Kamis, 13 Sept 2007 
 Sejenak Bersama Pak Said, Guru TK Keliling 
  Matanya Buta, Berharap Bisa Beli Kursi Roda
 Sosok Oemar Bakri yang dinyanyikan oleh Iwan Fals klop sekali dengan kondisi 
Said, seorang guru musik khusus TK yang telah mengabdi sejak tahun 1960-an. 
Menggunakan sepeda butut, berkeliling dari satu TK ke TK lain baik di wilayah 
kota maupun Kabupaten Mojokerto.
 
 Khoirul Inayah, Mojokerto
 ---
 
 RUMAHNYA berada di gang sempit. Hanya cukup untuk satu orang berjalan kaki. 
Kalau mau berpapasan, harus nyimpang dulu. Tepatnya di Jagalan Gg 3 No 21 Kota 
Mojokerto. Kanan kirinya diapit rumah tetangga dengan tembok yang tinggi. Tepat 
di depan rumahnya, ada rumah kosong. Melalui impitan rumah inilah, orang bisa 
mencapai rumah Pak Said, demikian ia kerap di sapa.
 
 Pertama kali ke sini, wartawan koran ini menemui jalan buntu. Rumah diketok 
beberapa kali, ternyata tak ada jawaban. Salahkah alamatnya? "Ya, itu rumahnya. 
Pak Said gitar itu kan?" jelas seorang warga yang ditanya koran ini.
 
 Karena tetap tak bisa mendapatkan jawaban, akhirnya wartawan koran ini 
menghubungi ketua RW setempat, Samsul Bachri. Barulah, saat itu rumah dalam 
kondisi terbuka. Di sana, ternyata sudah ada Karni, tetangga Pak Said yang 
sehari-hari merawatnya. "Saya memang yang ngeramut Pak Said sehari-hari. Mari 
masuk," ujarnya.
 
 Dalam balutan usia senja, yakni 82 tahun ternyata Said masih bisa panjang 
lebar bercerita. Suaranya lantang, menyiratkan dulu ia seorang pekerja keras. 
"Saya lahir tahun 1925. kalau sekarang sudah tahun berapa?" tanyanya mengawali 
pembicaraan.
 
 "Saya dulu keliling dari satu TK ke TK untuk mengajar menyanyi." 
 
 Setiap hari, ujar Said, ia harus mengunjungi sedikitnya 6 TK yang berbeda. 
Tidak hanya di wilayah kota, tetapi juga wilayah kabupaten. Untuk mencapai itu, 
ia harus mengayuh sepeda ontel satu-satunya yang ia miliki. Lambat laun, ada 
sedikit perubahan. Setelah mampu menabung sedikit demi sedikit, maka ia mampu 
membeli sepeda dinamo, sehingga ia tidak perlu ngengkol lagi. "Dua sepeda itu 
telah saya berikan kepada keponakan saya," ungkap Said.
 
 Setelah, tenaganya mulai berkurang, ia tak lagi menggunakan sepeda. Tetapi 
abonemen becak yang setiap saat mengantarkannya ke TK-TK yang akan ia kunjungi. 
"Tapi, sekarang kondisi saya ya begini ini. Saya jalani saja dengan senang 
hati," ujarnya.
 
 Kulitnya mulai keriput. Kaki dan tangannya seakan tulang yang dibalut kulit 
saja. Sehari-hari, ia hanya bisa berbaring lemah di sebuah kamar pengap dengan 
jendela kecil yang di depannya menghadap tembok belakang rumah tetangga. "Saya 
sudah tidak bisa jalan lagi. Kaki saya sudah tidak kuat," ungkapnya.
 
 Mengapa tidak menggunakan kursi roda? "Harganya?" tanyanya balik.
 
 Saat ini, ia hanya bisa tinggal seorang diri, istrinya sudah lama meninggal. 
Menurut Saiful Bachri, istrinya adalah warga keturunan Belanda. Istrinya, 
dengan suami sebelumnya memiliki tiga anak. Yang satu sudah meninggal. 
"Sekarang keduanya tinggal di Belanda. Hanya sekali ke sini. Mahal, biayanya," 
kata Said lagi.
 
 Di antara beberapa kisah yang membuatnya miris adalah, saat ia bersepeda di 
Mlirip. Dari belakangnya, ia ditabrak sebuah mobil yang ternyata dinaiki bekas 
muridnya sendiri. "Saya terseret empat meter dari jalan aspal. Dan mata saya 
sekarang yang kanan tidak dapat melihat," ungkapnya. (*)
  (Harian Radar Mojokerto)
Informasi:
Saiful Bachri, Ketua RW : 081 330 06 1978.

  
       
---------------------------------
Take the Internet to Go: Yahoo!Go puts the Internet in your pocket: mail, news, 
photos & more. 

Kirim email ke