Sebelumnya saya ucapkan pada rekan-rekan yang menyatakan dirinya "Manusia
Indonesia",
Mari kita Implementasikan sikap dengan wujud perlawanan terhadap segala
sesuatu bentuk
Imprealisme dari Kaum Bourjois tersebut!!!.
Sejenak untuk direnungkan:
1. Bepuluh - puluh juta-ribu ton hasil alam di tanah papua di grogoti tapi
apa yang didapati oleh
    penduduk tempatan?...(Sampai saat ini helaian kain Untuk menutupi Aurat
merekapun tidak-
    teratasi!!!. )
2. Sudah berapa banyak Pendidikan baik formal dan non formal yang di bangun
disana???...
    Hanya Kebodohan dan terus kebodohan yang di berikan pusat terhadap
penduduk tempatan
3. Keadilan dalam pembangunan daerah di persada ini, yang diberikan pusat
tidak adil!!!
    Beberapa wilayah sangat menonjol pembangunannya, sedangkan wilayah lain:
sebagai contoh
    Papua bagaimana?....
4. Berapa banyak Inkam/devisa yang diberikan papua terhadap negara ini?
tapi, apa yang negara ini
    sudah berikan untuk papua?...
5. Berapa banyak generasi/pemuda papua yang terabaikan dalam
kesempatan/peluang kerja baik negri ataupun Swasta?
6. Banyak pimpinan perusahan asing yang mengkondisikan pekerja wanita kita
menjadi budak sex mereka!!!
Rekan - rekan, disana banyak yang membutuhkan kita sebangsa dan setanah air
ini, mari kita satukan
visi dan misi untuk tolak segala sesuatu bentuk pengelolahan alam kita oleh
bangsa asing!!!.
Kenapa sampai saat ini Imperialisme yang dengan jelas menghisap darah
"Zamrud Kahltulistiwa" ini
masih kita diamkan???...

ttd,

Rio darma persada


  -----Original Message-----
  From: mediacare@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Behalf Of irwank
  Sent: Tuesday, September 11, 2007 5:02 PM
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Subject: [mediacare] Fwd: [PAN] Freeport 40 th lalu



  ---------- Forwarded message ----------
  From: irwank
  Date: Sep 11, 2007 4:55 PM
  Subject: Re: Freeport 40 th lalu

  Ironis.. (Rakyat) Indonesia yang kaya raya dari sumber alamnya harus
mengalami
  kelangkaan dan mahalnya berbagai barang.. beras, 'minah', 'mireng', dan
bahan
  sembako lainnya..

  Menjelang Romadlon kali ini, akankah banyak orang yang mengantri 'minah'..
  sekedar untuk menyiapkan hidangan sahur dan buka puasa?
  Kalau iya, cukup satu kata: KETERLALUAN..

  CMIIW..

  Wassalam,

  Irwan.K



  ---------- Forwarded message ----------
  From: Amir <[EMAIL PROTECTED]>
  Date: Sep 11, 2007 3:35 PM
  Subject: [PAN] Freeport 40 th lalu

  Kisah sedih atas kerakusan terhadap bangsa ini..

  salam,

  -----------------------------
  Diceritakan kembali berdasarkan sebuah artikel dari Kompas 11 Juni 1969.
  "Eksplorasi Tembaga di Ertsberg, Irian Jaya" (oleh Adjat Sudradjat)

  Tahun 1967, 40 tahun lalu, Tim Freeport sedang berusaha mengebor bagian
  dari Gunung Bijih untuk mendapatkan sampel-sampel bijih guna penelitian
  kadar mineralisasinya. Konon, para pembor itu dipilih dari yang pernah
  berpengalaman di Kutub Utara dan Alaska sebab mereka mesti melawan
  suhu sedingin 0-4 Celsius, kabut, dan hujan. Mereka mendirikan kemah di
  pelataran Cartensz Weide. Mereka diterbangkan ke situ dari Timika
  menggunakan helikopter selama 40 menit.

  Sementara itu, tiga orang kepala suku berhiaskan bulu burung, kalung
  merjan, dan tusuk hidung merayap menuju Ertsberg tiga hari tiga malam
  bersama bala tentaranya tanpa selembar benangpun melekat di badannya,
  tak peduli hawa sedingin es pun. Akhirnya, mereka sampai di perkemahan
  para pembor tersebut. Suasana tidak menyenangkan terjadi sebab tidak
  ada saling pengertian di antara tim Freeport dan suku setempat, maklum
  tidak ada yang saling mengerti bahasa masing2. Orang2 Indonesia di tim
  Freeport pun tak mengerti bahasa mereka sebab sebagian besar datang
  dari luar Papua.

  Keesokan harinya, saat para pekerja bangun tidur, mereka menemukan
  perkemahan sudah dipagari tonggak seperti salib digantungi berbagai
  bunga dan daun. Di tengah kecemasan itu, untung terpikir untuk memberi
  suku-suku Papua itu makanan. Makanan diterima dan suku2 itu pulang.
  Keesokan harinya datang lagi, tetapi kali ini untuk membantu tim
  mengangkati batu-batu dari Ertsberg. Lalu mereka pulang.

  Kedatangan yang berikutnya, suku2 ini membawa seorang anak bernama
  Karel didikan misionaris. Anak ini bisa berbahasa Indonesia walaupun
  patah-patah. Akhirnya, terungkaplah bahwa keinginan suku2 ini yaitu
  mereka minta ganti rugi atas gunung mereka yang telah digali. Tentu saja
  suku2 ini tidak tahu bahwa di Jakarta kontrak pertambangan antara
  Pemerintah Indonesia dan Freeport telah ditandatangani setahun
  sebelumnya, 1966.

  Minta ganti rugi ? Dengan serentak, sang superintendent Freeport tanpa
  segan-segan memberikan berbilah-bilah parang sebagai ganti Ertsberg.
  Ternyata, belasan parang itu diterima dengan sangat sukacita oleh para
  anggota suku. Seorang kepala suku lalu menyerahkan sebilah pisau batu
  kepada si "pembeli gunung" sebagai hadiah tanda sukacita. Lalu, si
  kepala suku menari-nari di depan tim Freeport sambil mengeluarkan
  bunyi seperti ribuan burung. Tangannya mencabut bulu cenderawasih di
  kepalanya dan mengacungkannya ke depan. Upacara ini diikuti dengan
  khidmat oleh seluruh anggota suku. Ketika ditanyakan kepada Karel apa
  arti upacara itu, dijawabnya bahwa itu adalah upacara agar Sang Hyang
  merelakan gunungnya digali dan sekaligus memberikan berkat kepada
  para pembeli gunung itu. Tak lama kemudian para suku pulang.

  Dan, kita tahu Ertsberg yang menjulang pun digali habis tidak sampai
  20 tahun (Adjat Sudradjat, 1996).


  

Kirim email ke