Kolom IBRAHIM ISA Selasa, 24 JUli 2007 SAKSIKAN ORBA MEREKAYASA SEJARAH! <Baca Aswi Adam: 'Kasus Biografi Sukarno'>
* * * Karena kesibukan beberapa hari ini, hampir saja terluput artikel cendekiawan generasi muda Indonesia, ASWI WARMAN ADAM, berjudul 'KASUS BIOGRAFI SOEKARNO'(Kompas, 6 Juni 07). Dalam pada itu 14 Juli y.l. sudah muncul lagi tulisan baru Aswi Adam mengenai tokoh pejuang kemerdekaan nasional Mr Amir Syarifudin, berjudul 'Revolusi Memakan Anaknya Sendiri!'. Mudah-mudahan artikel mengenai Mr Amir Syarifuddin ini, yang mengisahkan tentang peranan beliau dalam perjuangan kemerdekaan, dan jasa-jasanya, kemudian nasibnya di hadapan regu tembak tentara tanpa proses pengadilan apapun, akan kubicarakan dalam kesempatan berikutnya. Kali ini yang hendak dibicarakan adalah artikel Aswi mengenai 'Kasus Biografi Sukarno'. Artikel ini kuanggap penting sekali karena telah mengungkap beberapa hal yang memerlukan perhatian dan pemikiran lebih mendalam. Agar kita bisa menarik pelajaran yang bermanfaat mengenai rezim Orba di bawah Jenderal Suharto. Tiga point seperti yang diajukan berikut di bawah ini yang menjadi pertimbangan untuk menganggap bahwa artikel Aswi Adam tsb penting. Pertama, bahwa Aswi, sejarawan muda Indonesia yang melakukan kegiatannya a.l. sebagai 'Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia', kita ikuti selama ini ia dengan teliti dan tekun menstudi sejarah bangsa kita. Khususnya sejarah modern Indonesia. Sejarawan Aswi Adam menaruh perhatian khusus terhadap tokoh dan peranan Bung Karno, teristimewa sekitar periode ketika kekuasaan Presiden Sukarno 'digoyang', 'disekat dan diisolasi ketat yang memisahkannya secara 'hermetis' dari kontak-kontak dan dukungan bangsa', -- kemudian diserobot Jendral Suharto dengan cara, seperti ditulis oleh banyak pakar-pakar peneliti sejarah, nasional maupun mancanegara, yang disebut, 'creaping coup d'etat', 'kup merangkak'. Yaitu perebutan kekuasaan negara secara perlahan-lahan. Kedua, bahwa, Aswi Adam menemukan 'kejanggalan' dalam edisi bahasa Indonesia buku BIOGRAFI SOEKARNO. 'Kejanggalan tsb mengungkap hal yang lebih dalam dan fundamental. Bukan sekadar 'kejanggalan'. Judul asli (bahasa Iggris) Otobiografi Sukarno tsb, adalah: 'SOEKARNO, AUTOBIOGRAPHY, AS TOLD TO CINDY ADAMS', Indianapolis: Bobbs-Merril (1965). Edisi Indonesia terbit setahun kemudian,1966. Penerbitnya GUNUNG AGUNG. Judulnya: 'BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA'. Pasti dari kalangan generasi perjuangan kemerdekaan masih ingat, ketika Bung Karno masih hidup, beliau memang pernah menegaskan bahwa, pada saatnya harus meninggalkan dunia yang fana ini, beliau ingin dimakamkan di daerah Bogor. Selanjutnya, beliau minta diatas batu-nisan, supaya ditulis sekadar teks berikut ini: 'BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT'. * * * Memang, edisi Indonesia dari buku BIOGRAFI SOEKARNO tsb, menunjukkan 'kejanggalan' yang menyolok sekali. Suatu keanehan yang menjurus ke sesuatu misteri. Buku Bung Karno, sebuah otobriografi, terbit di zaman Orba, sampai 5 kali. Bukankah hal ini sesuatu yang benar-benar aneh, janggal dan sulit difahami?? Ketiga, inilah yang paling istimewa dari studi Aswi Adam: Sejarawan Aswi Warman Adam menemukan suatu 'kejanggalan', yang kiranya pantas disebut suatu 'bikinan'. Namun, bila dikuak lagi, menjadi jelas, yang dikatakan 'misteri' itu, tersimpul dalam jawban apa yang diberikan atas pertanyaan berikut ini: Mengapa ---- ? ? ?, sekali lagi mengapa, penguasa militer di bawah Jendral Suharto ketika itu (1966), (yang menimbulkan orang menjadi heran) tokh mengizinkan PENCETAKAN Edisi bahasa Indonesia buku tentang Bung Karno. Bukan saja mengizinkan terbit edisi Indonesia, buku tentang Bung Karno, bahkan, Jendral