Pak Mod yth.,
terimakasih sekali untuk pelurusan info sekait Bpk M Budiman.
Mas GM juga sudah berkirim salam.

Salam, Bismo DG

  ----- Original Message ----- 
  From: mediacare 
  To: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, September 16, 2007 1:18 PM
  Subject: Re: [mediacare] Re: Goenawan Mohamad: tersinggung, tetapi jangan 
memobilisasi



  Pak Bismo yang budiman,

  Terima kasih atas masukannya. Sekadar ralat, Manneke Budiman itu sdr. bukan 
sdr-i.
  Kalau tak salah, beliau adalah dosen FIB UI yang kini sedang menimba ilmu di 
Kanada.


  salam,

  rd



    ----- Original Message ----- 
    From: BDG KUSUMO 
    To: mediacare@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
HKSIS-Group 
    Cc: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] 
    Sent: Sunday, September 16, 2007 5:09 PM
    Subject: [mediacare] Re: Goenawan Mohamad: tersinggung, tetapi jangan 
memobilisasi


    Sebagai sekedar konsumen karya-karya seni budaya saya setuju dengan
    pendapat dan stand point Mas GM dan juga sdr-i M Budiman
    terhadap permasalahan terkait. Mindset beliau-beliau ini hemat saya sudah
    sepenuhnya bercorak postmodernisme, jadi secara internasional: kontemporer.
    Terutama dalam hal sikap tenang dan legowo saja mempersilahkan 1001 pendapat
    agar eksis bersama dan sekaligus. Tidak harus lalu dibabat laksana yang 
    pernah
    terjadi semasa Revolusi Kebudayaan di RRT pada awal tahun 1970an abad yang
    lalu. Silahkan saja pemikiran dan karya yang mana akan disukai,
    atau tidak, oleh siapa saja.

    Tanpa bermaksud mengkultuskan Mas GM, sikapnya dalam interview itu
    sungguh cocok dengan kebegawanan yang konon telah melekat padanya.
    Sebagai eksil saya baru sekali menonton TUK, pada 1997, dan senang sekali
    dapat bertemu dan ngopi dengan Mas GM, yang sebelumnya
    pernah mengunjungi Praha, tidak lama usai ambrolnya Tembok Berlin.

    Btw., novel Saman (Ayu Utami) yang menarik dan agak mengingatkan saya
    pada karya-karya Gabriel Garcia Marquez sudah diterjemahkan ke bhs Ceko
    dan diharapkan akan terbit pada autumn ini. Saya agak terkejut dengan adanya
    istilah "sastra lendir", sastra "syahwat merdeka" dan semacamnya. Tetapi
    dalam keadaan semacam ini, saya selalu ingat pada kata "Lain Ladang,
    Lain Belalang". Sebagai eksil di Eropa Tengah hampir 5 dekade tentu mindset
    saya sudah lain. Baiknya anak sulung Sylvie yg pernah belajar juga 
    Antropologi
    Budaya menasehati: "Pak, kalau sudah begitu jangan menvonis, cermati saja!"

    Salam,
    Bismo DG, Praha, Czech Rep

    ----- Original Message ----- 
    From: "Manneke Budiman" <[EMAIL PROTECTED]>
    To: <mediacare@yahoogroups.com>
    Sent: Saturday, September 15, 2007 9:09 PM
    Subject: [mediacare] Re: Goenawan Mohamad: tersinggung, tetapi jangan
    memobilisasi

