ada beberapa kesalahan dalam berita ini
1. MK hanya mengabulkan sebagian permohonan pemohon
antara lain: Pasal 56 ayat (2) yang berbunyi,
”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh partai politik atau gabungan partai
politik”; Pasal 59 ayat (1) sepanjang mengenai frasa
“yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik”; Pasal 59 ayat (2) sepanjang mengenai
frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”; Pasal 59
ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau
gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang
seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses
bakal calon dimaksud”. 

2. MK bukan pembentuk undang-undang yang dapat
menambah ketentuan undang-undang dengan cara
menambahkan rumusan kata-kata pada undang-undang yang
diuji. Namun MK dapat menghilangkan kata-kata yang
terdapat dalam sebuah ketentuan undang-undang supaya
norma yang materinya terdapat dalam ayat, pasal,
dan/atau bagian undang-undang tidak bertentangan lagi
dengan UUD 1945. Sedangkan terhadap materi yang sama
sekali baru yang harus ditambahkan dalam undang-undang
merupakan tugas pembentuk undang-undang untuk
merumuskannya.

3. Segala perubahan yang terjadi hanya agar calon
perseorangan tanpa melalui parpol atau gabungan parpol
dimungkinkan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah, maka menurut MK beberapa pasal UU Pemda
yang dimohonkan pengujian harus dikabulkan sebagian
dengan cara menghapuskan seluruh bunyi ayat atau
bagian pasal sebagai berikut:

Pasal 56 ayat (2) berbunyi, ”Pasangan calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik” dihapus
seluruhnya, karena menjadi penghalang bagi calon
perseorangan tanpa lewat parpol atau gabungan parpol.
Sehingga, dengan hapusnya Pasal 56 ayat (2), Pasal 56
menjadi tanpa ayat dan berbunyi, ”Kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon
yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”;

Pasal 59 ayat (1) dihapus pada frasa yang berbunyi,
”yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik
atau gabungan partai politik”, karena akan menjadi
penghalang bagi calon perseorangan tanpa lewat parpol
atau gabungan parpol. Sehingga, Pasal 59 ayat (1) akan
berbunyi, ”Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah pasangan calon”;

Pasal 59 ayat (2) dihapus pada frasa yang berbunyi,
”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, hal ini sebagai
konsekuensi berubahnya bunyi Pasal 59 ayat (1),
sehingga Pasal 59 ayat (2) akan berbunyi, ”Partai
politik atau gabungan partai politik dapat
mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima
belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima
belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam
pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan”. Dengan demikian, Pasal 59 ayat (2) ini
merupakan ketentuan yang memuat kewenangan parpol atau
gabungan parpol dan sekaligus persyaratannya untuk
mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
dalam Pilkada;

Pasal 59 ayat (3) dihapuskan pada frasa yang berbunyi,
”Partai politik atau gabungan partai politik wajib”,
frasa yang berbunyi, ”yang seluas-luasnya”, dan frasa
yang berbunyi, ”dan selanjutnya memproses bakal calon
dimaksud”, sehingga Pasal 59 ayat (3) akan berbunyi,
”Membuka kesempatan  bagi bakal calon perseorangan
yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan.”
Dengan demikian, terbukalah kesempatan bagi calon
perseorangan tanpa lewat parpol atau gabungan parpol.