Suharto sendiri yang memberikan semacam 'kata pengantar'. Siapapun tidak mungkin 'menelan' begitu saja kejanggalan ini. Soalnya, karena, pada saat yang bersamaan itu juga, fihak militer di bawah Jendral Suharto (orang yang sama itu juga) sedang sibuk-sibuknya melancarkan kampanye pemfitnahan terhadap Presiden Sukarno (dibilang terlibat, bahkan 'dalang G30S', dsb). Kampanye anti-Sukarno ini dikenal sebagai 'character asassination'. Tujuan tunggal, menghitamkan nama baik dan peranan Bung Karno sebagai pemimpin bangsa. Kampnye fitnah terhadap Presiden Sukarno mereka perlukan sebanyak mungkin, sebagai 'alasan' dan dalih, sebelum sepenuhnya menggulingkan Bung Karno dari kepresidenan Republik Indonesia. Sulit menemukan jawaban lain terhadap pertanyaan tsb, selain jawaban ini: Diterbitkannya buku Bung Karno edisi Indonesia tsb., ditengah-tengah sedang gencar-gencarnya kampanye 'anti Bung Karno'(1966), ialah, bahwa hal itu merupakan bagian dari kampanye untuk menghitamkan nama baik Bung Karno. Maksud lainnya penerbitan buku itu, adalah untuk memecahbelah lebih lanjut kekuatan nasional bangsa kita. Kongkritnya menimbulkan pertentangan dan konflik serta saling benci, antara pendukung Presiden Sukarno, lawan pendukung mantan Wakil Presiden Dr Moh Hatta. * * * Mengapa dikatakan penerbitan buku Bung Karno edisi Indonesia itu (terbitan pertaman 1966), adalah untuk menghitamkan nama baik Bung Karno dan memecah-belah lebih lanjut, mempertajam pertentangan dan saling benci antara pendukung Bung Karno dan pendukung Moh Hatta? Bisa diambil kesimpulan demikian, karena di dalam buku edisi Indonesia terdapat 'kalimat-kalimat selundupan', yang diselundupkan oleh (siapa?? tanya Aswi Adam), yang di dalam edisi asli buku tsb SAMASEKALI TAK ADA! Jadi sutu rekayasa, suatu p e m a l s u a n , suatu pemelintiran fakta-fakta sejarah. Suatu 'karangan', 'cerita bikinan sendiri', 'suatu isapan jempol' yang sengaja dijejalkan dalam buku Bung Karno edisi Indonesia. Semakin jelas maksud yang merekayasa dan memelintir fakta sejarah itu bila dibaca, kalimat-kalimat yang bagaimana yang diselundupkan ke dalam buku Bung Karno itu. Dalam tulisannya seperti yang dilampirkan di bawah, Aswi Adam menjelaskan sbb: 'Pada halaman 341 tertulis, "Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi." Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang. "Hatta tidak ada," kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada." "Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah-air Indonesia menunggu kedatangan Hatta".<Ini adalah kata-kata Sukarno, I.I.> Namun, di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam buku asli berbahasa Inggris yaitu: (dua alinea berikut yang 'disisipkan', direkayasa. Aswi menunjukkan dua alinea yang di bawah ini cetak-miring), sbb: "Tidak ada yang berteriak Kami menghendaki Bung Hatta. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat saraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada." "Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangan kami tidak ada. Hanya Sukarno-lah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan pemimpin ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatera dan di hari-hari yang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatera. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia." Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Sjahrir bahkan "peranan Hatta dalam sejarah tidak ada". ( Dua alinea tsb ternyata bukan kata-kata Bung Karno tetapi sisipan, selundupan) Dua alinea tsb diatas, menurut Aswi, adalah dua alinea 'tambahan', yang DIDALAM EDISI ASLI BERBAHASA INGGRIS SAMAEKALI TAK ADA. Dua alinea (selundupan) tsb yang hendak memberikan gambaran (keliru)itu adalah yang ditampilkan sebagai 'sikap dan penilaian negatif Bung Karno terhadap mantan Presiden Moh. Hatta dan mantan Perdana Menteri Sutan Syahrir'. Siapapun yang kenal dan tahu, apalagi ambil bagian langsung dalam perjuangan kemerdekaan, jujur dan menghormati kebenaran, sedikitpun tak bisa terima 'pemelintiran fakta-fakta sejarah' demikian rupa. Kenyataan edisi bahasa Indonesia buku Bung Karno disertai semacam KATA PENGANTAR dari Jendral Suharto, bisa dipastikan bahwa sisipan selundupan dua alniea itu, paling tidak DIKETAHUI Suharto, kalau bukan orangnya Suharto sendiri yang menyelundupkannya, atas perintah Suharto. Pemelintiran fakta-fakta dan pemalsuan fakta sejarah, menyajikan pemlasuan sebagai kebenaran, cara ini 100 persen sama dengan pamalsuan fakta sejarah lainnya yang dilakukan Orba. Seperti a.l. yang bersangkutan dengan: siapa tokoh nasional yang memprakarsai 'SERANGAN UMUM 1 MARET 1949, TERHADAP JOGYAKARTA. Sejarawan Orba sesumbar bahwa pemrakarsanya adalah Letkol Suharto. Tetapi kenyataan sejarah berbicara lain. Yang benar ialah, bahwa pemrakarsa SERANGAN UMUM 1 MARET 1949 ATAS JOGYAKARTA, adalah SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO IX. Juga sama dengan pemelintiran fakta sejarah lainnya oleh rezim Orba, ketika sejarawan TNI-AD Jendral Prof. Dr Nugroho Notosusanto, mengklaim bahwa adalah Prof Moh Yamin yang mencipta 'Pancasila', dan bukan Bung Karno. Padahal, asal saja mau membaca LAHIRNYA PANCASILA oleh Bung Karno, serta merta akan mengerti bahwa PANCASILA adalah ide falsafah strategis yang diajukan oleh Bung Karno, untuk dijadikan dasar falsafah dari negara Indonesia yang akan kita bentuk. Juga menjadi terungkap pemalsuan dan rekayasa faka sejarah lainnya,yaitu, ketika pers Orba menyebarluaskan bahwa 'perempuan-perempuan Gerwani melakukan orgi, kemudian memotong-motong kemaluan jenazah para jenderal, mencungkil matanya' dsb. Untuk memberikan alasan melakukan pengejaran dan pembunuhan masal kejam terhadap orang-orang PKI, dan yang dianggap simpatisan pendukung PKI. Rekayasa dan pemalsuan fakta oleh tentara sekitar 'perempuan-prempuan GERWANI' ini telah diungkap dan terbantahkan oleh pakar Belanda Prof Dr Saskia Wieringa, dalam bukunya mengenai 'The Birth of the New Order State in Indonesia Sexual Politics and Nationalism'. * * * Demikianlah adanya: Maka sungguh adillah tuntutan, usaha dan kegiatan untuk MELURUSKAN SEJARAH, atau MENGKLARIFIKASI FAKTA-FAKTA SEJARAH, ataupun MENULIS KEMBALI SEJARAH --- 'what is in a name', kata pujangga penyair Inggris William Shakespeare, --- MASALAH INTINYA ialah selama periode Orba, sudah berlangsung pemalsuan, rekayasa, pemelintiran, pembohongan dalam penulisan sejarah bangsa kita. Maka hal itu, bila hendak jujur dan ada niat baik untuk meninggalkan penulisan sejarah yang benar mengenai bangsa kita, praktek-praktek pemalsuan seperti yang dilakukan sementara sejarawan zaman Orba, itu SEPANTASNYA DIKOREKSI, secepat mungkin! Ini adalah suatu tantangan, sekaligus tugas bagi sejarawan muda kita! * * * Di bawah ini artikel lengkap ASWI WARMAN ADAM, mengenai KASUS BIOGRAFI SUKARNO, yang baru kita bicara di atas. -- LAMPIRAN -- KASUS BIOGRAFI SOEKARNO Oleh: ASWI WARMAN ADAM Kompas, 06 Juni 2007 * * * Kasus Biografi Soekarno Asvi Warman Adam Beberapa biografi Soekarno pernah dibuat pengamat asing seperti Bernhard Dahm, John Legge, Lambert Giebels, dan Bob Hering. Namun, buku yang ditulis Cindy Adams yang paling "hidup" karena merupakan penuturan langsung Soekarno sendiri. Buku itu pertama kali muncul dalam bahasa Inggris tahun 1965 berjudul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams, Indianapolis: Bobbs-Merril. Satu tahun kemudian, edisi bahasa Indonesia diterbitkan Gunung Agung (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia). Ketika