G-Land (http://www.g-land.com ) begitulah orang Barat menyebutnya dan Plengkung 
orang lokal menyebutnya, karena pantai-nya melengkung menyerupai huruf "G". 
Sebelum tahun 2000 pantainya nyaman, sepi, bersih dari sampah, hanya petualang 
yang mau menjangkau tempat tersebut, karena dari Pancur tempat terdekat yang 
bisa dijangkau kendaraan, harus berjalan kaki menyusuri pantai sejauh 12km, 
melewati hutan lebat. Sedangkan turis asing biasa mencapainya dengan naik 
speedboat dari Bali atau yang terdekat dari pantai Grajagan, Banyuwangi.

Para turis asing yang datang kesini adalah para peselancar, tempat ini sangat 
disenangi karena ombaknya tinggi dan panjang (tidak pecah) sehingga bisa 
berlama-lama menari-nari di atas air. Sebagian lagi datang untuk melihat 
pantai, karena masih "perawan" sepi, hanya sedikit sekali pengunjung, bahkan 
hampir tidak ada pengunjung lokal. Ombak mencapai puncaknya pada 
Juli-September, dahulu biasa tiap tahun ada event surfing tingkat dunia. 
Pondok/penginapan yang didirikan di tengah hutan, dibangun oleh perusahaan 
asing (PMA) terbuat dari bahan ramah lingkungan, yaitu dari kayu, bambu, tanpa 
batu bata/semen. Tempat tidur tergantung memakai tali dan dikelilingi kelambu 
untuk melindungi diri dari nyamuk. Meskipun tarifnya sekelas hotel berbintang 
para wisatawan asing rela membayar demi menikmati alam di G-land.

Namun pada awal tahun 2002 terakhir saya kesana, pantai tersebut telah kotor 
oleh sampah pengunjung lokal. Mereka berduyun-duyun kesana dengan bawaan bekal 
makanan dan sampahnya ditinggalkan berserakan. Mereka itu datang hanya untuk 
melihat air sambil makan bersama keluarga saja, bukan menikmati ombak yang 
besar. Bagaimana akan menikmati ombak, dekat air saja takut, apalagi disitu 
ombak sangat besar.

Kenapa bisa berubah begitu?

Karena dari Pancur ke G-land dibangun jalan menembus hutan lebat taman nasional 
Alas Purwo dengan menebangi pohon yang umurnya ratusan tahun. Maksud pemerintah 
membangun (merusak hutan) dan mempromosikan tempat wisata, tetapi tidak dikaji 
apa maunya wisatawan asing dengan tempat tersebut. Siapa saja bisa dengan mudah 
datang kesana memakai kendaraan dan meninggalkan sampah sembarangan. Tentu saja 
tempat itu akan segera ditinggali penduduk dan mendirikan warung-warung yang 
merusak hutan. Nuansa alaminya akan hilang.

G-Land bagaimana nasibmu kini....

nano

biak_papua

Kirim email ke