nano
  biak_papua imel: [EMAIL PROTECTED]
   
  Kompas 29 Agustus 2007
   
  http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/29/daerah/3796133.htm
   
  NFRASTRUKTUR
  Jika Janji Itu Kosong, "Kitorang" Melompat Gunung
   
  Ucapan Darius Gaby (48) siang itu terdengar sederhana tetapi mengandung makna 
yang amat dalam. Waktu itu kami bertanya tentang fungsi jalan beraspal yang 
kebetulan belum terdapat di desanya, Desa Wadangka, 50 kilometer timur laut 
pusat Kabupaten Jayawijaya, Papua. Ia mengatakan, "Kami berharap jalan beraspal 
itu segera terwujud. Tetapi, jika janji itu kosong semata, kami bisa mencapai 
kota dengan melompat gunung."
  Pernyataan Gaby itu sekilas terasa menggelikan. Namun, ternyata dia serius. 
Gaby menyatakan, akibat minimnya moda transportasi, belum representatifnya 
kondisi jalan, sekaligus tidak punya uang, mereka biasa menuju pusat kota 
Wamena dengan berjalan kaki, membelah hutan, naik-turun Gunung Yomosi. "Tidak 
sampai setengah hari kami bisa mencapai Pasar Jibama di Wamena," ujarnya.
  Belum selesai
  Kampung Wadangka sebenarnya dilalui Jalan Trans Papua (dulu disebut Trans 
Irian), yakni jalan yang menghubungkan Jayapura-Wamena yang panjangnya 585 
kilometer. Ironis, jalan yang sudah dicanangkan pembangunannya sejak 
pertengahan tahun 1985 oleh Presiden Soeharto, presiden kala itu, belum juga 
selesai dibangun. Dari arah Wamena, jalan yang sudah beraspal saat ini baru 
sampai Kilometer 37.
  Dari Kilometer 37-48 masih setengah aspal, berlanjut jalan "sungai 
mati"—jalan tanah berlubang yang mirip aliran sungai mati ketika kemarau dan 
dipenuhi genangan air di musim hujan—hingga Kilometer 140. Kilometer 
selanjutnya, hingga masuk ke Distrik Lereh, Kabupaten Jayapura, praktis tidak 
bisa dilalui kendaraan bermotor. Kawasan ini sebenarnya sudah dibuka pada tahun 
1990-an, tetapi kemudian tertutup karena teramat jarang dilalui kendaraan.
  "Kami bisa mencapai Distrik Elelim di Kilometer 140 itu naik angkutan jenis 
(Toyota) hard top dengan biaya paling murah Rp 200.000, atau jalan kaki. Pernah 
ada anggota misi Injil yang mencapai Lereh dari sini, butuh waktu 2-3 minggu 
mencapai wilayah tersebut," tutur Gaby.
  Realitas infrastruktur secara umum di Papua, khususnya kawasan Pegunungan 
Tengah, memang masih memilukan. Sebagian warga bahkan menyatakan selama ini 
tidak ada kemajuan berarti di sana. Semua masih sama, jalan belum dibangun, 
listrik belum menyala.
  Soal listrik, Wamena juga menyajikan contoh yang pas. Hanya Kota Wamena saja 
yang sekarang sudah "menyala". Sejumlah distrik lain, misalnya Kurulu, 
Yelangga, dan Bolakme, belum dialiri listrik PLN sama sekali. Padahal, 
instalasi listrik sudah terpasang hingga Kurulu. Sungai Baliem, yang notabene 
sudah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro berkemampuan 
hingga 500 kilowatt—yang menerangi Wamena dan sekitarnya—pun sebenarnya bisa 
dijadikan modal dasar. Namun, kenyataannya potensi itu tidak dimanfaatkan.
  Ketergantungan
  Di bidang transportasi, ketergantungan masyarakat pegunungan tengah Papua 
terhadap angkutan udara pun teramat besar. Dampaknya, harga barang- barang yang 
dibutuhkan masyarakat menjadi mahal. Semen, misalnya, harganya bervariasi, Rp 
500.000-Rp 1,5 juta per zak. Bahkan, air mineral 1,5 liter dijual Rp 18.000, 
atau enam kali lipat dari harga yang berlaku di Sorong dan Manokwari.
  Dalam rapat kerja bupati/ wali kota setanah Papua di Biak, April 2007, Dinas 
Pekerjaan Umum Provinsi Papua memang bertekad memprioritaskan penyelesaian 
sekaligus merawat sebaik-baiknya infrastruktur jalan di seluruh tanah Papua 
yang panjangnya mencapai 4.677 kilometer. Untuk itu, konon dibutuhkan dana Rp 
51,3 triliun.
  "Kami tidak dapat sekadar bergantung pada dana APBN untuk merealisasikan hal 
tersebut karena pasti tidak selesai-selesai. Harus dicari terobosan khusus, 
misalnya bekerja sama maupun mencari pinjaman dari pihak swasta atau pihak 
asing," ungkap Gubernur Barnabas Suebu kala itu. Pembangunan infrastruktur 
jalan tersebut direncanakan selesai pada tahun 2027.
  Semoga semua itu tak sekadar wacana dan bisa berjalan baik, sehingga Gaby tak 
perlu melompat gunung lagi.... (BENNY DWI KOESTANTO/ ICHWAN SUSANTO) 

       
---------------------------------
 
 Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.

Kirim email ke