Para politisi Senayan jangan bersembunyi di balik jas mereka jika ada masalah seperti ini. Mereka harus turun berdemo, singsingkan lengan jas, singkirkan jam-jam Rolex (agar tidak dicopet oleh demonstran/pekerja yang terkena PHK), parkirkan agak jauh Mercy atau Jaguar mereka yang berlogo wakil rakyat itu biar jangan bonyok jika ada baku-hantam dengan petugas. Mereka harus berpadu dengan pekerja: Demo!
Ini masalah konstituen mereka. Jika 15 ribu orang terancam menganggur, maka orang-orang yang terkait dengan mereka, yakni istri atau suami, anak-anak serta orang-orang yang bekerja untuk mereka akan kehilangan sumber makanan dan mungkin tempat berteduhnya. Karena jumlah orang per rumah-tangga cenderung semakin naik, maka diperkirakan rasio setiap rumah tangga sekarang ini beranggotakan 4,5 orang, dan kemudian orang-orang yang lain yang tergantung kepada buruh itu seperti pedagang-pedagang makanan dan kelontongan di sekitar pabrik, termasuk keluarga mereka katakanlah 0,5 per orang. Jadi orang-orang yang terkena dan terimbas sekitar 6 kali, sehingga dampak dari tindakan NIKE ini adalah 6 x 15 ribu = 90 ribu jiwa, atau 1/3 suara yang diperlukan oleh seorang anggota DPR. Saya duga kebanyakan dari karyawan NIKE adalah anggota PKS dan PDI-P. Simpatisasn Partai Golkar tidak di pabrik, tetapi di birokrasi. Oleh sebab itu kedua partai ini harus melakukan demo, bukan berpangku tangan. Demo kedua partai ini adalah ke Kedubes Amerika. Demo politisi adalah agar pemerintah Amerika memberikan pengembalian pajak yang dikenakan kepada NIKE, sebab pemerintah Amerika tidak memberi kemudahan agar upah buruh di kontraktor NIKE bisa rendah, sebab tidak ada tunjangan-tunjangan dari pemerintah (kita) yang diterima buruh itu seperti layaknya setiap buruh di Amerika sana dari pemerintah (mereka). Di negara USA sana seorang buruh yang terkena PHK dapat memperoleh santunan pengangguran. Jadi pemerintah AS jangan memberikan pengembalian pajak berupa tunjangan PHK melalui NIKE atau kontraktor, tetapi langsung kepada buruh-buruh yang terkena PHK. Nah, tanpa demo politisi di depan Kedubes AS, tak ada keadilan. Betul engga para Mediacare Taker? --- Hafsah Salim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > "RM Danardono HADINOTO" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Celakanya, perusahaan perusahaan di Indonesia > harus bersaing ketat > > dengan negara-negara yang ketat dalam cost > calculation: RRC, Vietnam > > dll. Disini, di Eropa, juga tak dikenal istirahat > diluar waktu > > istirahat, itupun dihitung tepat, time is money. > Herannya, jutaan > > pekerja migran dari Turki dan negara negara > Muslim, termasuk > > Indonesia disini tak ada yang protest tuh? Mereka > bekerja dengan > > rajinnya, seperti teman teman yang non Muslim. > Anggota staff saya > > yang Muslim, ada empat orang, Persia, Lebanon, > Turki dan Mesir, tak > > pernah yang shalat, bekerja non stop seperti > > yang lainnya. Perusahaan perusahaan Eropa juga > harus mati-matian > > berkalkulasi agar tak amblas ditelan RRC.. > > > > > > Betul, bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu > terlambat berpikir. > NANTI kalo semua investor sudah tak ada yang mau > investasi sama > sekali barulah dipikirkan untuk membuat UU larangan > bershalat disemua > pabrik, perusahaan dan kantor2. Namun tentunya > larangan itu sudah > terlambat dan negara ini mungkin sudah tenggelam > kedasar lautan. > > Berbeda dengan bangsa lainnya, mereka berjuang > sebelum amblas, > sedangkan Indonesia berjuang nanti setelah amblas. > Mungkiin begitu > caranya untuk mencari kambing hitam atau mengkambing > hitamkan Allah > bahwa semua memang sudah kehendaknya, manusia tak > perlu berusaha > karena Allah sudah memastikan. > > Ny. Muslim binti Muskitawati. > > > > > > > ____________________________________________________________________________________Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. http://tv.yahoo.com/