--- leo leono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>
http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=6394&c_id=21&g_id=165
> 
> Senin, Jul 23, 2007 13:26
>  Pemerintah Diminta Membuat Perpu
> Selamat datang calon independen!
>  - berpolitik.com
>   Demo Calon Independen di MK, 07/06/07
>   *(berpolitik.com):* Sekali lagi, Mahkamah
> Konstitusi mengeluarkan
> keputusan bersejarah. Dalam sidangnya hari
> ini(23/7), MK mengeluarkan
> keputusan yang memberikan jalan bagi calon
> independen untuk mengikuti
> pilkada.
> 
> Dalam keputusannya, MK mengabulkan seluruh
> permohonan dari para pemohon.
> Dengan begitu, pasal 56(2),Pasal 59 ayat (1), ayat
> (2), ayat (3), ayat (4),
> ayat (5a dan 5c), ayat (6), Pasal 60 ayat (2), ayat
> (3), ayat (4), ayat (5)
> sepanjang yanak kalimat yang berbunyi: *"....partai
> politik atau gabungan
> partai politik"* dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang
> Pemerintahan Daerah
> dinyatakan tak kekuatan hukum yang mengikat. Sebab,
> MK berpandangan aturan
> itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945
> pembukaan alinea IV,
> Pasal 18 ayat (4), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D
> ayat (3), Pasal 28E ayat
> (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2).
> 
> Lebih dari itu, untuk menguatkan keputusannya MK
> menambahkan anak kalimat
> "kelompok masyarakat" dalam pasal-pasal yang
> disengketakan oleh para pemohon
> yang terdiri dari Lalu Ranggalawe (anggota DPRD
> NTB), Lembaga Pemantau
> Kebijakan Publik Nusa Tenggara Barat (LPKP NTB) dan
> Yayasan Sosial
> Sumberdaya Indonesia (YS2I) itu. Sehingga bunyinya
> menjadi,* " "...partai
> politik atau gabungan partai politik atau kelompok
> masyarakat"*.
> 
> Berdasarkan keputusan itu, MK menyatakan pilkada
> dapat diikuti oleh calon
> perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
> diatur dalam pasal 58 UU
> 32/2004 melalui mekanisme yang transparan dan
> demokratis. Meski begitu, 3
> dari 9 hakim konstitusi menyampaikan *dissenting
> opinion*. Ketiga hakim itu,
> Achmad Roestandi, I Dewa Gde Palguna dan HAS
> Natabaya.
> 
> *Menunggu Perpu*
> Suharyadi SH selaku ketua tim pengacara dari pihak
> pemohon mengaku
> bergembira dengan keputusan MK tersebut. Untuk
> menghindari kekosongan hukum,
> ia mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan
> perpu untuk menghindari
> kekosongan hukum.
> 
> Desakan Suharyadi cukup beralasan. Soalnya, ada
> kekhawatiran jika menunggu
> perubahan UU di DPR prosesnya diperkirakan bakal
> memakan waktu yang
> lama.kekhawatiran itu dipicu oleh sikap partai
> politik yang umumnya enggan
> menerima kehadiran calon independen dalam pilkada.
> 
> Meski telah diputuskan, masih tersisa dua pertanyaan
> penting? Seberapa lama
> pemerintah membutuhkan waktu untuk membuat perpu?
> Fadjroel Rachman dalam
> sebuah perbicangan mengaku pernah mendengar
> pemerintah mampu membuat perpu
> antiterorisme hanya dalam waktu 7 hari. "Ini soal
> kemauan politik," ujar
> Panglima Gerakan Jakarta Merdeka ini.
> 
> Yang juga menjadi pertanyaan, bagaimana dengan nasib
> pilkada yang tahapannya
> sudah berjalan seperti Pilkada Jakarta? Sebagian
> berpendapat, keputusan MK
> tidak berlaku surut. Karena itu, keputusan tersebut
> hanya berlaku untuk
> pilkada yang belum berlangsung, yakni ditandai
> adanya surat dari DPRD kepada
> KPU yang memberitahukan bahwa masa jabatan kepala
> daerah akan segera
> berakhir. Namun, dalam berbagai diskusi yang pernah
> berlangsung, ada
> keingingan pilkada Jakarta harus diulang.
> Argumentasinya, pilkada Jakarta
> belum memasuki tahapan terpenting: penyoblosan.
> 
> KPUD Jakarta sepertinya bakal menuai gelombang
> demonstrasi. Tapi, sepertinya
> tak hanya KPUD Jakarta yang harus siap-siap.
> Pemerintah SBY-JK juga harus
> bergegas jika tak ingin disebut "pemasung
> demokrasi".
> 
> Untuk sementara, mari kita ucapkan, selamat datang
> calon independen!
> 



       
____________________________________________________________________________________
Get the Yahoo! toolbar and be alerted to new email wherever you're surfing.
http://new.toolbar.yahoo.com/toolbar/features/mail/index.php

Reply via email to