Presiden sby & his Gov'mnt notabene merupakan staff atau anggota dari Suharto 
klan.
Munkin agak pesimis kalo berbicara mau menyelesaikan kasus besar ini.

Sudah 4 presiden tapi tetap senang sentaousa menikmati hari tua, kalo dilihat 
"STAR" idol dari negara lain rata2 mreka sengsara stelah merampas uang 
negara/korupsi.

Inilah keunikan Negara Indonesia saling menjaga asah dan asuh dalam memperkaya 
diri secara ilegal.
budaya yang nanti nya akan terus  sebagai suatu warisan.

Hanya pemimpin brani sebagai komandan rakyat saja yang bisa mennyetop 
kehancuran Indonesia.
Harus bertangan dingin, Demokratis terpimpin dan 100% mengemban amanat jutaan 
penduduk Indonesia.
Tugas yang tidak ringan bagi seorang pemimpin, tapi di gandrungi karena banyak 
rejeki.!







----- Original Message ----
From: Umar Said <[EMAIL PROTECTED]>
To: Mediacare <mediacare@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, September 27, 2007 6:33:30 AM
Subject: [mediacare] Apakah "nama baik" Suharto pantas dibela terus?

(Tulisan ini juga disajikan dalam website
http://kontak. club.fr/index. htm )
 
Catatan A. Umar Said
 
 
                        Apakah “nama baik“ Suharto 
                        pantas dibela terus?
                  
                 Pemerintah RI dan Bank Dunia  bersepakat untuk kerjasama
 
 
 
Agaknya, berita penting Antara dari New York, yang dikirim tanggal 26 September 
ini,  merupakan hal yang menarik perhatian banyak sekali  orang di Indonesia, 
tetapi yang juga akan menimbulkan reaksi yang cukup hangat dari banyak 
kalangan. Berita tersebut menyebutkan, antara lain, sebagai berikut :
 
« Pemerintah Indonesia menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam 
initiative StAR/Stolen Asset Recovery guna lebih memperkuat kemampuannya 
melaksanakan ketentuan Bab V Konvensi PBB mengenai pemberantasan korupsi 
(United Nations Convention Against Corruption/UNCAC) 2003 mengenai pengembalian 
aset, khususnya dalam hal melacak, membekukan dan mengembalikan aset yang 
berada di luar wilayah yurisdiksinya.
 
« Hal tersebut dikemukakan dalam pertemuan dwipihak antara Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono dan Presiden Bank Dunia, Robert B Zoellick, di sela-sela 
sidang umum ke-62 PBB, di New York. 
 
« Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan kedua belah pihak, disebutkan kedua 
belah pihak menggarisbawahi StAR sebagai sebuah program unik dan inovatif yang 
memungkinkan negara berkembang dan negara maju mendapatkan manfaat dalam 
konteks implementasi UNCAC 2003.Disebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir 
Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dan mendasar dalam upaya 
memberantas korupsi.
 
« Oleh karena itu, sebagai negara pihak dari Konvensi UNCAC 2003 dan tuan rumah 
penyelenggaraan pertemuan ke-2 negara-negara pihak dari UNCAC 2003 di Bali, 28 
Januari-1 Febuari 2008, Indonesia menyatakan keinginan untuk berpartisipasi 
dalam initiative StAR.
 
Sebagai tindak lanjut, maka misi bersama Bank Dunia dan UNODC akan berkunjung 
ke Indonesia guna mengembangkan lebih lanjut program bantuan teknis spesifik di 
bawah inisiatif StAR. Kedua pemimpin juga mendesak negara-negara maju untuk 
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan bahwa pusat-pusat 
keuangan dunia tidak menjadi tempat penyimpanan dana hasil korupsi yang 
dilarikan dari negara berkembang.(baca teks berita selengkapnya  dalam Kumpulan 
berita Masalah Suharto dan PBB-Bank Dunia)
 
Bagaimana akhirnya nasib Suharto di kemudian hari?
 
Dikeluarkannya pernyataan bersama antara presiden SBY dan presiden Bank Dunia 
mengenai kesediaan pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi dalam program StAR 
merupakan perkembangan penting dalam usaha memberantas korupsi di Indonesia, 
termasuk masalah korupsi Suharto. 
Dengan diluncurkannya program StAR Initiative oleh PBB dan Bank Dunia, dan 
disebutkannya dalam dokumen-dokumen kedua badan internasional itu bahwa Suharto 
adalah pencuri terbesar di dunia, agaknya banyak orang mungkin bertanya-tanya : 
bagaimanakah  akhirnya nasib mantan presiden dan yang juga pemimpin Orde Baru 
itu di kemudian hari ?  
 
