http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=293543
Senin, 09 Juli 2007, Banteng-Beringin Bersekongkol Perketat Syarat Bentuk Parpol dan Peserta Pemilu JAKARTA - Parpol-parpol baru di Indonesia yang akan mengadu nasib pada Pemilu 2009 harus banting tulang. Mereka harus menghadapi persekongkolan dua partai raksasa, PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar. Ada apa? Golkar dan PDIP saat ini diduga main mata untuk memperketat persyaratan pembentukan parpol dan peserta pemilu. Caranya adalah memperbesar batasan keterwakilan kepengurusan parpol, baik di level provinsi, kabupaten, maupun kota. "Pendirian parpol memang dijamin konstitusi. Tapi, mereka juga punya tanggung jawab terhadap publik. Jadi, cakupan areanya harus jelas," kata Ketua Pansus RUU Parpol Ganjar Pranowo kemarin. Anggota DPR asal PDIP itu mengaku, partainya saat ini sangat mendukung gagasan untuk menaikkan batasan jumlah kepengurusan dalam pembentukan parpol baru. "Persentasenya bisa naik menjadi 75 persen di level provinsi dan 75 persen di level kabupaten atau kota," ujarnya. Saat ini, UU No 31/2002 tentang Partai Politik mengatur bahwa parpol baru harus mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50 persen di antara jumlah provinsi dan 50 persen di antara jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi tersebut. Dengan memiliki sebaran kepengurusan yang lebih banyak, ungkap dia, parpol-parpol memiliki kesiapan yang lebih optimal untuk melakukan intermediasi dan pendidikan politik kepada rakyat. "Jadi, inti semangatnya adalah setiap partai harus mempunyai outlet yang banyak," tegasnya. Konsekuensinya, lanjut Ganjar, rakyat bisa menyampaikan aspirasi, pendapat, dan kritik melalui partai yang dipercayainya. Hal itu harus dilakukan, meski partai tersebut tidak berhasil meraih kursi atau dominan di daerah bersangkutan. Menurut dia, sekalipun PDIP tidak meraih kursi di Aceh, PDIP tetap harus mempunyai perwakilan di provinsi yang bergelar Serambi Makkah itu. Begitu juga, lanjut dia, PKB yang kebetulan dominan di Jatim. PKB juga harus punya perwakilan kepengurusan di provinsi-provinsi lainnya. Ganjar menyampaikan, setiap parpol mengemban tanggung jawab terhadap publik. Karena itu, pendirian parpol-parpol baru harus fair dan benar-benar berpijak pada aspirasi rakyat. "Jangan sampai ada parpol baru yang kantornya nggak jelas dan berpikiran dapat suara syukur, nggak dapat yang sudah," ujarnya. Tak hanya mendorong pengetatan persyaratan pembentukan parpol, Ganjar juga mendukung peningkatan batasan minimal kepengurusan parpol sebagai persyaratan untuk mengikuti pemilu. Bahkan, dia mengusulkan mencapai seratus persen keterwakilan di level provinsi. "Masak jumlah segitu saja tidak bisa dipenuhi. Ini tentang kesungguhan partai kalau memang serius mau ikut pemilu," tandasnya. Dihubungi terpisah, Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan, persyaratan bagi parpol untuk mengikuti pemilu memang harus ditingkatkan. Tapi, tidak perlu mencapai seratus persen kepengurusan di level provinsi. "Kalau sampai seratus persen, namanya bukan lagi persyaratan," kata tokoh Partai Golkar itu. UU No 12/2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur bahwa syarat parpol untuk menjadi peserta pemilu harus memiliki kepengurusan minimal di 2/3 provinsi dan 2/3 kabupaten/kota. Menurut Ferry, batasan tersebut cukup dinaikkan menjadi 75 persen provinsi dan 75 persen kabupaten/kota. "Tetap ada penambahan, tapi cukup menjadi 75 persen atau tiga perempat saja," ujarnya. Adanya kelonggaran dengan tidak mencapai seratus persen tersebut tak lain untuk mengantisipasi partai-partai yang sudah lama berdiri, namun kebetulan tengah dihantam masalah di provinsi-provinsi tertentu. Selain itu, jelas Ferry, proses pemekaran provinsi yang terus berlangsung di Indonesia juga harus diperhatikan. "Kalau dipaksakan seratus persen, tentunya banyak parpol yang tidak bisa ikut pemilu," tegasnya. (pri)