Cerpen pribadi. Usiaku baru saja 18, kerja serabutan kesana kemari utk menafkahi hidup sendiri, aku termasuk anak yg lahir bukan utk diayomi atau dilindungi, jadi keputusan utk terus hidup di tengah2 hiruk pikuk kehidupan ada dikedua tangan dan pundak ku, aku tak tau bagaimana cara menangis karena ketakutan, tidak mengerti utk berkeluh kesah, tidak pernah punya kesempatan utk merasakan pelukan erat yg menyejuk kan jiwa kecil ku yg kadang2 letih, hidup bagi ku saat itu bagikan moncong hewan yg menganga didepanku, memaksaku utk terus berusaha utk selamat walau dengan usaha sekeras apapun, aku hanya bisa menatap cemburu bila salah satu temanku dengan manjanya mengeluh pada orang tuanya " ohhh, saya perlu uang jajan yg lebih besar bu, sekarang saya udah remaja banyak keperluan "
sang orang tua pun merogoh kantongnya, teman2 ku begitu beruntung tidak harus hidup seperti ku yang semua keperluan hidup ini harus kukuras dengan keringatku. Suatu hari sahabat ku bertamu ketempatku, sebuah rumah papan kecil yg kusewa, " ayo dong ambil tawaran kerja di Revlon itu, saya jamin kamu pasti suka, Direkturnya orang menado, ganteng tapi bego..." kami tertawa..., Fatimah sudah 3 kali mengajak ku utk bekerja diperusahaan kosmetik yg berlokasi didaerah Jakarta timur ini. 3 Hari kemudian aku sudah memulai pekerjaanku sebagai Quality Control (QC) memang asyik juga bercengkrama dengan adonan2 kosmetik, mengolah dan membuat lipstik, mengaduk bahan utk bedak, cairan2 kimia dll...akupun akhirnya menyukai pekerjaan ini dan memutuskan utk pindah tempat bersama fatimah yg juga mengontrak rumah yg jauh lebih besar dan lebih baik didekat lokasi tempat kerja. Hari pertama dirumah baru ini, aku baru menyadari bahwa keperluan2 utk mandi tidak terbawa masih ditempat kontrakan lamaku, " Diujung dibelakang rumah ini ada warung besar menjual semua keperluan, jangan lupa tolong belikan juga gula dan kopi, saya gak bisa bangun pagi tanpa kopi " kata Fat. Akupun dengan masih memakai pijama mulai mencari letak warung tsb, celingak celinguk merasa asing dengan tempat baru, lalu seorang wanita yg sedang menyuapi balita nya digendongan menghampiri " cari apa dik ?" tanya nya ramah, " ahh..saya cari warung " jawab saya buru2 tersenyum " ahh..terus saja masuk gang kecil itu, warung ada disebelah kiri" "ah, terimakasih sekali" " ya sama sama, orang baru ya ?" " oh ya, maaf saya tidak bilang, nama saya Omie, tinggal dengan teman Fatimah dirumah ber cat hijau itu " Akupun mulai menelusuri gang kecil yg dimaksud, tanpa sadar kepalaku menoleh kearah kanan karena ada pintu rumah yg terbuka lebar, rumah yg terbuat dari bambu ini menarik perhatianku karena terlihat begitu kumuh dan gelap diantara rumah2 yg bertembok megah menghimpit disisi kiri kanan nya, rasa penasaranku akan semua hal2 yg mengusik keingin tahuan ku adalah penyakit, karena aku tak bisa begitu saja menepisnya, " bagaimana rumah kusam dan kumuh bisa berdiri ditengah2 rumah2 tembok yg bagus2 ini " pikirku, kenapa rumah reyot ini tidak dibongkar karena terlihat begitu ganjil...pertanyaan2 terus mengusik isi kepalaku, perlahan kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah yg terbuka