Sabtu, 18 Agustus 2007 - 07:03 WIB
Sudah 148 lebih Gereja / Rumah Ibadah yang ditutup paksa karena 'Perber' 
pengganti 'SKB'. 
Surat DPP PDS kepada Presiden SBY.     Jakarta, 16 Agustus 2007


Nomor : 065/S.Ext/DPP.PDS/VIII/2007
Lampiran : 2 (dua) Lembar
Hal : “Pembukaan dan Pengaktifan kembali Gereja/Rumah Ibadah”.


Kepada Yang Terhormat:
Presiden Republik Indonesia
Bapak Jenderal TNI (Purn). H. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono
Di 
Jakarta. 


Shalom Aleikhem (Assalaamu Alaikum) “Salam Damai-Sejahtera bagi Bapak Presiden”.

Bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 2007 ini, kita “Bangsa Indonesia” telah 
memasuki usia kemerdekaan yang ke-62 Tahun. Untuk itu patutlah bagi kita untuk 
menyampaikan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya 
oleh Kasih dan Rahmat-Nya-lah kita dapat terbebas dari belenggu penjajahan 
bangsa lain dan boleh hidup sebagai bangsa yang merdeka.
Dalam rentang waktu 62 Tahun perjalanan Indonesia, umat Kristiani secara tulus 
telah berkarya bersama-sama dengan umat beragama lain, mengisi kemerdekaan 
untuk mengatasi berbagai persoalan dan krisis yang terus melanda negeri ini; 
memperjuangkan terwujudnya kedamaian, kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran; 
serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang 
berdasarkan Panca Sila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

Namun, di tengah suasana sukacita memperingati kemerdekaan ini, kami selaku 
warga Kristiani yang juga adalah anak kandung republik ini, justeru sering kali 
mengalami tindakan “penjajahan” oleh bangsa sendiri. Penjajahan ini terjadi 
melalui berbagai regulasi/ peraturan perundang-undangan, yang salah satunya 
ialah, “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, Nomor 9 Tahun 
2006 - Nomor 8 Tahun 2006” (PERBER MENAG-MENDAGRI 2006), yang merupakan revisi 
dari SKB MENAG-MENDAGRI 1969.
Baik SKB MENAG-MENDAGRI 1969, maupun PERBER MENAG-MENDAGRI 2006 ini, secara 
konseptual maupun (terlebih) implementasinya memberikan dampak yang sangat 
buruk bagi bangsa ini, hingga kini lebih dari 148 Gereja / Rumah Ibadah ditutup 
karena adanya Perber pengganti SKB tersebut. 

Secara konseptual, menjadikan kita sebagai bangsa mundur berabad-abad ke 
belakang. Di mana, seseorang yang mau menjalankan hak-haknya untuk beribadah 
dan mendirikan rumah ibadah, maka ia harus berhadapan dengan berbagai aturan/ 
regulasi yang membatasi hak azasinya tersebut. 

Seharusnya, bila bangsa ini ingin membangun PERADABAN YANG MAJU DAN 
BERMARTABAT, maka tatanan, sistem dan regulasi yang dibuat, tidak boleh untuk 
membatasi, mengekang dan memasung hak seseorang/ sekelompok orang, tetapi 
seyogyanya untuk mendorong manusia, agar menemukan citra dirinya sebagai 
makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Dengan demikian, ketika seseorang/ 
sekelompok orang yang akan menjalankan hak azasi-nya, maka dengan kesadaran 
diri sendiri pula ia mau melaksanakan tanggung jawab azasi-nya, berupa 
penghormatan terhadap hak azasi orang/ kelompok lain.




