Saya yakin banyak yang menunggu dengan antusiasme - berharap akan ada penjelasan yang lebih lengkap dan menyeluruh tentang SUBSTANSI serangan serangan terhadap Komunitas Utan Kayu.
Yang pasti bukan berupa celetukan singkat, makian sepatah dua, puisi sebait dua, atau komentar sektarian yang tak jelas asal usulnya. Bila semua terang, enak rasanya kami, para orang lewat ini, hendak memutuskan untuk bersependapat dengan yang mana. Rezim raksasa saja bisa terbongkar bila melawan kebenaran, apalagi hanya sebuah Komunitas Utan Kayu. Tapi sebaliknya juga, bila ternyata ia yang benar, sekecil dan seremeh apapun komunitas itu, akan menjadi bagai suluh yang mengawali pencerahan, menularkannya kepada kesadaran orang-orang yang nampaknya cuma "lewat" itu. Yang cuma lewat akan berhenti dan bersimpati. Saat itu rezim seraksasa apapun tak mampu mencegah sinar itu menerangi... Dan abad pencerahan mulai dengan babak kedua. Saya tak berpihak. Belum Hanya menunggu uraian yang lebih rinci tentang apa yang diributkan. Ferry Wardiman --- In mediacare@yahoogroups.com, Handry Utomo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Apa-apaan ini? > > Saya memang bukan sastrawan besar. Tapi saya > berkecimpung di dunia sastra telah lebih dari 30 > tahun. Ontran-ontran desakan dibubarkannya KUK kok > jadi terasa aneh, meski saya sendiri tak pernah > "bersentuhan" dengan komunitas itu. > > Orang-orang spt Nirwan Dewanto, Sitok Srengenge, > adalah teman seperjuangan di masa-masa awal dulu, > meski kini sudah tidak terlalu akrab lagi. > > Pelarangan dan usulan penggantian sejumlah redaktur, > penggusuran teater, radio FM, sungguh lucu dan > "apa-apaan" ini? > > Beda pendapat oke aja, tapi memaksakan kehendak, > weleh-weleh. Sayab yakin, orang agamis tak akan > tertular dengan isme lain kalau dia kuat di dalam. > Jadi percayalah. > > Cuma, yang perlu dikritisi dari KUK memang harus > dikritisi. Komunitas Utan Kayu sekarang ini nampak > mencipta kelas sosial sastra tersendiri. Eksklusif, > sektarian dan membentuk sel-sel radikal di kalangan > pengidolanyna sendiri. > > Sebagai pribadi, saya kurang begitu respek dengan KUK > (suka-suka gue, nggak respek boleh juga kan?). Mereka > adalah sekumpulan para Dewa yang tak ingin disentuh > oleh rakyat sastra yang sedang mencari. Mungkin memang > bukan bidang dia. Makanya, ketika ada desas-desus > hendak berlangsung Munas Komunitas Sastra Indonesia di > Kudus, yang konon ingin membahas tentang isme KUK yang > melahirkan Sastra Kelamin, saya tertawa. Ngapain itu > dibahas? Kita bukan sedang menghadapi gerombolan para > kafir yang bakal meruntuhkan dunia. Tapi perlu kritis, > karena dalam label eksklusifitas mereka, ada arogansi > tersendiri orang-orang KUK dalam menyihir kekuatan > media. > > KUK perlu perlawanan, itu pasti. Agar mereka tidak > menjadi menara gading dan mapan. Tapi secara gagasan, > bukan gusuran. > > Jika benar sinyalemen banyak kantong-kantong sastra > gerah dengan kemapanan KUK, perlu kita ingat pula > kemapanan kelompok Komite Sastra Dewan Kesenian > Jakarta era 1978-1980, dimana trio masketer Abdul HAdi > WM, Leon AGusta dan Sutardji Calzoum Bachri mampu > menjadi pembaptis bagi gagasan-gagasan sastra > Indonesia. Orang yang tidak mengabdi kepada trio itu > tak bis ambil bagian. > > Keberhasilan KUK adalah masalah manajemen dan > jaringan. Sementara ini, kantong-kantong sastra kita > cuma berkutat pada wacana, tanpa menghasilkan karya. > Gerahlah kita saat melilhat KUK dibentengi tokoh kaya > yang punya media, halaman sastra dan kaum profesional > yang "dingin" terhadap generasi di bawahnya. > > Saya sangat menikmati polemik ini. Di Semarang, saya > sebagai penulis dengan karya kecil tapi banyak baca > tentang Jakarta, cuma bisa nyenhgir kuda. Kalian bukan > bagian dari kehidupan saya. Ha ha ha ... > > > > Handry TM > penulis > pelaku home industri > > > --- radityo djadjoeri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Siapa itu Mudzakir dan Elisia Purba? > > > > > > > > Garda Pembebasan <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Bubarkan Komunitas Utan Kayu! > > > > > > (1) Seniman Garda Depan Pembebasan (GDP) dengan ini > > mendesak kepada Pemerintah untuk membubarkan > > Komunitas Utan Kayu (KUK). > > > > (2) Kami mengimbau pihak kepolisian supaya menutup > > areal di jalan Utan Kayu 68H itu agar tidak > > digunakan bagi kegiatan kesenian yang mengancam > > martabat bangsa. > > > > Telah diketahui luas, bahwa KUK adalah tempat > > penyebaran ide-ide liberalisme yang mengutamakan > > humanisme universil dengan mendatangkan > > seniman-seniman asing secara besar-besaran. > > > > KUK juga menjadi tempat berkumpulnya kelompok Islam > > Liberal dan bekas-bekas tapol G30S/PKI yang ateis > > dan Marxis. > > > > (3) Kami menuntut agar dominasi KUK dalam bidang > > sastra harus diakhiri. > > > > (4) Kami menunut agar Goenawan Muhammad diusut. > > > > (5) Kami menuntut agar Harian Kompas memecat Hasif > > Amini sebagai redaktur budaya dan diganti oleh Saut > > Situmorang yang jelas-jelas berprinsip âsastra > > untuk rakyat tertindasâ.. > > > > (6) Kami menuntut agar Koran Tempo memecat Nirwan > > Dewanto sebagai redaktur budaya dan diganti oleh > > sastrawan yang ditunjuk oleh Saut Situmorang serta > > DEWAN penandatangan Manifesto Ode Kampung. > > > > (7) Kami menuntut agar jurnal Kalam dilarang terbit. > > > > > > > > > > Bersama ini pila kami menyerukan apabila Polisi > > gagal bertindak, para seniman boemipoetera yang > > progresif mengambil alih areal Jalan Utan Kayu 6H, > > termasuk stasiun radio dan teater, dan membuang > > jauh-jauh buku-buku liberalisme dan > > marxisme-leninismE dari perpustakaannnya. > > > > . > > SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA!!! > > > > > > GARDA DEPAN PEMBEBASAN > > > > Mudzakir H.S. > > Ketua > > > > Elisia Purba > > Sekretaris I >