http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/28/opi01.html
Embung, Irigasi Kendi, dan Dam Parit Oleh Salman Darajat Kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Tanah Air. Ratusan ribu hektare tanaman pangan, terutama padi, di Pulau Jawa terancam. Luas lahan padi yang potensial gagal panen terus bertambah seiring dengan musim kemarau yang berubah pola. Perubahan iklim-para ahli mengaitkannya dengan gejala pemanasan global-menyebabkan musim hujan dan kemarau di Indonesia bergeser. Musim kemarau yang biasanya terjadi pada periode April sampai Oktober, tahun ini baru dimulai pada Juli. Demikian juga dengan musim hujan yang bergeser dari November sampai Maret ke Februari hingga Juni. Total luas tanaman padi yang kekeringan selama Januari-Juli 2007 mencapai 268.518 hektare. Kawasan tropis ditengarai akan menderita "pukulan produksi pangan" akibat besarnya variabilitas iklim menjelang 2030. Itu berarti kerawanan pangan akan sering terjadi. Kekhawatiran ini cukup beralasan. Karena meski bencana kekeringan sudah mengancam dan melanda sentra-sentra produksi beras di Jawa, pemerintah malah membantah terjadi bencana kekeringan nasional pada musim kemarau sekarang ini. Petani di daerah pantai utara (pantura) Jabar dan Jateng padahal sudah berteriak sawah mereka kering. Pemerintah harus menanggapi masalah ini dengan serius karena menyangkut produksi beras nasional. Pemerintah harus cepat menangani bencana alam yang sudah di depan mata. Berdasarkan hasil analisis data historis yang disampaikan Direktur PLA Deptan, kekeringan kali ini selain merupakan kejadian musiman biasa, juga akumulasi dan interaksi tiga faktor penyebab lainnya, yaitu degradasi lingkungan dan sumber daya air, tata kelola air yang memburuk, dan dampak perubahan iklim global. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah harus mengantisipasi dengan cepat dan tepat faktor ini. Embung dan Kendi Untuk mengantisipasi dampak kemarau atas ketersediaan air untuk pertanian, penerapan beberapa Teknologi Tepat Guna akan sangat membantu diantaranya adalah: Pertama, Teknologi Embung. Teknologi ini pernah digalakkan beberapa tahun lalu dan telah terbukti berhasil pada daerah Semi Arid Tropic di dunia. Di beberapa tempat di Indonesia teknologi ini sudah diterapkan. Embung adalah kolam penampung air hujan untuk mensuplai air di musim kemarau, menurunkan volume aliran permukaan sekaligus meningkatkan cadangan air tanah, dan mengurangi kecepatan aliran permukaan hingga daya kikis dan daya angkutnya menurun. Teknologi Embung dapat meningkatkan intensitas tanah dan hasil usaha tani. Di Yogyakarta penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun dengan pola padi, tembakau, jagung. Nilai usaha tani pada sawah tadah hujan meningkat dari Rp 4,3 juta/ha/tahun menjadi Rp 11,7 juta/ha/tahun. Pada lahan kering, maka usaha tani meningkat dari Rp3,5 juta menjadi Rp 8,3 juta/ha/tahun. Selain itu, Embung juga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan, dan air embung dapat pula dimanfaatkan untuk minum bagi ternak. Dengan penerapan teknologi ini, dalam jangka panjang diharapkan muka air tanah naik sehingga dapat dibuat sumur untuk keperluan rumah tangga. Lokasi yang sesuai untuk konstruksi umum bagi teknologi embung adalah : 1) Lapisan tanah bagian bawah kedap air, 2) kemiringan lahan kurang dari 40%, 3) tidak langsung dilalui oleh saluran pembuangan air utama. Kedua, Sistem Irigasi Kendi. Ini adalah salah satu bentuk pemberian air pada tanaman melalui zona per-akaran tanaman. Irigasi kendi ini dapat menghemat penggunaan air dengan cara mengatur melalui sifat porositas kendi. Secara operasional, kendi ditanam di bawah tanah dekat dengan zona perakaran tanaman. Jumlah kendi yang ditanam tergantung pada jenis tanaman, kebutuhan air tanaman, suplai air serta porositas tanah dan kendi. Mekanisme pengisian air ke dalam kendi adalah dengan memasukkan air yang berasal dari air hujan atau sumber air lainnya melalui selang air. Pada waktu musim kering dimana ketersediaan air di dalam tanah berkurang, maka air dalam kendi akan mengalir ke luar melalui pori-pori kendi sesuai dengan prinsip hukum keseimbangan tekanan air di dalam tanah. Sistem irigasi kendi ini dikembangkan oleh Jurusan Teknik Pertanian IPB dan telah diuji coba di beberapa lokasi untuk tanaman tomat, cabe dan tanaman hortikultular lainnya. Sosialisasi Ketiga, Sistem Irigasi Dam Parit (Channel Reservoir). Sistem irigasi dam parit adalah sistem yang memanfaatkan aliran sungai dengan cara memotong aliran sungai dan mengumpulkan air dari aliran sungai tersebut untuk didistribusikan ke saluran irigasi yang ada. Dengan sistem ini, aliran permukaan dapat dikurangi sehingga dapat digunakan sebagai cara untuk penanggulangan banjir. Di samping itu, sistem ini dapat mengurangi sedimentasi dan pendangkalan sungai akibat sedimentasi karena berkurangnya laju aliran permukaan, dan meningkatkan permukaan air tanah. Sistem ini dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Litbang Pertanian. Sayangnya, sosialisasi berbagai teknologi ini kepada masyarakat petani terasa masih kurang. Terkait dengan hal ini pun kabarnya pada 21 Agustus 2007, Deptan meluncurkan kalender tanam sebagai acuan bagi petani dalam menentukan tanaman pilihan. Namun, kita meragukan bahwa informasi semacam ini akan sampai ke petani. Kita khawatir program hanya berhenti sebatas proyek dan tidak sampai ke sasaran. Syahdan, seorang teman yang kebetulan berkesempatan berada satu forum dengan petani di sebuah diskusi yang digelar Sinar Harapan dan tabloid Agrina beberapa waktu lalu. Ia dibuat heran dengan respon petani yang begitu antusias saat melihat teman saya ini memegang buku panduan pola tanam. Saat itu juga, para petani itu meminta izin untuk memfoto kopi buku panduan tersebut. Teman saya yang akademisi ini tentu heran. Bukankah buku panduan seperti itu harusnya sudah menjadi pegangan wajib petani dan menjadi "buku pintar" mereka? Jadi, jika tahun ini pemerintah berniat meluncurkan kalender tanam, bisakah kita diyakinkan bahwa produk tersebut akan benar-benar sampai ke tangan petani? Fakta nekatnya petani menanam padi meski berhadapan dengan risiko tinggi gagal tumbuh, membuktikan bahwa peran penyuluh di lapangan masih belum optimal. Jika kita telisik kondisi penyuluhan di Indonesia sangat rawan. Penyuluhan pertanian, sebagai bagian integral pembangunan pertanian, merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Penulis adalah alumnus Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Bekerja di Badan Ketahanan Pangan, Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Aceh Timur