Dalam hal pendirian “Rumah Ibadah”, sebenarnya tidak perlu kita mencari dan 
membuat rumusan yang baru, karena secara konkrit para “Founding Fathers” bangsa 
ini, khususnya Bung Karno telah memberikan teladan yang sangat indah, yakni 
“Disandingkannya Mesjid Istiqlal dengan Gereja Katedral dan Gereja Imanuel di 
satu kawasan, pusat kota Jakarta”. Bahkan yang lebih luar biasa, yang merancang 
“Mesjid Istiqlal” yang menjadi kebanggaan bangsa kita ini adalah seorang 
Kristiani (Alm. Ir. F.Silaban) – Bukankah sangat baik, bila konsep dan 
keteladanan yang mencerminkan jiwa serta semangat dari Panca Sila dan Undang 
Undang Dasar (UUD) 1945 ini terus diwujudkan dan dikembangkan; sehingga menjadi 
ciri khas kehidupan beragama di Indonesia; sekaligus dapat ditawarkan sebagai 
model peradaban dan perdamaian dunia? 

Secara implementatif, PERBER MENAG-MENDAGRI 2006 dengan berbagai persyaratan 
dan ketentuan yang ada, sangat menyulitkan warga Kristiani untuk mendirikan 
Gereja/ Tempat Ibadah di wilayah yang mayoritas penduduknya bukan Kristiani. 
Sebaliknya, di wilayah-wilayah yang mayoritas Kristiani (Papua, Irjabar, NTT, 
Maluku, Sulut, dll), melalui berbagai kebijakan pemerintah seperti Program 
Transmigrasi, penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Pusat dalam jumlah 
besar, dan berbagai bentuk kebijakan lainnya, menjadikan pendirian Mesjid dan/ 
atau Mushola, dapat dengan mudah dilakukan. Ini merupakan beberapa contoh nyata 
dari tindakan diskriminatif, rapi dan sistematis dibalik produk 
perundang-undangan tersebut.

Di samping itu, regulasi ini melahirkan pula “anarkhisme”. Di mana, ada 
“kelompok-kelompok masyarakat tertentu” yang mengatasnamakan PERBER 
MENAG-MENDAGRI 2006 INI, untuk bertindak semena-mena melakukan penutupan dan 
perusakan Gereja-gereja/ Tempat Ibadah. Ironinya, semua tindakan anarkhis 
tersebut, terjadi di hadapan aparat pemerintah daerah dan pihak keamanan, tanpa 
ada upaya (maksimal) untuk menghentikan, serta menindak para pelakunya. Dan 
yang lebih menyedihkan adalah, pemerintah pusat sebagai pembuat regulasi, tidak 
dapat menempatkan diri pada zona netral yang melindungi semua umat/ warga 
negara yang menjalankan hak-haknya sebagaimana amanat konstitusi (UUD 1945, Ps. 
28 I (2&4); sebaliknya, menutup mata seakan tidak pernah terjadi apa-apa.

Bapak Presiden Yudhoyono, yang kami kasihi dan hormati,

Dari peristiwa penutupan dan perusakan Gereja/ Rumah Ibadah ini, sangat tampak 
jelas bahwa, kelompok-kelompok “anarkhis” tersebut tidak lagi memandang dan 
menempatkan umat Kristiani sebagai saudara sebangsa yang telah bersama-sama 
membangun dan mengisi kemerdekaan negeri/ bangsa ini; tetapi sebagai musuh yang 
harus ditaklukkan. 

Terhadap semua aksi penutupan dan perusakan Gereja/ Rumah Ibadah ini, Partai 
Damai Sejahtera, lewat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) maupun Fraksi Partai Damai 
Sejahtera (F-PDS) DPR RI, bersama Pimpinan-pimpinan Gereja Aras Nasional di 
Indonesia, serta berbagai elemen masyarakat Kristiani, telah berulang kali 
meminta agar DIHENTIKAN! 
Namun setelah kurang lebih Tujuh Belas Bulan, sejak dikeluarkannya PERBER 
MENAG-MENDAGRI 21 Maret 2006 hingga kini 17 Agustus 2007, ternyata aksi 
penutupan Gereja dan Tempat Ibadah masih terus dan terus terjadi. Sementara 
para pelakunya, hukum seakan tidak mampu menjangkau mereka.