    >
    > Lepas dari "dosa-dosa" TUK yang telah diinvetarisasi secara dramatis oleh
    > Rumah Dunia dan disebarkan di jurnalnya, Bumiputra, saya respek pada sikap
    > yang diambil GM dalam interview ini. Ada dua hal yang penting
    > digarisbawahi:
    >
    > Pertama, bahwa GM memperlihatkan sikap yang bertolak belakang dari yang
    > dipertunjukkan lawan-lawannya yang konon anti-sastra kelamin itu. Ia
    > bahkan sempat secar objektif memuji karya cipta Saut. Ia bahkan tidak
    > menyetujui reaksi berlebihan yang diperlihatkan sebagian pembaca atas isu
    > agama dalam puisi Saut. Siapapun yang terbebas dari kubu-kubuan justru
    > akan mendapat kesan bahwa GM malah bersimpati kepada Saut alih-alih
    > mendukung pengganyangan terhadap penyair Yogya itu.
    >
    > Kedua, wawancara ini memberikan perkenalan singkat tapi cukup baik dengan
    > TUK: bahwa ternyata TUK bukanlah sebuah kubu monolitik tempat para
    > "anggotanya" makan, tidur, dan ngelantur, melainkan cuma sebuah ruang
    > longgar tempat orang bertukar gagasan. Buat yang tahu TUK, akan juga tahu
    > bahwa yang namanya Nirwan dewanto, Sitok Srengenge, Hasif Amini, dll itu
    > kumpul bukan cuma buat saling amin-aminan, tetapi kerap mereka juga
    > berantem sendiri karena memang masing-masing punya ideologi sendiri. TUK
    > bukan sekte, tetapi arena. Siapapun boleh nongkrong di situ, takpeduli apa
    > latar belakangnya.
    >
    > Saya ke TUK sangat jarang, mungkin sekali atau dua kali setahun, kalau ada
    > acara-acara besar. Tapi saya tak merasa dikucilkan, atau mendapat kesan
    > bahwa mereka yang di TUK itu adalah gerombolan seperti yang hendak
    > diisyaratkan oleh Saut dkk lewat Jurnal Bumiputranya. Kritik buat TUK
    > harus selalu dilontarkan, dan TUK mustahil bisa mencegah kritik dari pihak
    > manapun. Namun, jika kritiknya dilontarkan dengan cara kasar seperti yang
    > dipertunjukkan oleh Rumah Dunia Banten, saya khawatir simpati masyarakat
    > justru berbalik kepada TUK, dan para pengkritiknya malah yang akan dapat
    > label sebagai kelompok norak yang tak punya kesantunan.
    >
    > Mungkin, dalam kesempatan ini, ada baiknya mendengar dari banyak orang,
    > bila perlu dari Saut Situmorang sendiri, sajaknya yang di Republika itu
    > bisa digolongkan sebagai sastra Syahwat Merdeka atau tidak? Apa kriteria
    > untuk memutuskan bahwa novel Saman adalah sastra lendir, sementara puisi
    > Saut bukan? Ayo kita sama-sama belajar. Saya tunggu pencerahannya.
    >
    > manneke
    >
    > manneke
    >
    >
    > -----Original Message-----
    >
    >> Date: Sat Sep 15 09:08:57 PDT 2007
    >> From: "radityo djadjoeri" <[EMAIL PROTECTED]>
    >> Subject: [mediacare] Goenawan Mohamad: =?UNKNOWN?Q?=93Boleh?=
    >> tersinggung, tetapi jangan memobilisasi =?UNKNOWN?Q?kemarahan=94?=
    >> To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> mediacare@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
    >> [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
    >>
    >> Wawancara dengan Goenawan Mohamad:
    >> ?Boleh tersinggung, tetapi jangan memobilisasi kemarahan?
    >>
    >>
    >> Pengantar:
    >> Di tahun ini, panggung susastra Indonesia agak panas dengan munculnya
    >> gerakan-gerakan yang "menghujat" TUK (Teater Utan Kayu). Mereka menuding
    >> TUK , baik secara terang-terangan maupun diam-diam, sebagai sarang
    >> "Gerakan Syahwat Merdeka" (GSM). Istilah tersebut pertama kali dicuatkan
    >> oleh Taufik Ismail. Ada yang bilang, GSM yang dimaksud adalah inisial
    >> dari nama lengkap sastrawan kondang Goenawan Soesatyo Mohamad yang
