PETAN AND THE GANK http://ragambudaya.multiply.com/journal/item/2
Petan (hurup ‘e’ dibaca seperti pada kata tempe) adalah satu aktifitas fisik yang dulu biasa dikerjakan oleh para simbok-simbok. Bahasa Indonesianya masih embuh ra ruh. Tapi biasa diartikan mencari kutu, meskipun seringkali berburu uban pun bisa dikatakan petan. Aktifitas ini boleh dibilang nyenengkeh. Para simbok bisa bertahan petan berjam-jam. Jika nemu endog tumo atau biasa disebut “lingso”, langsung diklethus sambil terdengar bunyi “klethuk”. Demikian juga jika nemu anak kutu yang berjuluk “kor”, babat habis dengan sekali klethus. yang belum biasa ngliat memang njijiki. Tapi para simbok itu menjalaninya dengan penuh hikmat kebijaksanaan. Yang mbikin makin betah dari ritual petan ini adalah content tambahannya, yakni ngrumpi wal nggosip. Sambil klethas-klethus mlithesi kor dan lingso, simbok yang dipetani gundhulnya itu nyrocos ngrasani tetangga-tetangganya. Mulai dari Lik Wongso Kampret yang barusan mbeli motor, sampai Yu Galiyuk Brongkos yang anaknya hamil di luar nikah dionceki sampai habis. Kadang pembicaraan yang tadinya terdengar dari jauh, tiba-tiba bisa berubah pating glenik, bisak-bisik sambil sesekali nyekikik. Hebatnya lagi, grup petan ini kadang terbentuk menjadi kubu-kubu tersendiri. Kubunya mbok Kenyik, mbok Suminten dan mbok Darmi berbeda dengan kubunya yu Kenyung, yu Giyah dan yu Ginem. Bahkan saling ngrasani kubu satu dengan yang lainnya. Maka ini semakin membuat petan menjadi aktifitas yang enak dicoba dan perlu. Ngungkuli ngeblog mungkin. Ketika tipi mulai merebak sampai ke desa, aktipitas petan mulai memudar. Simbok-simbok mulai dikenalkan dengan sinetron dan inpotainmen. Gairah petan tersalurkan dengan melihat acara inpotainmen tersebut. Karena contentnya serupa dengan content tambahan petan, yakni ngrumpi dan nggosip. Padahal semula inpotainmen itu kan suatu acara yang berisi informasi di dunia hiburan, namun rupa-rupanya ngrasani menjadi menu pokok. Sehingga aktifis petan pun terpuaskan rasa dahaganya disitu. Petan dan inpotainmen adalah dua hal yang secara materi no problem. Gak ada masalah. Namun content nya lah yang nantinya menyebabkan masalah. Jika dengan petan akhirnya mbikin warga sak RT resah karena gosip yang dihembuskan ternyata pitnah, maka petan disini adalah penyakit. Inpotainmen pernah dinyatakan haram. Sebenarnya tanpa adanya fatwa dari ulama manapun, yang namanya nyebar fitnah dan ghibah itu hukum asalnya haram. Tapi karena baju inpotainmen itu berlapis, maka memang membutuhkan format fatwa yang tidak gebyah uyah. Poro simbok dan pelaku ghibah jadi risih mendengar fatwa itu. Maka fatwa tersebut cuma jadi bahan tertawaan. Nasib yang sama menimpa fatwa haramnya Bank Konvensional. Sebenarnya ribanya lah yang diharamkan. Namun karena Bank itu seakan sudah identik dengan riba, maka cap haram menimpa kata Bank, meski selengkapnya disebut Bank Konvensional untuk membedakan dengan Bank Syariah. Ghibah dan riba umum diketahui keharamannya. Namun ketika terbalut kata Bank, Infotainmen atau Petan, khalayak umum perlu memilah sebenarnya apa yang diharamkan. Ketika tak paham dalam memilah, yang ada adalah rasa curiga. Kemarin Bank diharamkan, lantas inpotainmen, besok apa lagi ya? Apakah nantinya akan muncul fatwa haram buat Petan? Bank, Inpotainmen, dan Petan tak bisa dihukumi halal atau haram tanpa mengetahui contentnya. Hal serupa juga terjadi pada MLM, koperasi, Kredit, hutang piutang, bahkan juga pada polygami yang sekarang sedang marak dibahas. Kadang satu kata identik dengan content nya. Namun pengindentikan belum tentu sinonim. Hamburger tadinya identik dengan daging babi, karena ham sendiri adalah daging babi. Tapi nyatanya tidak demikin di negeri ini. Hamburger tanpa babi lebih banyak dijual daripada yang berbabi. Dalam hal pengidentikan, maka itu makanannya ahli marketing. Satu keharaman manakala dimarket dengan bagus, akan dilahap khalayak rame tanpa curiga. Manakala datang fatwa haram, masyarakat terhenyak, marah-marah karena terlanjur menyatu dengan keharaman. Demikian juga dengan kehalalan. Manakala perang marketing berhasil mengidentikkanya dengan identitas yang menjijikkan, maka khalayak akan memandang rendah dan jijik. Manakala dikasih tahu bahwa itu halal, semua kaget. Belajar dari Petan and the gank ini, maka pelajarilah halal dan haram dari sumber hukumnya, bukan dari kemasan marketingnya. Karena halal haram bukan diukur dari keberhasilan marketing. ------------ Ethnic Design & Nusantara Cultures http://ragambudaya.multiply.com ----------------- Mailing list: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ Blog: http://mediacare.blogspot.com http://www.mediacare.biz Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/