak keliru dan menjadi bahan tertawaan orang lain. 




Dua bulan kemudian sifat dan perangfai anjing kami si Tupon memang agak 
berubah. Siapa saja yang datang ke rumah kami baik orang yang sudah dikenalnya 
atau pun belum, si Tupon tidak menyalak. Dia mengerti orang yang suka anjing 
atau yang tidak. Kepada orang yang suka anjing walaupun baru pertama kali 
datang ke rumah kami si Tupon jongkok di depan orang itu sambil 
mengibas-ngibaskan ekornya dan ketika dielus-elus kepalanya dia diam saja.




Temanku Rusdi juga memelihara seekor anjing berwarna coklat. Anjing Rusdi 
sangat galak dan siapa saja pasti digonggongnya. Rusdi temanku itu heran kok 
anjing kami si Tupon tidak suka menggonggong.




Suatu hari Rusdi temanku itu ingin mencoba kepintaran anjing kami si Tupon. 
Hampir setiap hari Rusdi pasti main ke rumah kami dan juga sering makan di 
rumah kami. Sudah menjadi kebiasaan kami anak-anak Digul kalau bermain di rumah 
teman siapa saja, kalau bertepatan dengan waktu makan siang misalnya pasti 
diajak makan bersama. Aku sendiri pun sering makan di rumah Rusdi atau di rumah 
teman lainnya. Misalnya kalau aku bermain di rumah mas Supadmoyo, ibu Hardjo 
Prawito pasti bertanya "sudah makan belum. Kalau belum makan, makan dulu, baru 
boleh main layangan. Tidak boleh lupa makan, sebab kalau perut tidak diisi dan 
main terus jadinya masuk angin. Kalau sakit dan sampai di opname di rumah 
sakit, pelajaran sekolahnya ketinggalan, 'kan. Waktu main harus main sepuasnya, 
tapi waktu belajar juga harus belajar sungguh-sungguh. Pokoknya semuanya harus 
sungguh-sungguh tidak boleh sambil-sambilan".




Semua ibu-ibu dan bapak-bapak di Digul menganggap anak orang lain sebagai 
anaknya sendiri dan tidak membeda-bedakan. Kalau ada anak yang agak nakal siapa 
saja orang tua oom-oom atau tante-tante kami di Digul tidak segan-segan menegur 
anak yang nakal dan tidak ada orang tua yang marah karena anaknya mendapat 
teguran orang lain.




Boleh dikatakan hampir tidak ada Anak-anak Digul yang saling berkelahi. Kalau 
ada yang berkelahi malahan ramai-ramai disuruh adu gulat di lapangan dan 
dittonton beramai-ramai dan sesudah selesai ada yang menang dan yang kalah 
mereka saling bersalaman dan berbaikan kembali dan bermain bersama kembali. Adu 
gulat tidak boleh jotosan main tinju dan tidak boleh melukai atau menyakiti 
yang lain, hanya adu gulat bantingan. 




Dan bagaimana dengan anak-anak peremuan? Anak perempuan biasanya tidak 
berkelahi atau saling cakar-cakaran atau saling jambak (menarik rambut). 
Biasanya anak perempuan kalau bermusuhan tidak saling tegur atau namanya 
jotakan. Kadang-kadang ada yang jotakan sampai seminggu dan kadang-kadang 
lebih. Tapi kalau ketahuan teman lainnya tertuma teman yang lebih tua, mereka 
segera didamaikan. 




Begitulah masyarakat anak-anak digul yang lebih suka hidup damai dan bergotong 
royong daripada saling bertengkar dan bermusuhan.




Kembali kepada cerita anjing kami si Tupon dengan temanku Rusdi.

Suatu sore hampir magrib suasana rumah kami agak sepi. Ayahku dan abangku 
Darsono sejak matahari condong ke barat telah berangkat ke sungai Digul siap 
dengan 2 jala ikan dan jala udang serta pancing rawe dan pancing tajur, umpan 
udang dll. Ayahku dan abangku Darsono akan menangkap ikan semalam suntuk di 
sungai Dgul dan besok pagi baru kembali.