lebar ini, mataku menangkap seorang wanita tua yg sangat kurus pucat tergeletak diatas balai kayu menatap ku dengan matanya yg cekung, mencoba untuk tersenyum..tetapi yg nampak adalah seringai lirih dibalik tulang2 pipinya yg menonjol...aku melihat kiri kanan mengharap ada yg lewat utk bertanya, aku mematung terus dipintu, ragu utk masuk walau ingin sekali mendekatinya, akhirnya kuberanikan utk menyapa " nama saya Omie....ibu sakit ?" wanita ini mengangguk lemah, tangan nya bergerak dibawah selimutnya yg kusam seakan ingin melambai menyuruhku masuk, " ibu sendirian ?" tanya ku lagi, kembali wanita ini mengangguk....aku mulai mendekatinya, aroma tak sedap segera menyerang hidungku, gubuk ini tak dimasuki sinar matahari, semua jendela ditutup, penuh debu dan wanita ini terbaring seperti mayat, aku menghela nafas, berdiri disisinya, mataku menerawang mencari sedikit informasi tentang situasi ini, tetapi hanya kesunyian hanya nafas si wanita malang ini yg terdengar lirih dan ter engah2....." siapa yg mengurus ibu ?" tanya ku "Ida..." jawabnya serak " siapa Ida? anak ? cucu? dimana Ida sekarang?" tanyaku beruntun "cucu ...Ida cucu, di Jakarta kerja..." Aku mulai memasuki ruang2 lain digubuk itu, memasuki ruang kamar yg hanya diisi kursi2 dan meja papan, tak ada makanan, tak ada minuman tak ada apa2 selain udara pengap dan kegelapan, sekilas kulihat ada bangkai2 kecoak dan serangga lain diujung....tenggorokan ku sangat sesak..Tuhan jangan biarkan aku menangis, aku harus membantu nya sebisaku....., " saya orang baru disini bu, nama saya Omie, saya bekerja di pabrik Revlon dekat sini, saya akan kewarung utk beli odol dan sabun, saya akan kembali kesini, saya janji....." aku menyentuh tanganya yg terasa sangat panas, mungkin dia demam atau memang karena sirkulasi tubuhnya yg sudah tak bagus akibat sakit yg kuduga sudah begitu lama dideritanya... Beberapa menit aku sudah kembali berada disisi wanita tua ini, kuletak kan susu Ultra dalam kemasan kardus, roti dan makanan2 kecil lain nya, " bisa kan ibu menyuapi sendiri?" tanyaku, si wanita tersenyum, kali ini tersenyum dan menatap ku lebih lama, mungkin dia mulai mempercayai keinginanku utk menolongnya, " terimakasih neng...." jawabnya, kusentuh pipinya " saya harus pergi kerja, saya akan kembali menengok lagi" janjiku Tiba dirumah Fat langsung ngomel " lama bener sih ?? pasti ketemu si Oding ya ?" tudingnya, " Oding? siapa Oding?" " tu perjaka tua yg kerjanya nongkrong terus diwarung godain cewe2" " gak ada Oding, yg ada cuman ibu2 tua yg sekarat didekat gang warung itu" " ohh bu Sukri, dia emang udah tahunan sakit, TBC dia, kamu jangan dekat2 dia, nular nanti" Fat mulai membuat kopi, " dia TBC dan sekarat, lalu warga harus tak perduli gitu ? siapa ketua RW disini?" " RW ? apa urusan nya? bu Sukri kan punya cucu si Ida, nah dia yg urus, tiap minggu dia pulang ngurusin neneknya" " Fat, kalian gak adil, seminggu sekali nge cek org yg lagi sekarat gitu ga cukup, itu tugas semua warga, memang ngerepotin, tapi itulah manusia, kita punya perasaan, apa kamu gak kasian liat bu Sukri gak berdaya begitu? gimana kalau bu Sukri itu ibu kamu sendiri?" Fat menatap ku, " kamu