Pernyataan Pers
Yayasan Pemantau Hak Anak
No.13/SP/YPHA/IX/2007

Fakir miskin dan anak-anak  terlantar TIDAK dipelihara oleh Negara :
Raperda Ketertiban Umum  Mengancam Eksistensi Kehidupan Anak Miskin

Fakir miskin dan anak-anak yang  terlantar  dipelihara oleh Negara
demikian bunyi Pasal 34 UUD 1945.  Pasal ini pada dasarnya merupakan hak
konstitusional  bagi  675.000 lebih warga miskin dan anak-anak  terlantar
di DKI Jakarta sebagai subyek hak asasi yang seharusnya dijamin
pemenuhannya oleh Negara. Namun jaminan konstitusional tersebut justru
dilanggar oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan mengeluarkan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) Ketertiban Umum yang direncanakan   akan
menggantikan  Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1988 tentang Ketertiban
Umum.  Rancangan Raperda  Ketertiban Umum ini telah mendapatkan
persetujuan DPRD DKI Jakarta  pada  Senin,  10 September 2007.
Konsideran Raperda mencantumkan pengaturan  ketertiban umum ini bertujuan
untuk melindungi warga kota, namun jika membaca  substansi     pasal-pasal
 dalam  Raperda Ketertiban Umum  justru   berpotensi mengancam eksistensi
kehidupan anak miskin di DKI Jakarta.      Orang tua dan keluarga miskin
kota sebagai sandaran utama kehidupan  anak-anak  ditutup aksesnya  untuk 
mendapatkan  penghasilan  melalui kriminalisasi aktivitas-aktivitas   yang
biasa dilakukan keluarga dan warga miskin kota untuk mendapatkan
penghasilan. Larangan ini  jelas bertentangan dengan hak    untuk  memilih
pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan  serta memperoleh  penghasilan yang
layak bagi kemanusiaan   sebagaimana  ditetapkan dalam Pasal 27 ayat (2)
dan Pasal 28E  UUD 1945.  Di samping itu,  Raperda Ketertiban Umum juga 
berpotensi meniadakan  hak warga miskin kota atas permukiman serta
menjauhkan  jangkauan   warga miskin kota terhadap hak atas layanan publik
seperti diatur dalam Pasal 28E dan Pasal 28H UUD 1945.
Raperda Ketertiban Umum secara tegas dapat dikatakan  sebagai sarana hukum
bagi Pemerintah DKI Jakarta untuk mencabut kapasitas warga miskin  sebagai
manusia yang dilekati hak asasi dan kebebasan mendasar.    Tindakan  ini 
merupakan bentuk pelanggaran HAM    secara sistematis dan struktural
terhadap warga miskin kota.  Dengan kata lain Raperda Ketertiban Umum
hendak menegaskan bahwa orang miskin dilarang tinggal di Jakarta. Di
samping itu Raperda tersebut semakin menegaskan bukti empiris telah
diamandemennya  UUD 1945 secara sosiologis khususnya ketentuan Pasal 34. 
Dengan demikian,  Raperda tersebut telah   mengamandemen     ketentuan
Pasal 34 UUD 1945  sehingga ketentuan tersebut berbunyi  fakir miskin dan
anak-anak terlantar TIDAK dipelihara oleh Negara.
Pelanggaran HAM ini juga dipastikan melanggar hak asasi anak karena
anak-anak secara sosiologis membutuhkan perlindungan keluarga sebagai
lingkungan alamiah di mana anak  bertumbuh kembang.  Ketergantungan anak
terhadap keluarga ditegaskan dalam Pembukaan Konvensi Hak Anak (KHA) 
bahwa meyakini   keluarga  sebagai kelompok dasar masyarakat dan
lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan
terutama anak-anak  harus diberikan perlindungan dan bantuan yang
diperlukan.  Paragraf selanjutnya dari Pembukaan KHA menegaskan bahwa   
untuk perkembangan kepribadian sepenuhnya yang penuh dan serasi anak-anak
harus tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarganya dalam suasana
kebahagiaan, cinta dan pengertian,   Ketentuan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945
menandaskan hak tumbuh kembang anak sebagai hak konsitusional setiap  anak
yang harus dijamin  Negara tanpa diskriminasi.
Kondisi ideal ini tidak akan terwujud apabila Pemerintah Daerah DKI
Jakarta tidak  mengupayakan amanat konstitusi     melalui tindakan
afirmatif (affirmative action) memprioritas penanganan   masalah
kemiskinan dan akar kemiskinan di DKI Jakarta.   UUD 1945 Pasal 28 H ayat
(2) mewajibkan Negara mengambil tindakan afirmatif    yang  menjadi hak
yang melekat pada setiap warga Negara.  Pasal tersebut menyatakan bahwa
setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.   Dalam konteks perlindungan anak perlindungan khusus bagi
anak-anak tersebut menjadi kewajiban Negara seperti tercantum dalam
Pembukaan KHA yang menyatakan anak karena alasan ketidakdewasaan fisik dan
jiwanya, membutuhkan perlindungan dan pengasuhan khusus, termasuk
perlindungan hukum yang tepat,

Anak-anak  yang hidup di tengah  keluarga miskin (children living in
severe poverty) dalam perspektif hak anak dikategorikan sebagai  anak yang
membutuhkan perlindungan khusus (children in need of special protection). 
Dengan demikian Pemerintah Daerah DKI Jakarta wajib memberikan
perlindungan khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik anak-anak miskin kota
melalui kebijakan publik yang pro kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 27
ayat (1) KHA), bukan malah mengeluarkan kebijakan publik yang mengancam
eksistensi kehidupan mereka.  Pasal 18 KHA ayat (2) secara tegas
menyatakan jika orang tua anak tidak mampu mengasuh anak karena kemiskinan
orang tua maka  negara  harus memberikan bantuan yang tepat kepada orang
tua   dalam melaksanakan tanggung jawab membesarkan anak mereka. 
Kewajiban sebangun juga dapat terbaca pada Pasal 27 ayat (3) KHA yang
menyatakan  Negara   harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
membantu orang tua dan orang-orang lain yang bertanggung jawab atas
anak-anak  untuk melaksanakan hak ini, dan akan memberikan bantuan
material dan mendukung program-program, terutama mengenai gizi, pakaian
dan perumahan


Berdasarkan pandangan di atas, Yayasan Pemantau Hak Anak  dengan ini
menyampaikan sikap sebagai berikut :
1.      Menolak Raperda Ketertiban Umum yang telah disetujui oleh DPRD DKI
Jakarta karena nyata-nyata bertentangan dengan ketetentuan UUD 1945, KHA, 
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM, dan UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.   Hal ini
sesuai dengan asas dalam ilmu peraturan perundang-undang lex superior
derogat lege inferiori
2.      Mendesak Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mengalokasikan anggarannya
secara khusus  yang  ditujukan bagi pemenuhan hak-hak mendasar keluarga
miskin dan anak-anak dari keluarga miskin sehingga kebutuhannya yang
bersifat subsisten dapat terjamin.
Jakarta, 20 September 2007

C.J.H. Fernandez
Dir. Eksekutif




Kirim email ke