Melihat suasana rumah yang sepi itu, Rusdi mengendap-endap di samping rumah. Di 
samping rumah ada dua pohon cabai yang sangat rimbun dan buah cabenya 
merah-merah. Dengan memegang bakul kecil dipetiknya buah cabe yang merah-merah 
dimasukkannya ke dalam bakul kecil itu. 




Tengah asyik memetik cabe si Tupon datang menyandernya dan menggigit celana 
Rusdi. Rusdi berteriak-teriak memanggilku. Aku segera keluar dan si tupon 
kusuruh melepaskan gigitannya. Walaupun gigitan pada celana Rusdi sudah 
dilepaskan tapi si Tupon masih juga menyalak. Bakul kecil berisi cabe di tangan 
Rusdi segera kuambil dan barulah si Tupon berhenti menyalak. 




Rupanya si Tupon tahu betul, bahwa barang milik rumah kami tak boleh diambil 
siapa pun tanpa seizin kami. 




Rusdi kami ajak masuk ke rumah tapi si Tupon masih juga menggeram. Dipangil 
Rusdi si Tupon tidak mau mendekat dan tetap menggeram. Si Tupon kupanggil dan 
kuelus-elus kepalanya dan Rusdi kurangkul. Aku berbisik kepada Tupon "Tupon, 
Rusdi ini temanku dan dia tidak mencuri lagi. Cabenya sudah dikembalikan" 
kataku kepada si Tupon. 




Si Tupon lalu pergi ke bawah meja selonjor di sana.

Sekarang Rusdi temanku percaya, bahwa anjing kami si Tupon benar-benar mengerti 
orang yang berniat jahat.




Ketika ada ular kaki empat yang sangat berbisa masuk ke rumah si Tupun juga 
menyalak-nyalak. Ular itu bersembunyi di bawah amben tempat tidur. Ular itu 
kemudian ditaburi garam oleh ayahku, kemudian ditangkap dan dilepaskan ke 
semak-semak pakis di tepi kali kecil agak jauh dari rumah kami.




"Mengapa ular itu tidak dibunuh saja?" Tanya adikku.

"Tidak boleh membunuh binatang yang tidak mengganggu kita. Dia mungkin mencari 
anaknya dan tersesat di rumah kita. Karena itu bapak antarkan pulang ke 
rumahnya. Kasihan anaknya 'kan kalau induknya dibunuh?" Jawab ayahku. 




ORANG KAYA-KAYA.




Suatu hari di panas terik matahari bersinar terang rombongan kaya-kaya 
(penduduk asli Papua kami menyebutnya orang kaya-kaya) suku Jahe, datang 
memasuki kampung kami, kampung "B".




Kuhitung rombongan orang kaya-kaya itu. Ada 25 orang lebih laki-laki, 
perempuan, dan juga anak-anak. Yang laki-laki telanjang bulat hanya alat 
vitalnya dimasukkan bamboo atau cangkang (bekas rumah) keong laut dan wanitanya 
bagian bawah tubuhnya memakai semacam onder-rok terbuat dari tumput mendong, 
dan kalau berjalan rok dari rumput mendong itu bergoyang-goyang, byuk-byuk-byuk 
bunyinya. Aku ketika masih kanak-kanak menganggap rok rumput mendong itu sangat 
indah lebih indah daripada rok yang dipakai kakakku. 




Orang kaya-kaya itu membawa sagu, burung nuri, burung kakak tua dll untuk 
ditukar dengan garam, pisau atau apa saja menurut keinginan apa yang mereka 
perlukan Ibuku menukar garam dengan sebongkah sagu. Orang kaya-kaya itu merasa 
senang mendapat garam dan ibuku juga senang mendapat sagu walaupun sagu itu 
masih sangat kotor. Sagu itu nantinya akan dicuci bersih oleh ibuku, kemudan 
disaring dan diendapkan dan tepung sagunya yang sudah diendapksn itu diambil 
dengan cara membuang arnya. Kemudian dijemur kering dan disimpan dalam kaleng 
bekas minyak kepala. Nah dengan sagu yang sudah putih bersih itu bisa dibuat 
bermacam masakan kue, ender-ender, ongol-ongol atau apa saja yang rasanya cukup 
enak menurut anak-anak Digul, anak orang buangan yang terasing dari dunia ramai.