itu sukanya ngurusin urusan orang lain terus, bu Sukri itu orang terlama disini itu sebabnya tanahnya gak mau dijual ke org lain, dia keras kepala, kalau memang dia pengen duit buat berobat ya jual dong tanahnya...." Aku memasuki kamar mandi, percuma bersitegang sama teman yg juga keras kepala ini . Keesokan harinya aku menengok bu Sukri lagi, kubuka jendela2 rumahnya, matahari memasuki ruangan, kuganti posisi tidur bu Sukri, tulang punggunyg nya begitu kaku cukup sulit utk digerak kan, bu Sukri sudah tak memiliki otot lagi, semua hanya tulang2 rapuh dibalut kulit yg keriput dan pucat pasi, aku menggunakan saputangan penutup hidung selama duduk disisinya, menggantikan air minum nya yg sudah basi, kulihat ada cacing2 kecil yg bergerak didasar gelas minum nya, diam2 aku mengharap agar besok segera datang, karena besok adalah hari gajihan, dengan uang tsb aku akan belanja keperluan tidur bu Sukri, setidaknya bu Sukri bisa istirahat dnegan nyaman, aku yakin selimut dan alas kain yg membunkgus tubuh wanita malang ini sudah sangat kotor dan gatal karena sudah tercium dihidungku bau busuk yg menyengat. Hari itu aku belanja selimut, sarung bantal dan sprei utk bu Sukri, susu bubuk dan makanan2 lain nya juga, sebisaku aku mulai menggantikan kain2 yg sudah begitu penuh dengan kotoran dan air kencing ini, menyuapi bu Sukri dan bercerita ttg ibu kandungku yg juga menderita sekali karena penyakit dalam, tak lupa akupun cerita ttg ayah ku yg tak begitu lama mengisi hidupku, bercerita tentang impian2ku untuk bisa hidup dinegri yg indah, hoby ku musik, dan apa saja yg bisa kuceritakan utk mengisi kesepian yg menggigit dalam penantian, penantian akan tertutupnya pintu kehidupan bagi bu Sukri, suatu hari bu Sukri secara ter bata2 meminta ku untuk bernyanyi, sayang sekali aku tak tau lagu permintaan nya, lalu kunyanyikan saja lagu yg cukup manis utknya, bu Sukri seperti cukup terhibur karena semakin sering dia tersenyum dan menatapku dengan berjuta rasa syukurnya, sering aku mencoba sekuat tenaga utk tak menangis, betapa hebat dan kuatnya bu Sukri ini yg mampu mempertahankan tanah miliknya dari keangkuhan penguasa kota, serta menahan rasa sakit dan kepedihan penyakitnya seorang diri, ketika aku memotongi kuku2 jarinya yg sangat panjang, bu Sukri mencoba menyentuh tangan ku, tanpa berkata sepatahpun aku bisa membaca guratan rasa bahagia dimatanya, kurapihkan selimutnya " bu Sukri...saya sering merasa kesepian dan sakit juga, saya tidak punya siapapun utntuk berbagi, jadi saya mengerti penderitaan bathin dan jasmani bu Sukri, Tuhan tak pernah meninggalkan anaknya, DIA selalu mengawasi kita, DIA maha mengerti apa yg kita rasakan, biarlah DIA yg mengambil keputusan akan sisa hidup kita, tidurlah dengan tenang, serahkan semua kepadaNYA, bu Sukri percaya kan Tuhan menyayangi kita melebihi siapapun ?" Bu Sukri mengangguk pelan, "berdo'a lah setiap malam, bahwa apapun keputusan NYA adalah yg terbaik buat kita, bila kesepian dimalam hari, berdo'a lah...jangan mersa sendirian karena Tuhan ada disini " kataku menyentuh dadanya...Tuhan ada didalam diri bu Suri sendiri, .... Setiap pulang dari kunjungan bu Sukri, aku langsung