Centre for Orangutan Protection (COP) hari ini mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan segera pembabatan hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Seluruh konsesi yang telah diberikan harus segera dikaji ulang dan perusahaan yang sudah telanjur bekerja membabat hutan harus segera dihentikan. Ini adalah satu – satunya cara paling efektif untuk menghentikan tindak kejahatan dan kekejaman terhadap orangutan dan satwa liar lainnya yang kini sedang berlangsung.

COP memperkirakan bahwa sedikitnya 1500 orangutan telah terbunuh sepanjang tahun 2006 sebagai dampak langsung dari pembabatan hutan di berbagai areal konsesi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Perkiraan ini didasarkan pada jumlah orangutan yang telah diselamatkan Departemen Kehutanan dan Pusat Reintroduksi Orangutan Nyarumenteng, yakni 368 orangutan dikalikan 5.

Berbagai inisiatif dan kriteria yang dikembangkan mengenai kelapa sawit yang ramah lingkungan seperti konsep High Conservation Value Forest (HCVF) dan Guidelines for the Better Management Practice (BMP) on Human – Orangutan Conflict Mitigation, terbukti tidak merubah apapun di lapangan: hutan tetap saja dibabat dan orangutan tetap saja terbunuh. Ironisnya ini terjadi di areal konsesi perkebunan kelapa sawit yang menjadi anggota Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) seperti PT. Agro Bukit dan PPB GROUP Berhad (PT.Sarana Titian Permata dan Kerry Sawit Indonesia) di Kalimantan Tengah. Sepanjang bulan Januari hingga April 2007 saja, 77 orangutan telah diselamatkan dari pembunuhan, 31 diantaranya langsung dipindahkan ke hutan lainnya yang lebih aman. Namun demikian keselamatan orangutan – orangutan tersebut tidak terjamin di masa mendatang selama kebijakan pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit tidak dihentikan. “Orangutan yang dipindahkan pada bulan Oktober – Desember 2006 dari areal konsesi PT. Agro Bukit dan PT. Globalindo Alam Perkasa di kabupaten Kotawaringin Timur, diperkirakan telah habis terbunuh karena hutan tersebut kini dibabat oleh PT. Hamparan Mas Sawit Bangun Persada (PT. HMBP). Ini seperti mengepel lantai yang basah, namun kerannya tetap dibiarkan bocor,” kata Hardi Baktiantoro, Direktur COP.

Selama 6 bulan terakhir, COP mendokumentasikan praktek – praktek kejahatan dan kekejaman terhadap orangutan yang berlangsung di berbagai perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Orangutan yang telah kehilangan habitat dan makanan itu dianggap hama karena memakan tunas kelapa sawit muda. Para pekerja perkebunan menggunakan segala cara untuk melindungi tanaman kelapa sawit yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk menangkap orangutan, biasanya mereka memukul kepala orangutan terlebih dahulu dan kemudian mengikat kaki tangannya dengan tali plastik atau kawat. Ini adalah jawaban mengapa hampir seluruh orangutan yang disita dari mereka mengalami luka serius di tangan dan kepala. Tidak jarang orangutan tersebut pada akhirnya mati dengan kepala remuk atau luka parah lainnya. Menurut pengakuan para pekerja perkebunan, mereka juga seringkali memakan orangutan atau membakarnya. “ Kekejaman ini merupakan pelanggaran Undang – Undang No 5/1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Para pelakunya diancam penjara 5 tahun atau denda 100 juta rupiah. Ironisnya, hingga hari ini tidak ada satupun pelaku yang dikenai tindakan hukum. Sudah seharusnya Departemen Kehutanan proaktif bertindak untuk hal ini, bukan membiarkannya terus terjadi,” tambah Hardi Baktiantoro.

COP bekerja keras untuk menghentikan kekejaman dan kejahatan tersebut agar tidak terus berulang. Pada saat ini COP sedang mengorganisir masyarakat untuk melawan PT. Makin Group yang berencana membabat hutan seluas 42.000 hektar yang menjadi habitat 1500 – 1600 orangutan di Kabupaten Katingan. Pekerjaan serupa juga sedang dilakukan di Kabupaten Kotawaringin Timur dimana PT. Nabatindo Karya Utama sedang membabat hutan seluas 11.000 hektar yang menjadi habitat orangutan, 11 species mamalia dan 34 species burung.

Diperkirakan kondisi akan semakin memburuk bila pemerintah Indonesia menyetujui revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang diajukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Setidaknya 446.455 hektar kawasan hutan, baik hutan produksi maupun hutan produksi terbatas diminta untuk dilepaskan menjadi kawasan bukan hutan. Permintaan ini didominasi untuk perkebunan kelapa sawit. Ini berarti akan semakin banyak lagi hutan yang akan dibabat dan semakin banyak lagi orangutan yang akan terbunuh.

COP hadir karena orangutan harus dilindungi, terutama dari kekejaman dan kejahatan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Tidak seharusnya orangutan sebagai kerabat dekat manusia hanya dibantai untuk memenuhi target keuntungan bisnis. Mari, kita selamatkan satwa kebanggaan bangsa Indonesia.


Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
HARDI BAKTIANTORO, Direktur COP
Telephone                        : +62 8139 8229 911
Email                            : [EMAIL PROTECTED]







Kirim email ke