Melihat temannya berhasil menukar sagu dengan garam orang kaya-kaya yang lan 
berdatangan minta anak kasuarinya dutukar dengan pisau. Ibuku berkata, bahwa 
kami sudah punya kasuari dan ibuku memanbggil kasuari kami. "Ri-ri-ri-ri" 
panggil ibuku, dan sebentar kemudian berlarilah kasuari peliharaan kami dari 
arah kebun singkong sebelah selatan rumah kami.




Orang kaya-kaya itu terheran-heran melihat kasuari kami yang bsa dipanggil. 
Tawarkanlah kasuarimu kepada orang lain yabng belum punya kasuari. Kita tidak 
boleh memiliki barang lebih banyak kalau orang lain tidak punya. Kalau saya 
memelihara lagi dan orang lain belum punya, itu namanya serakah dan kita tidak 
boleh serakah. Tuhan akan marah kalau kita serakah. Dan honghi (setan) pasti 
mendatangi dan mengganggu kita.

Kita harus rukun dan tolong menolong." Demikianlah kata ibuku menggurui orang 
kaya-kaya itu.




Kelihatannya orang kaya-kaya itu senang mendengarkan sesorah ibuku. Seorang 
kaya-kaya wanita yang sedang menyusui anak babi menghampiri ibuku sambil 
berkata "ibu komunis baik, ibu komunis baik", ulangnya berkali-kali meyakinkan 
teman-temannya dan memuji ibuku orang baik. "Ya, semua ibu komunis baik" kata 
yang lain.




Wanita kaya-kaya itu baru saja menikah. Karena belum memnpunyai anak katanya 
harus belajar meneteki jadi anak babi itu disuruhnya menetek. Wanita kaya-kaya 
tidak menutupi bagian atas badannya, jadi tentu saja payudaranya kelihatan dan 
siapa saja boleh melihatnya dengan bebas. Jadi telanjang dada yang sering kita 
lihat di tayangan TV sekarang ini pun kukira mencontoih orang kaya-kaya 
penduduk asli Papua di tahun-tahun 1940an itu

Tapi karena katanya Indonesia sudah bebas buta huruf, tentu penduduk asl Papua 
pun sudah mengenakan pakaian seperti kita dan tentu suydah merasa malu untuk 
bertelanjang dada.




Aku terkejut ketika orang menepuk bahuku. Aku menoleh ke belakang. Ibuku 
berdiri di belkangku. "He, Tri. Jangan samakan tayangan wanita-wanita cantik di 
TV dengan orang kaya-kaya. Wanita-wanita di tayangan TV itu bukan pamerkan 
payudaranya untuk dilihat, tapi memperdagangkan daging kenyal untuk di ... 
Hidung belang. Tahu kan bedanya orang kaya-kaya dengan wanita cantik di TV." 
Ibuku rupanya kurang suka aku menulis soal wanita kaya-kaya sebab ibuku sendiri 
juga wanita. Tapi aku takut juga ditegur ibuku. Selama ini tak pernah aku 
ditegur ibuku dalam khayalanku. Yang berperan menegur dalam lamunan biasanya 
hanya ayahku.




Kembali ke cerita rombongan orang kaya-kaya yang datang ke kampung kami kampung 
"B". Dua minggu kemudian wanita muda kaya-kaya suku Jahe yang dua minggu lalu 
datang ke rumah kami menyusui anak babi, datang lagi ke rumah kami tanpa 
membawa anak babinya. Dia datang bersama suaminya. Suaminya bernama Aningkop 
dan isterinya namanys Sogok.