Bapak Presiden yang kami kasihi dan banggakan 

Bila kita konsisten dengan PERBER MENAG-MENDAGRI 2006 tersebut, maka Warga 
Kristiani serta Umat lainnya yang “teraniaya” pun, dapat menuntut “Penutupan 
Mesjid dan Mushola” pada semua fasilitas umum, baik di instansi Pemerintah 
maupun Swasta yang ijin peruntukannya “Bukan sebagai Tempat Ibadah”; termasuk 
di Gedung Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri yang membuat Regulasi 
ini, bahkan di Istana dan DPR sekalipun. Namun, reaksi seperti itu TIDAK AKAN 
DILAKUKAN oleh kami Umat Kristiani, karena tidak sesuai dengan ajaran Iman 
Kristiani yang berlandaskan KASIH.

Oleh sebab itu Bapak Presiden, pada momentum yang berbahagia di hari 
Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-62 ini, atas nama “Kasih dan Peradaban”, 
kami Dewan Pimpinan Pusat Partai Damai Sejahtera meminta kepada Bapak Presiden 
agar:



1. Semua Gereja atau Rumah Ibadah, termasuk Rumah Ibadah Hindu (Pura), atau 
Rumah Ibadah apapun yang telah ditutup dan dirusak atas nama PERBER 
MENAG-MENDAGRI 2006 dan/ atau SKB 2 MEN.1969, DIBUKA DAN DIAKTIFKAN KEMBALI .

2. Semua denominasi Gereja yang telah diakui dan disahkan oleh Departemen Agama 
Republik Indonesia, berhak mendapatkan izin untuk mendirikan Gereja/Rumah 
Ibadah, oleh sebab itu Pemerintah ( Pemerintah Daerah ) harus menerbitkan Izin 
Mendirikan Bangunan (IMB) 

3. Pemerintah dapat memberi perlakuan dan perlindungan yang adil terhadap kami 
warga Kristiani dan umat beragama lain yang selama ini mengalami “penjajahan 
dan penganiayaan” sebagaimana mestinya; khususnya dalam hal “Beribadah dan 
Mendirikan Rumah Ibadah”.

4. Pemerintah Pusat dan Daerah dapat memfasilitasi pertemuan antara semua unsur 
Agama, agar ada kesamaan persepsi dalam rangka membangun kebersamaan dan 
persaudaraan di antara sesama anak bangsa. Hal ini penting, karena hanya dengan 
kebersamaan dan persaudaraan yang kokohlah, kita dapat terus berkarya 
mempersembahkan yang terbaik bagi Nusa dan Bangsa “INDONESIA” yang kita cintai 
ini.

5. Sangat baik bila pemerintah dapat mendorong dilakukannya kajian-kajian yang 
intensif, mendalam, jujur dan tulus terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan 
Panca Sila, yang penuh dengan nilai-nilai Harmoni, Toleransi dan Kedamaian, 
sehingga benar-benar menjadi tuntunan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Demikianlah harapan dan permintaan kami kepada Bapak Presiden.
Akhir kata, kami haturkan banyak terima kasih atas perhatian dan kebijaksanaan 
bapak. Teriring pula Salam dan Doa, kiranya Bapak Presiden senantiasa 
dianugerahi kekuatan dan kesehatan yang prima oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, 
sehingga dapat memimpin Bangsa Indonesia dengan baik hingga akhir masa tugas.

Kiranya Tuhan Memberkati kita semua, Amin.



DEWAN PIMPINAN PUSAT
PARTAI DAMAI SEJAHTERA


Ketua Umum Sekretaris Jenderal



dr. Ruyandi Hutasoit Ir. Ferry B. Regar


Tembusan Kepada Yth:
1. Gereja Anglikan (GA)
2. Gereja Bala Keselamatan (GBK)
3. Gereja Baptis Indonesia (GBI)
4. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMHAK)
5. Gereja Ortodoks Indonesia (GOI)
6. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
7. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
8. Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia
9. Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI)
10. Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM)
11. Arsip

                      For of Him and through Him and to Him are all things, to 
whom be glory for ever. 
  Amen (Romans 11:36)
      
                 














       
---------------------------------
Boardwalk for $500? In 2007? Ha! 
Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games.

Kirim email ke