Barangkali, sekarang ini, masih tidak begitu mudah untuk mendapat jawaban yang 
segera atas pertanyaan yang demikian itu. Karena, kasus Suharto menyangkut 
berbagai persoalan yang rumit atau kompleks, dan yang juga dilatarbelakangi 
oleh faktor-faktor politik dan sejarah yang sarat dengan banyak masalah berat. 
Namun begitu, sudah adalah kiranya  sejumlah aspek-aspek yang bisa dipakai 
sebagai ancer-ancer tentang arah perkembangan kasus Suharto ini, mengingat 
berbagai hal yang sudah terjadi sekarang ini dan yang mungkin akan terjadi di 
kemudian hari.
 
Dalam tulisan yang kali ini disajikan berbagai hal untuk sekadar direnungkan 
atau ditelaah bersama-sama, dengan mencoba mendekati persoalan Suharto ini dari 
berbagai sudut pandang dan berangkat dari berbagai titik tolak.
 
PBB dan Bank Dunia membuka perspektif baru
 
Meskipun masih terdapat berbagai hal yang belum jelas betul tentang initiative 
PBB dan Bank Dunia dengan programnya StAR (Prakarsa Pengembalian Uang Negara 
yang Dicuri) namun banyak orang  mengharapkan,  atau, bahkan, sudah melihat 
adanya kemungkinan bahwa StAR ini akan membuka perspektif baru dalam penanganan 
masalah korupsi Suharto. Seperti sama-sama kita ketahui,  kebanyakan orang di 
Indonesia tadinya sudah putus harapan akan adanya kemungkinan diambilnya 
tindakan tegas dan tuntas terhadap korupsi Suharto. Karena, masih ada terlalu 
banyak orang-orang yang bersimpati kepada Suharto yang menyelinap di berbagai 
lembaga negara, antara lain di bidang eksekutif, legislatif, dan judikatif.
Tetapi, perkembangan terakhir menunjukkan tanda-tanda adanya 
perubahan-perubahan atau kemajuan di kalangan pemerintahan. Contohnya, menurut 
Jawapos (25/9/07) :”Kejaksaan Agung serius menindaklanjuti dokumen Bank Dunia 
berisi aset mantan Presiden Soeharto di luar negeri. Selain mengajukan request 
ke Bank Dunia, kejaksaan bakal minta dukungan kepada seluruh jaksa agung 
sedunia yang akan hadir di pertemuan The 2nd Annual Conference and General 
Meeting of The International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA) 
di Nusa Dua, Bali ( 28 Januari-1 Februari 2008)
 Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, dalam pertemuan di Bali tersebut 
para jaksa agung akan membicarakan konvensi untuk merumuskan  mekanisme 
penelusuran aset, agar tidak melanggar prinsip-prinsip kerahasiaan bank. "Kami 
juga membuat kesepakatan dengan lembaga internasional, untuk berkomitmen 
membantu pelacakan (aset Soeharto)," kata Hendarman (harap baca selengkapnya di 
“Kumpulan berita Masalah Suharto dan PBB-Bank Dunia)
Yang penting : ada kemauan politik
Dengan adanya program StAR Initiative dari PBB dan Bank Dunia sekarang ini 
tergantung kepada sikap pemerintah RI, apakah akan menunjukkan – dengan 
sungguh-sungguh – political will (kemauan politik) dalam menyelesaikan secara 
tuntas masalah korupsi Suharto. Sebab, meskipun presiden SBY sudah ketemu 
dengan presiden Bank Dunia di AS, dan sudah mengeluarkan pernyataan bersama 
tentang StAR Initiative, tetapi kalau pada dasarnya memang tidak ada kemauan 
politik untuk mengambil tindakan tegas terhadap korupsi Suharto, akan ada saja 
berbagai dalih atau macam-macam alasan yang bisa dikarang-karang untuk tidak 
menepati kesepakatan yang sudah diambil bersama.
Demikian juga, dengan masalah keberanian dan keteguhan Jaksa Agung. Sekali 
lagi, perlu diulangi di sini, bahwa ia bernjanji untuk minta bantuan para Jaksa 
Agung dari seluruh dunia yang akan bersidang di Bali untuk menindaklanjuti 
dokumen Bank Dunia yang berisi aset Suharto  di luarnegeri.  Selain itu 
Kejaksaan Agung juga mengajukan request (permintaan) kepada Bank Dunia untuk 
membantu melacak harta Suharto yang berasal dari korupsi. Kalau semua itu hanya 
janji kosong atau permintaan bantuan yang pura-pura saja, korupsi besar-besaran 
tidak akan bisa ditindak dan Suharto pun masih tetap bisa enak-enak 
lenggang-kangkung terus.  
Dari perkembangan ini  maka kita semua akan mengetahui, tidak lama lagi, atau 