buku Soekarno yang lain sulit ditemukan pascatahun 1965, maka buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengalami cetak ulang beberapa kali (1966, 1982, 1984, 1986, 1988). Pada cetakan pertama tertulis nama penerjemah Mayor Abdul Bar Salim, sedangkan pada cetakan kedua, pangkatnya tidak disebut lagi. Dalam pengantar penerbit disebutkan, dalam tugas penerjemahan ini sang penerjemah sudah direstui Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto. Selain itu sejak cetakan pertama terdapat kata sambutan Soeharto. "Dengan penerbitan ini, diharapkan dapat terbaca luas di kalangan rakyat, Bangsa Indonesia," ujar Soeharto. Apakah pernyataan ini yang menyebabkan buku itu bisa tetap terbit pada era Orde Baru? Duta Besar AS Howard Jones, saat makan nasi goreng di paviliun istana Bogor, menyarankan agar Bung Karno menulis biografi. Akhirnya Soekarno setuju bila itu dilakukan Cindy Adams, wartawati AS yang ada di Indonesia mendampingi suaminya, Joey Adams, yang memimpin misi kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara. Cukup banyak kepentingan yang ikut bermain di balik penerbitan buku ini. Namun, bagi Bung Karno, biografi ini memberi kesempatan menjawab serangkaian tuduhan yang pernah ditujukan pada dirinya antara lain sebagai kolaborator Jepang dan komunis serta terlalu sering ke luar negeri. "Buku ini tidak ditulis untuk mendapatkan simpati atau meminta supaya setiap orang suka kepadaku. Harapanku hanyalah, agar dapat menambah pengertian yang lebih baik tentang Sukarno dan dengan itu menambah pengertian yang lebih baik terhadap Indonesia tercinta." Alinea tambahan Dalam diskusi yang diselenggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Prof Sjafii Ma'arif, mengutip buku Cindy Adams, mengatakan, Soekarno amat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia. Karena itu, ketika buku ini akan diterbitkan ulang saya meminta kepada Yayasan Bung Karno untuk mengecek kembali terjemahan buku ini. Sebetulnya bagaimana bunyi asli dalam bahasa Inggris pernyataan yang merendahkan Hatta. Yayasan Bung Karno kemudian menugasi Syamsu Hadi untuk menerjemahkan ulang buku itu. Yang mengagetkan, pada temuannya, selain ada kekeliruan terjemahan adalah dua alinea tambahan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966. Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam edisi bahasa Inggris. Pada halaman 341 tertulis, "Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi." Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan te- nang. "Hatta tidak ada," kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada." Kalimat ini akan dilanjutkan —kalau dicek teks asli bahasa Inggris adalah "Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah-air Indonesia menunggu kedatangan Hatta". Namun, di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam buku asli berbahasa Inggris yaitu: "Tidak ada yang berteriak 'Kami menghendaki Bung Hatta'. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat saraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada." "Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangan kami tidak ada. Hanya Sukarno-lah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan 'pemimpin' ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatera dan di hari-hari yang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatera. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia." Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Sjahrir bahkan "peranan Hatta dalam sejarah tidak ada". Demikian pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang terbit sejak tahun 1966. Kalau tambahan dua alinea itu hasil rekayasa, siapa yang melakukannya? Asvi Warman Adam Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia * * *