Salam,

Saya agak heran dengan republika yang menurunkan tulisan dengan analisis
yang dangkal ini, sehingga berpotensi menjadi misleading akibat
misinformasi.

Kita menagkap bahwa argumen yang dibangun lebih merupakan spekulasi dangkal
tanpa infromasi, fakta dan data yang cukup.

Wassalam

On 9/29/07, Sunny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>    http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=308359&kat_id=16
>
> *Rabu, 26 September 2007
>
> *
> *CIA dan Gerakan Separatis
> Oleh : **Zaenal Ma'arif
> Mantan Wakil Ketua DPR*
>
> **
>
> *Sebagai satu-satunya negara super power setelah runtuhnya Uni Soviet,
> Amerika Serikat (AS) merasa menjadi polisi dunia dan bisa berlaku
> sewenang-wenang terhadap negara lain yang dipandang menjadi musuh
> potensialnya. Maka pemerintah AS menilai negara lain yang tidak sejalan
> dengan policy-nya untuk menguasai dunia dianggap sebagai 'poros
> kejahatan'. Maka Irak menjadi korban kedua setelah Afghanistan. Rakyat Irak
> dan Afghanistan sampai sekarang sangat menderita akibat keangkaramurkaan
> rezim Presiden George W Bush yang dikenal berideologi evangelish fanatik.*
>
> *Namun rakyat Irak dan Afghanistan ternyata tidak mudah untuk ditaklukkan
> AS, berbeda dengan rakyat Panama dan Grenada yang mudah menyerah setelah AS
> melakukan invasi militer ke negara di Amerika Tengah itu (1983). Terbukti
> mereka tidak berani melakukan perlawanan total dan menyerah kepada AS
> menyusul kejatuhan pemerintahannya. Barangkali para pembuat policystrategis 
> di Washington berpikir AS akan dengan mudah menaklukkan kedua
> negara Muslim tersebut sebagaimana Panama dan Grenada. Namun ternyata
> perhitungan tersebut meleset dan sampai sekarang lebih dari 4.000 tentara
> AS mati sia-sia di Irak dan Afghanistan serta jumlahnya setiap hari terus
> bertambah. Bahkan Presiden Bush terus berusaha agar tidak kehilangan muka
> untuk keluar dari kedua negara tersebut sebagaimana di Vietnam dulu.*
>
> *Pemerintah AS tidak hanya berusaha melakukan intervensi di negara yang
> dianggap musuhnya, bahkan negara yang dinilai sebagai sahabatnya juga akan
> dilemahkan dan dipecah-belah. Indonesia salah satu korbannya. Meski
> pemerintah Indonesia berusaha menjalin hubungan sebaik mungkin dengan AS
> sejak zaman orde lama, orde barum hingga reformasi sekarang, kenyataannya AS
> belum puas selama Indonesia masih menjadi negara kesatuan. NKRI berusaha
> akan dihancurkan secara diam-diam melalui silent operation dengan membantu
> gerakan separatis seperti Aceh, Papua, dan Maluku. Bahkan di awal reformasi
> ada juga wacana untuk mendirikan negara Riau merdeka. Tampaknya AS belum
> puas meski sukses menekan pemerintahan Presiden BJ Habibie untuk mengadakan
> referendum di Timor Timur dan berakhir dengan berdirinya negara Timor Leste.
> *
>
> *Setelah berhasil menguasai pemerintahan Aceh dengan seorang gubernur dan
> delapan bupati/wali kota, kaum separatis telah membentuk Partai GAM yang
> bertujuan mengadakan referendum bagi kemerdekaan Aceh. Sebelumnya SIRA
> selalu aktif menyerukan tuntutan referendum Aceh. Sementara di Papua, kaum
> separatis baru saja mengadakan Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua awal
> bulan lalu, di mana bendera Bintang Kejora juga sempat dikibarkan dan mereka
> menginginkan referendum meski pemerintah telah memberikan otonomi khusus
> (otsus). Sedangkan di Maluku kaum separatis RMS/FKM sempat mengibarkan
> bendera RMS dihadapan Presiden SBY saat menghadiri peringatan Harganas di
> Ambon.*
>
> *Ketiga peristiwa penting tersebut tidak mungkin terjadi tanpa adanya
> intervensi tangan-tangan asing terutama AS dan Australia. Sebab, mereka
> khawatir jika NKRI tetap tegak, sebagai negara Muslim terbesar di dunia maka
> Indonesia lambat atau cepat akan menjadi negara yang potensial menjadi musuh
> AS sebagaimana Iran, Suriah dan Pakistan. Sebab AS memandang Indonesia dan
> Pakistan bisa menjadi musuh berbahaya jika keduanya berhasil dikuasai
> kekuatan Islam, apalagi Pakistan telah memiliki senjata nuklir dan Indonesia
> sedang berencana membangun PLTN.*
>
> *Lebih berbahaya
> Seharusnya aparat intelijen seperti BIN, BIA dan lembaga intelijen lain
> sudah sejak dini memperhitungkan bahaya gerakan separatis bagi kelangsungan
> NKRI. Namun tampaknya kekuatan intelijen beserta aparat TNI dan Polri lebih
> difokuskan pada pemberantasan terorisme. Padahal sesungguhnya separatisme
> tidak kalah bahayanya dari terorisme, bahkan lebih menghawatirkan. Sebab
> meraka secara diam-diam mendapat dukungan dari Barat terutama AS dan
> Australia. Sementara kalau urusan terorisme, kedua negara tersebut
> habis-habisan membantu pemerintah dengan dana jutaan dolar. Sedangkan kalau
> masalah separatisme mereka hanya diam seolah-olah tidak mengetahui, tetapi
> di belakangnya membantu secara rahasia melalui NGO yang berkolaborasi dengan
> donatur Barat.*
>
> *Seharusnya pemerintahan Presiden SBY sudah mampu membaca skenario AS
> untuk menghancurkan NKRI. Kunjungan 17 jenderal AS di Aceh pada Mei lalu dan
> lawatan anggota Kongres yang dikenal pro kemerdekaan Papua, Eni
> Faleomavaega, ke Indonesia bulan lalu bahkan diterima langsung Presiden SBY
> meski memakai celana pendek. Seharusnya hal itu sudah menjadi 
> warningpemerintah Indonesia akan bahaya gerakan separatis. Separatisme di 
> Indonesia
> sudah menjadi isu internasional termasuk di kalangan anggota Kongres AS
> seperti Eni Faleomavaega yang juga ketua Sub Komisi Asia Pasifik Kongres AS
> (Samoa), James Moran (Virginia), Donald Payne (New Jersey), dan David Drier
> (California). Merekalah para tokoh yang berusaha memerdekakan Aceh, Papua,
> dan Maluku.*
>
> *Namun yang lebih mengherankan lagi adalah penghargaan pemerintah
> Indonesia atas mediasi yang dilakukan mantan Presiden Finlandia, Martti
> Ahtisaari, atas perannya dalam perdamaian di Aceh. Padahal Martii yang
> sekarang menjadi Utusan Khusus Sekjen PBB untuk masalah Kosovo, juga
> berusaha memerdekakan Aceh sebagaimana Kosovo. Meski kedua wilayah tersebut
> sekarang belum merdeka, tetapi suatu saat Martii berharap Aceh dan Kosovo
> akan merdeka lepas dari Indonesia dan Serbia.Tetapi anehnya, kalau
> pemerintahan Beograd sudah berusaha mengantisipasi langkah Martii tersebut
> dengan meminta dukungan Rusia sebagai anggota tetap DK PBB untuk
> mengaggalkan kemerdekaan Kosovo, tetapi pemerintah Indonesia justru
> memperlakukan Martii bak pahlawan nasional.*
>
> *Selalu disusupi
> Para agen AS memang sudah terlalu dalam dan lama beroperasi di Indonesia
> bahkan sejak awal kemerdekaan. Boleh dikatakan tidak ada satupun departemen
> ataupun lembaga pemerintah yang tidak disusupi agen intelijen AS terutama
> dari bangsa Indonesia sendiri. Dengan demikian, CIA sudah terlalu
> berurat-berakar dalam kehidupan politik dan kenegaraan di Indonesia.*
>
> *Munculnya UU Otonomi Daerah, pemisahan TNI dan Polri, bangkitnya gerakan
> separatisme di Aceh dan Papua serta Maluku, Penandatangganan DCA dengan
> Singapura, kemenangan calon independen dalam Pilkada Aceh, kerusuhan
> bernaunsa SARA di Ambon dan Poso, tidak mungkin terjadi tanpa skenario para
> agen AS di Indonesia. Dengan demikian, agar NKRI tetap tegak dan cita-cita
> separatisme berhasil digagalkan, maka satu-satunya jalan adalah pemerintah
> harus kembali ishlah dengan umat Islam yang mayoritas.*
>
> *Umat Islam jangan terus-menerus disudutkan dan digebyah-uyah dengan
> tudingan terorisme yang hanya dilakukan oleh segelintir orang. Pangeran
> Diponegoro, Kiai Mojo, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Cut Nya
> Dien, adalah pahwlawan Islam yang sangat konsisten menetang hegemoni Barat
> yang kolonial. *
>
> *Ikhtisar
> - Sebagai 'polisi dunia' AS selalu menganggap negara yang tidak sehaluan
> sebagai musuh yang harus dimusnahkan.
> - Tak hanya terhadap musuh, negara yang dianggap sebagai sahabat juga
> selalu dipecah-pecah dan dilemahkan.
> - Indonesia adalah korban dari skenario AS untuk memecah dan melemahkan
> 'sahabat'.
> - Agen rahasia AS, CIA telah berurat dan berakar dalam kehidupan politik
> dan kenegaraan di Indonesia*
>
>  
>

Kirim email ke