Paulus, gak ada yang menang. 

Yang ada di seberang Saut tuh galak-galak: para kurcaci dan buldog. Maklum 
menjaga tuannya, yaaa seperti [EMAIL PROTECTED] itu. 


hhd.
pengikut sautisme

--- Paulus Tanuri <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Saya suka membaca syair, senang menikmat nada-nada
> dalam puisi dan semua
> keindahan di dalmnya, menyerap semangat yang
> terkandung, . Tapi kenapa kok
> belakangan ini pujangga-pujangga kita tidak lagi
> memakai kata santun dalam
> bersyair ? yang terasa cuma emosi tapi tak ada
> makna. Tidak lagi indah tak
> lagi menggugah, tapi malah membuat jijik. Atau
> memang seperti inilah wajah
> perkembangan karya pujangga pujangga Indonesia
> angkatan 2007 ?
> 
> Saut memulai, yang lain pun tak kalah ikut
> bersaut-sautan. Saling melempar
> api, saling menyerang.
> Jadi kini siapa yang menang yah ?
> 
> Regards,
> Paulus T.
> 
> On 9/21/07, aan_mm <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Sajak: Muhammad Subhan
> >
> > Saut yang tak Berjembut
> > Kepada: "Penyair Jembut" Saut Situmorang
> >
> > Pada jembut
> > Saut yang tak berjembut
> > Ada rumput
> > Maut
> >
> > Pada jembut
> > Saut yang tak berjembut
> > Ada kalut
> > Raut
> > Wajah Saut yang kalut
> >
> > Pada jembut
> > Saut yang tak berjembut
> > Ada hasut
> > Hasrat nan kusut
> >
> > (Saut pun beronani kata-kata
> > Ketika melepas libido kebinatangannya)
> >
> > Bukittinggi, September 2007

Reply via email to