lambat-laun, apakah pemerintahan RI (khususnya Kejaksaan Agung) akhirnya akan 
sungguh-sungguh dan berani mengambil tindakan tegas terhadap koruptor terbesar 
di dunia ini, atau tidak.
Martabat bangsa dan negara dipertaruhkan
Agaknya, kita semua perlu mendorong  -- dan, bahkan, menuntut dengan keras! -- 
supaya presiden SBY  beserta pembantu-pembantuny a di berbagai bidang 
betul-betul menjaga martabat bangsa atau melindungi kehormatan negara RI.  
Hendaknya, janganlah kita mengecewakan harapan banyak orang, baik di Indonesia 
maupun di dunia, atas terlaksananya StAR Initiative, juga yang berkaitan dengan 
kasus Suharto. Apalagi, presiden SBY sudah mengeluarkan pernyataan bersama 
dengan presiden Bank Dunia. Ditambah lagi, para Jaksa Agung dari seluruh dunia, 
yang akan bersidang di Bali permulaan tahun depan, tentunya akan bicara tentang 
StAR Initiative. Jadi, kasus korupsi Suharto akan menjadi masalah yang 
berkaitan dengan erat  -- melebihi dari yang sudah-sudah  -- dengan martabat 
bangsa dan citra penegakan hukum di Indonesia.  
Sebab, dapatlah kiranya  diduga oleh banyak orang bahwa perwakilan Bank Dunia 
dan PBB  di Jakarta, dan juga kedutaan-kedutaan asing di Indonesia, selama ini 
sedikit banyaknya mengetahui apa sebab-sebabnya mengapa Suharto sampai sekarang 
masih belum disentuh oleh hukum dan pengadilan meskipun sudah ada bukti-bukti 
atau tanda-tanda yang kuat bahwa ia (bersama keluarganya) sudah mencuri uang 
rakyat secara besar-besaran. Tidak atau belum bisa diadilinya Suharto berkaitan 
dengan harta haramnya yang bertumpuk-tumpuk adalah aib besar bangsa (kecuali 
yang berkaitan dengan 7 yayasannya yang sudah mulai disidangkan) .
Apalagi, Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan Jaksa Agung seluruh dunia 
di Bali, dan akan minta bantuan mereka untuk melacak harta haram Suharto di 
luarnegeri. Kalau ternyata kemudian bahwa sikap pemerintah RI atau Kejaksaan 
Agung hanya setengah-setengah atau tidak jujur, atau “memblé” saja mengenai 
kasus Suharto, maka citra hukum dan peradilan di Indonesia, yang sudah buruk 
selama ini, akan makin anjlok lebih dalam.
Jadi, pertemuan dan pernyataan  bersama presiden SBY dengan presiden Bank Dunia 
dan juga pertemuan  para Jaksa Agung seluruh dunia di Bali menjadi pertaruhan 
besar bagi martabat bangsa dan kehormatan negara.
“Nama baik dan kehormatan” Suharto
Walaupun ada tanda-tanda yang menimbulkan optimisme bagi banyak orang tentang 
tindakan terhadap masalah korupsi Suharto, namun seyogianya kita semua punya 
perhitungan bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang dan mungkin juga  
akan makan waktu lama sekali. Itu disebabkan oleh selain adanya berbagai 
masalah-masalah  yang berkaitan dengan pentrapan hukum dan hubungan antar 
negara dll dll, juga disebabkan oleh masih adanya banyak orang yang mau menjaga 
“nama baik dan kehormatan “ Suharto.
Mereka yang masih mau “menjaga nama baik dan kehormatan “ Suharto adalah pada 
umumnya, dan pada hakekatnya, orang-orang yang merasa “diuntungkan” untuk 
bersikap pro-Suharto dan pro-Orde Baru,  karena berbagai sebab dan perhitungan. 
 Karenanya, bisalah dimengerti bahwa mereka ini juga cenderung untuk tidak 
menyetujui  -- atau bahkan memusuhi -- program PBB dan Bank Dunia, yang 
berkaitan dengan pengusutan korupsi Suharto. Mereka ini akan terus berusaha 
menentang atau menyabot – dengan berbagai cara dan bentuk  --  kesediaan 
pemerintah RI untuk berpartisipasi melaksanakan program StAR Initiative.
Mereka ini ( yang banyak terdapat di kalangan pimpinan Golkar dan sebagian dari 
pimpinan TNI-AD) boleh dikatakan tidak mau tahu, juga tidak mau mengerti, bahwa 
Suharto adalah pencuri besar uang rakyat dan negara, yang sudah tidak perlu dan 
tidak pantas dihormati sama sekali. Sebab, walaupun Suharto pernah menjadi 
tokoh paling tinggi dan paling berkuasa di Golkar ( Ketua Dewan Pembina) dan 
pernah menjabat panglima tertiggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 
sekaligus presiden RI selama 32 tahun, tetapi kenyataannya ia adalah maling 