mencuci tangan dan wajah, lalu bersembahyang, setelah usai biasanya aku berdoa agar bu Sukri tidak harus terlalu lama menderita, Tuhan ambil lah dia, aku tak tahan lagi melihatnya.... Suatu hari aku mendapat panggilan dari Hotel utk bekerja sebagai Receptionist dan Entertainer di Bar, akupun langsung menyanggupinya, karena inilah karir yg saya sukai, bermain musik dan bernyanyi didepan para pengunjung,,,,ahhhh, aku tak sabar segera saja menemui Boss Hotel di Thamrin, " Omie, saat ini yg kami perlukan adalah utk cabang hotel kami diluar kota, kalau kamu tak kerasan disana kita lihat apa bisa kamu mengisi lowongan yg available disini " ahhh dimanapun aku mau, sorak ku...sudah lama absen dari dunia panggung dan musik, membuat dahagaku menyiksa sukma, akupun mulai pindah keluar kota dan siap dgn kerjaan baru, sehari sebelum aku mulai sibuk, masih kusempatkan utk sekali lagi kunjungi bu Sukri, kali ini kubawa hadiah2 buat nya karena kupikir wajar utk celebrate dengan bu Sukri atas tercapainya keinginanku bekerja di Hotel besar dan bermain musik lagi, ada pakaian indah dan makanan2 buat bu Sukri ditanganku, tetapi apa yg terjadi ketika aku tiba dilokasi, rumah gubug bu Sukri sudah menjadi puing2 hitam , warga telah membakar nya, bu Sukri tekah meninggal sehari sebelum aku pergi keluar kota, Fatimah memandangiku seperti ikut merasakan kesedihanku, memeluk ku " kasian sekali, sebelum ia mati dia ingin ketemu kamu, selalu bilang omie, omie gitu...cucunya Ida ada bikin surat buat kamu" Saya perlahan membaca surat yg ditulis Ida cucu bu Sukri " mba Omie, saya mau ucapkan terimakasih sudah repot2 ngurusin nenek, saya kubur nenek dipekuburan.....rumah nenek sudah dibakar untuk menghilangkan bibit2 penyakit nenek, sebelum nenek meninggal sering bicara omie...omie, saya tau dari mba Fatimah tentang mba Omie.........." Ketika selesai sembahyang, aku berdo'a " Terimakasih Tuhan, terimakasih atas dikabulkan nya keinginan2 ku, terimakasih atas kebahagiaan yg kuterima...terimakasih...." Kuakhiri sholat dengan senyum diwajahku, Fat menatapku menerka nerka " kenapa senyum2? " " Tuhan mendengar do'a ku...." " doa apa?" " do'a utk mendapatkan pekerjaan yg sesuai dengan keinginan jiwaku, do'a agar bu Sukri mendapat tempat yg layak sebelum aku pergi meninggalkan nya, aku tak percaya pada kalian warga disini, kalian gak adil...aku bis amati berdiri hidup dalam lingkungan spt ini " Fat menonjok bahuku, kucium pipinya dan kupeluk erat " hey, saya akandapat asrama pniggir pantai, kamu bisa tengok2 saya dan santai di tempat saya, kita renang dilaut, makan kelapa dugan, dan ahhh siapa tau ada cowo cakep yg mau jadi pacar kita hahahahahhaaaaa.." Akupun meninggalkan kota yg gemuruh oleh industri2 dan penuh debu ini, menuju sebuah kota yg hijau dengan pohon dan hutan, riak laut yg biru, angin yg berhembus mesra dimalam hari, matahari yg kemerahan diufuk barat, pasir putih yg akan memanjakan kaki2 kecilku yg telanjang berlari dipagi hari.... Dan dapat kulihat dimalam hari diantara temaram sinar rembulan diluar kaca sana, aku berdiri diatas pentas melantunkan lagu2 cinta berirama Jazz..oohhh yessss.. Life isn't that bad after all Omie