Wanita itu bercerita kepada ibu saya. 

"Ibu komunis, ibu komunis" Katanya.

"Sebaiknya jangan panggil saya ibu komunis. Nama saya ibu Suro. Jadi panggil 
saya ibu Suro, ya." Kata ibuku. 

"Ya ibu Suro. Anak babi itu nakal. Dia gigit tetek saya. Sekarang tetek saya 
sakit." Katanya.

Ibuku melihat tetek si Sogok yang sebelah kiri. Benar ada luka dan bengkak.

Kebetulan di rumah kami ada oom Darsono. Apakah sudah pernah kuceritakan ya, 
oom Darsono yang bertubuh kecil dan sangat berani itu? Oom Darsono inilah yang 
pernah kuceritakan entah di cerita yang mana aku lupa. Oom Darsono inilah yang 
menunggangi buaya dan membunuhnya karena buaya itu memangsa mbah Mangunatmodjo 
(berasal dari Solo) yang sedang mandi di sungai Digul pada 08 April 1928. 
Serdadu-serdadu KNIL tidak berhasil membunuh buaya ganas itu dengan peluru 
karabennya tapi oom Darsono dengan berani menunggangi buaya dan dibawa buaya 
timbul tenggelam dan hanya dengan sebilah pisau belati berhasil mengalahkan 
buaya itu sehingga mbah Mangun yang telah meninggal bisa dilepaskan dari gigi 
tajam buaya kuning yang ganas itu.




Kembali ke cerita si Sogok yang teteknya digigit anak babi. Oom Darsono 
bertanya jawab dulu dengan suami si Sgok, maukah bersama-sama perg ke rumah 
sakit supaya bisa diobati oleh dokter. Aningkop takut kepada dokter Belanda 
sebab dia tidak sama dengan bapak komunis. Bapak komunis semua baik tapi apa 
dokter itu juga baik?

Setelah diyaknkan, bahwa hanya dokter yang bisa mengobati maka pergilah mereka 
bertiga (oom Darsono, Aningkop dan Sogok) ke rumah sakit satu-satunya yang ada 
di Tanah Merah Boven Digul yaitu rumah sakit WILHELMINA ZIEKEN HUIS.




Hari itu juga Sogok diopname di rumah sakit. Aningkop tidak mau menunggu 
isterinya karena ada pekerjaan lain katanya. 

Nah dalam keadaan demam dan panas tinggi Sogok terbaring di tempat tidur 
sendirian. Setelah diperiksa dokter, dokter mengatakan, bahwa payudaranya harus 
dipotong (dibuang) sebab kalau tidak akan sangat membahayakan. Besok akan 
dioperasi, kata dokter.




Keesokan harinya di tempat tidur Sogok terlihat kosong. Mantri rumah sakit yang 
akan menimbang panas badannya mencarinya kesana kemari tapi tidak diketemukan.

Sesudah dua hari Sogok menghilang, dia kembali lagi ke rumah sakit. Ke mana dia 
pergi? Rupanya karena sangat setia kepada suaminya, dia pulang ke kampungnya di 
kampung suku Jahe. Sogok minta izin kepoada suaminya Aningkop bolehkah sebelah 
teteknya dihilangkan. Rupanya suaminya merelakan dan mengizinkannya, maka 
kembalilah Sogok ke rumah sakit.




Dokter Belanda itu dengan cepat melakukan operasi dan operasinya berhasil. 
Penyakit tetanus yang hampir merenggut nyawa Sogok bisa diperangi oleh dokter 
Van Alderen itu. Kami anak-anak Digul ketika sore hari antri minum pil kinine 
menyempatkan diri melihat potongan payudara Sogok yang ditempatkan di sebuah 
stopfles besar yang telah diberi obat dalam ruangan khusus - maaf aku lupa apa 
nama ruangan untuk memeriksa penyakut - apa ya namanya - o ya, aku ingat 
sekarang mungkin ruangan labolatorium.**




Tangerang, Minggu Legi 08 Juli 2007.

Reply via email to