    >> akrab dipanggil GM - salah seorang pendiri Majalah TEMPO.
    >>
    >> Lalu muncul ikrar "Ode Kampung" di Rumah Dunia Banten yang juga
    >> "menghajar" TUK. Kelompok yang dimotori oleh Saut Situmorang dan
    >> kawan-kawan ini tak kenal lelah terus 'mengonceki' para tokoh KUK,
    >> seperti Nirwan Dewanto, Ayu Utami, Hasif Amini, Sitok Srengenge dan
    >> lainnya. Di mata Saut yang nyalang, mereka tidaklah layak digelari
    >> sebagai sastrawan.
    >>
    >> Tak heran, di berbagai forum termasuk di milis-milis, Saut dan
    >> kawan-kawan terus berkampanye untuk menghajar mereka dari berbagai sudut.
    >> Namun, tonjokan-tonjokan yang mereka lakukan selalu berbalas pantun
    >> dengan orang-orang yang tak setuju perseteruan itu, apalagi kalau
    >> dilakukan dengan bahasa yang kurang santun.
    >>
    >> Puncaknya adalah kala harian Media Indonesia memuat sebuah artikel
    >> tentang acara berkelas internasional yang digelar oleh TUK dan Dewan
    >> Kesenian Jakarta (DKJ) beberapa waktu lalu. Karena isinya amat memojokkan
    >> TUK, tak heran kalau TUK bereaksi keras dengan mencap artikel tersebut
    >> penuh dengan lumuran dusta. Menurut kabar
    >> terakhir dari Saut Situmorang melalui email, penulis artikel tersebut
    >> telah digeser jabatannya.
    >>
    >> Namun kini, Rumah Dunia yang konon anti pornografi belum bereaksi
    >> ketika puisi Saut Situmorang yang "panas" termuat di Harian Republika.
    >> Selain "berbau ranjang bergoyang", puisi tersebut juga menyinggung
    >> perasaan sebagian umat Hindu Bali, karena jelas-jelas menyebut "pura"
    >> dan "Dewa". Reaksi dan komentar pun mengalir, baik di milis maupun blog.
    >>
    >> Sayangnya, untuk kasus yang amat serius ini redaksi Republika masih
    >> diam seribu bahasa. Padahal Republika baik sengaja atau tidak telah
    >> melukai hati umat Hindu Bali. Beberapa umat Hindu pun melayangkan
    >> tanggapan ke redaksi Republika, namun tak ada balasan. Mereka cuma
    >> berharap agar tanggapan tersebut minimal dapat dimuat di Surat
    >> Pembaca. Mereka juga tak menginginkan harian Republika untuk meminta
    >> maaf kepada mereka.
    >>
    >> Berikut wawancara khusus Rizka Maulana dengan GM yang berlangsung di
    >> Teater Utan Kayu (TUK) pada Jumat, 14 September 2007 lalu:
    >>
    >> RM: Apakah mas Goen mengikuti keramaian di internet karena satu sajak
    >> Saut Situmorang dianggap menyinggung perasaan umat Hindu Bali?
    >>
    >> GM: Tidak langsung. Saya selalu dapat kiriman email dari teman-teman.
    >> Tetapi tidak semuanya sempat saya baca. Tetapi seorang teman mengirimkan
    >> khusus soal yang Anda sebut tadi.
    >>
    >> RM: Menurut mas GM, apakah sajak Saut itu menghina agama Hindu Bali?
    >>
    >> GM: Saya bukan orang Hindu Bali, tetapi saya tidak mau berlebihan.
    >> Teman saya Ging Ginanjar yang kini mukim di Jerman mengatakan, (saya
    >> kutip menurut ingatan saya) bahwa agama dan umat Hindu tidak akan rusak
    >> karena sajak itu. Saya setuju dengan pendapatnya. Tetapi dapat saja
    >> terjadi bahwa ada umat Hindu Bali yang tersinggung perasaannya. Kan
    >> tidak bisa kita melarang orang untuk tersinggung.
    >>
    >> Yang penting ialah bahwa ketersinggungan itu dinyatakan tetapi tidak
    >> memakai kekerasan dan memobilisasi kemarahan. Saya membaca tulisan I Gde
    >> Purwaka di blog Mediacare. Dia tersinggung tetapi tidak akan men-somasi
    >> atau mendemonstrasi Republika. Saya kira itu
    >> sikap yang dewasa dan terhormat. Berbeda dengan sikap sejumlah