terbesar di Indonesia, dan bahkan di skala dunia pula
Bagi  mereka-mereka yang bersikap begitu itu, baiklah kiranya mengetahui  bahwa 
 arah perkembangan situasi nasional dan juga internasional  tidaklah 
menunjukkan tanda-tanda yang menguntungkan Suharto. Jadi, usaha membela “nama 
baik dan kehormatan” Suharto akhirnya akan terbukti sia-sia belaka.
“Kehormatan” Suharto bukanlah kehormatan bangsa
Dengan dicantumkannya Suharto dalam daftar 10 koruptor besar di dunia  (yang 
paling atas pula!) oleh badan-badan internasional yang penting (PBB, Bank 
Dunia, dan Transparency International atau yang lain-lain)  maka sulit kiranya 
untuk bisa mengatakan bahwa Suharto masih punya “nama baik atau kehormatan”, 
seperti yang dinyatakan  oleh pengadilan kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin 
Mayjen TNI (Pur) German Hudiarto. Oleh karena itu, dimenangkannya gugatan 
Suharto terhadap TIME atas dasar tuduhan bahwa majalah itu sudah merugikan 
“nama baik dan kehormatan” Suharto sebagai mantan jenderal TNI dan presiden RI, 
adalah suatu hal yang bisa dianggap “lucu”.
Sekarang ini, makin jelas bahwa membela “kehormatan” Suharto sama sekali 
bukanlah berarti membela kehormatan bangsa, dan juga bukan pula menjaga nama 
baik TNI.. Bahkan sebaliknya, membela “kehormatan” Suharto berarti justru 
membikin aib bangsa, atau merendahkan martabat TNI. Sebab, yang dikatakan oleh 
pendukung-pendukung setia Orde Baru sebagai “kehormatan” Suharto adalah 
sebenarnya, atau pada hakekatnya, k e j a h a t a n, dan lebih-lebih lagi, 
kejahatan yang luar biasa besarnya di dunia.
Kalau kita renungkan dalam-dalam, maka kita akan sampai pada kesimpulan  bahwa 
untuk menjaga martabat bangsa dan kehormatan TNI, kita perlu menghilangkan atau 
menghapus aib besar yang dibikin oleh Suharto (beserta keluarganya) .. Bangsa 
kita atau TNI kita tidak akan dihormati oleh bangsa-bangsa lain, kalau Suharto 
masih bisa menongkrongi terus harta yang sudah dirampoknya secara 
besar-besaran. 
Untuk kepentingan bersama
Dalam kaitan itu semuanya, perlulah kita sadari bersama, bahwa dihapuskannya 
aib besar bangsa yang berupa kasus korupsi Suharto itu adalah untuk kepentingan 
seluruh bangsa. Adalah fikiran yang sama sekali keliru kalau ada yang 
berpendapat bahwa yang senang dengan ditindaknya Suharto adalah terutama 
golongan kiri, atau hanya mantan anggota atau simpatisan PKI, atau pendukung 
Bung Karno saja. Memang, wajarlah kalau para korban rejim militer Ode Baru akan 
senang dengan diambilnya tindakan terhadap Suharto, mengingat apa yang mereka 
alami dimasa-masa yang lalu.
Tetapi baik juga sama-sama kita ingat bahwa kalangan atau golongan yang 
dirugikan kepentingannya oleh Suharto dengan Orde Barunya sangatlah luas dan 
banyak sekali, dan bukan hanya orang-orang dari golongan kiri atau pendukung 
Bung Karno saja. Juga orang-orang dari kalangan Islam banyak sekali yang telah 
menjadi korban kerakusan Suharto yang ia praktekkan lewat KKN, dan berbagai 
pelanggaran HAM. Kalau kita lihat dengan cermat, maka nyatalah bahwa  
orang-orang  yang miskin, atau yang menganggur, atau yang hidup sengsara akibat 
berbagai politik Suharto sebagian terbesar adalah  justru dari kalangan Islam.
Dosa-dosa besar Suharto akibat banyak kejahatannya di bidang korupsi dan 
pelanggaran HAM menunjukkan dengan jelas bahwa Suharto adalah orang yang tidak 
pantas dihormati dan tidak pantas dibela sama sekali. Dan, kiranya,  baiklah 
agaknya kita sama-sama renungkan yang berikut ini :  pada hakekatnya, adalah 
juga merupakan kejahatan  kalau membela haya satu orang yang begitu besar dosa 
dan kejahatannya, tetapi  tidak membela kepentingan ratusan juta rakyat kita. 
 Paris, 27 September 2007   
* * *
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 



      
____________________________________________________________________________________
Don't let your dream ride pass you by. Make it a reality with Yahoo! Autos.
http://autos.yahoo.com/index.html
 

Kirim email ke