Supaya menghentikan keresahaan ribuan pembisnis di RI dan RRC sehingga laba mereka tidak terancam, lebih baik diberlakukan lagi kaidah bermoral tinggi, yaitu menempuh jalan damai. Impor-impor di "liberalisasi" kan lagi. Sambil kita serukan kepada dua bangsa yang sangat besar ini untuk terus berdoa dan memperkuat jasmani serta rokhani dalam mengkonsumsi bermacam logam keras dan zat toxic yang ada didalam produk-produk lezat impor-ekspor tersebut hingga tergapai imunitas yang diperlukan. Gitu aja kok sewot sih? TCh SUARA PEMBARUAN DAILY --------------------------------- Persoalan Dagang RI-Tiongkok Pengusaha Resah Pemerintah baru mengeluarkan pernyataan pelarangan peredaran produk Tiongkok. Hal tersebut membuat posisi pengusaha terjepit. Pengusaha ragu apakah masih tetap bisa mengimpor produk dari Tiongkok, atau memutuskan hubungan dagang. (Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Thomas Darmawan) [JAKARTA] Masalah perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok yang diwarnai kebijakan saling melarang impor produk tertentu, meresahkan kalangan pengusaha nasional. Sebab, banyak pengusaha, terutama yang bergerak di bidang makanan dan minuman, merasa belum ada sikap yang jelas dari pemerintah. Untuk itu, penyelesaian masalah perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok, jangan diselesaikan pemerintah, tanpa melibatkan pelaku usaha yang bergerak di sektor industri makanan, minuman, hasil laut, dan mainan anak-anak. Pemerintah harus mengupayakan suatu perundingan dengan para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), untuk mencari jalan keluar terbaik. Demikian dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Thomas Darmawan di Jakarta, Senin (6/8). Dia mengungkapkan, jumlah pengusaha makanan dan minuman di Indonesia sekitar 900.000 pengusaha. Mereka yang selama ini mengimpor produk dari Tiongkok merasa dirugikan dengan situasi tersebut. Apalagi, sampai hari ini belum ada kejelasan, apakah produk dari Tiongkok tersebut dilarang masuk atau dilarang beredar di Indonesia. "Pemerintah baru menge- luarkan pernyataan pelarangan peredaran produk Tiongkok. Hal tersebut membuat posisi pengusaha terjepit. Pengusaha ragu apakah masih tetap bisa mengimpor produk dari Tiongkok, atau memutuskan hubungan dagang," ujar Thomas. Sebaliknya, terkait dengan tuduhan Tiongkok yang melarang impor produk hasil laut dari Indonesia, karena diduga mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri dan kadmium, Thomas menilai, hal itu belum bisa dipastikan kebenarannya. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Perdagangan (Depdag) dan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), masih mengevaluasi setiap perusahaan yang memproduksi hasil laut olahan untuk dieskpor ke Tiongkok. Bukan Perang Dagang Terkait dengan persoalan tersebut, Menteri Perdagangan, Mari Pangestu, membantah telah terjadi perang dagang antara Indonesia dan Tiongkok. Sebab, tindakan yang diambil pemerintah hanya penghentian sementara impor produk-produk dari Tiongkok atau sebaliknya, bukan larangan peredaran atau larangan impor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok pada 2006 sebesar US$ 31 juta, dan pada periode Januari-April 2007 sebesar US$ 12,8 juta. Sementara nilai impor dari Tiongkok ke Indonesia pada 2006 sebesar US$ 135 juta dan pada Januari-April 2007 sebesar US$ 61 juta. Disinggung soal larangan impor hasil laut dari Indonesia, Mari mengatakan, berdasarkan data Depdag dan Bank Dunia, Indonesia masih mencatat surplus dari perdagangan hasil laut ke Tiongkok. "Untuk kasus itu, tahapannya baru pada public warning saja. Belum ada statement atau tindakan yang ekstrem untuk menarik dan memusnahkan hasil laut dari Indonesia ke Tiongkok. Saya berharap masalah ini bisa diselesaikan secara damai melalui pertemuan bilateral," katanya. Mari menambahkan, telah dibentuk tim khusus untuk mengkoordinasi isu-isu yang terkait dengan keamanan pangan, guna mengatasi masalah produk-produk berbahaya. Tim khusus terdiri oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bea dan Cukai, GAPMMI, Polri, dan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman. Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Martani Huseini menjelaskan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Tiongkok, menanyakan alasan dan meminta bukti-bukti dari bahwa hasil laut Indonesia diduga mengandung bahan-bahan berbahaya. Harus Introspeksi Secara terpisah, masyarakat perikanan nasional meminta pemerintah dan dunia usaha untuk intropseksi terkait penolakan produk perikanan oleh Pemerintah Tiongkok. Pemerintah juga harus membuat kriteria yang jelas tentang mutu, dan konsisten dalam pengawasannya. Semua pihak juga diminta tidak panik terhadap penolakan itu karena akan memperlemah posisi tawar Indonesia. Seruan itu dinyatakan Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim, Ketua Umum Scrim Club Indonesia (SCI) Iwan Sutanto, dan Ketua Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Edi Yuwono. Shidiq mengingatkan, pemerintah dan pengusaha perikanan harus segera bertemu dan membicarakan masalah itu agar tidak berkembang lebih buruk dan meluas ke negara importir lainnya. Tahun lalu, beberapa kontainer udang dari Indonesia sempat ditolak dan dikembalikan oleh importir di Jepang dan Uni Eropa, karena ditemukan kandungan logam berat dan antibiotik. Iwan Sutanto yang sedang berada di Hanoi, Vietnam, menambahkan, penolakan itu lebih disebabkan karena pemberitaan larangan produk makanan Tiongkok di Indonesia. Iwan melihat sendiri laporan stasiun- stasiun televisi Tiongkok yang disiarkan televisi Vietnam, bagaimana gencarnya larangan produk Tiongkok di Indonesia. [EAS/Y-4/S-26] --------------------------------- Last modified: 7/8/07 --------------------------------- Got a little couch potato? Check out fun summer activities for kids.