    >> organisasi yang mengatas-namakan Islam yang sedikit-sedikit ?terhina? dan
    >> berdemo.
    >>
    >> RM: Tetapi kenyataan bahwa sajak itu dimuat di ?Republika? yang
    >> dianggap suara Islam bagaimana?
    >>
    >> GM: Seharusnya tidak jadi soal di mana saja itu dimuat. Sebuah sajak
    >> kan bukan sebuah editorial. Lagipula harus dibuktikan dulu, apakah
    >> ?Republika? adalah ?suara Islam?. Islam itu tidak satu ekspresinya dan
    >> ?Republika? juga tidak selamanya dianggap satu suara utuh, apalagi ini
    >> bukan dalam halaman editorial.
    >>
    >> Kalau tidak, kita akan terjatuh ke dalam teori komplotan: gara-gara
    >> sajak itu dimuat Ahmaddun, maka itu berarti itu cerminan sikap anti Hindu
    >> ?Republika? apalagi ?Islam?. Saya kira Ahmaddun memuatnya tidak dengan
    >> maksud menghina.
    >>
    >> RM: Menurut mas GM, apakah sajak Saut itu bermutu?
    >>
    >> GM: Menurut saya, sajak itu bukan sajak yang mengejutkan dalam hal
    >> kekayaan imajinya, dan di sana-sini belum orisinal, tetapi agaknya bukan
    >> sajak yang buruk. Ada beberapa sajak Saut yang saya suka, karena tidak
    >> melingkar-lingkar.
    >>
    >> RM: Wah, kan Mas GM orang TUK. Kan TUK tidak suka karya-karya
    >> sastrawan yang tidak dekat dengan TUK. Apalagi Saut.
    >>
    >> GM: TUK itu kan bukan organisasi. TUK kan tempat kegiatan seni dan
    >> gagasan. Di TUK tidak selamanya kami sepaham dalam menilai karya ? dan
    >> kami umumnya tidak membicarakan karya Saut, atau yang lain, karena
    >> masing-masing sibuk. Kami cuma bertemu seminggu sekali untuk merancang
    >> program. Itu saja sudah berat.
    >>
    >> RM: Jadi Mas GM, Hasif Amini, Nirwan Dewanto dan Sitok Srengenge tidak
    >> selalu sependapat?
    >>
    >> GM: Ya, dong. Sekali lagi, TUK itu bukan organisasi, bukan mazhab.
    >> Hasif Amini bekerja untuk Kompas dengan timnya sendiri, Nirwan di Koran
    >> Tempo begitu juga. Malah sajak saya pernah tidak dimuat oleh Hasif.
    >>
    >> RM: Begitu ya? Sajak yang mana?
    >>
    >> GM: Judulnya ?Di Korintha?. Akhirnya sajak itu saya muat di buku
    >> pernikahan Hamid Basyaif.
    >>
    >> RM: Mas GM ngambek?
    >>
    >> GM: Ya, nggak lah. Kan penilaian saya terhadap karya sendiri tidak
    >> selalu benar.
    >>
    >> RM: Kalau di Koran Tempo?
    >>
    >> GM: Saya dapat kesan (tapi tidak pernah saya tanyakan) Nirwan baru mau
    >> memuat tulisan saya untuk rubrik yang diasuhnya kalau sudah nggak ada
    >> tulisan lain. Nirwan sangat ketat (dan saya anggap sangat bagus) dalam
    >> menjaga asas: jangan sampai mentang-mentang karya orang TUK dan Tempo,
    >> maka gampang diterima.
    >>
    >> RM: Terima kasih, Mas Goen. Ini menarik sekali.
    >>
    >> Catatan:
    >> Hasil wawancara ini boleh dikutip seperlunya oleh rekan-rekan wartawan
    >> tanpa perlu minta izin sebelumnya.
    >>
    >>
    >>
    >>
    >> e-mail: [EMAIL PROTECTED]
    >> blog: http://mediacare.blogspot.com
    >>
    >>
    >>
    >> ---------------------------------
    >> Luggage? GPS? Comic books?
    >> Check out fitting gifts for grads at Yahoo! Search.
    >
    >
    >
    > Mailing list:
    > http://groups.yahoo.com/group/mediacare/
    >
    > Blog:
    > http://mediacare.blogspot.com
    >
    > http://www.mediacare.biz
    >
    >
    >
    > Yahoo! Groups Links
    >
    >
    >
    >





----------------------------------------------------------------------------


    No virus found in this incoming message.
    Checked by AVG Free Edition. 
    Version: 7.5.487 / Virus Database: 269.13.21/1010 - Release Date: 
15/09/2007 19:54


   

Kirim email ke