Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]> wrote: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/06/humaniora/3895224.htm =======================
Jakarta, Kompas - Hingga pertengahan bulan Ramadhan ini, tayangan program televisi yang dipantau Majelis Ulama Indonesia masih ada yang mengabaikan kritik masyarakat. Stasiun televisi yang menayangkannya tidak melakukan pembenahan berarti, bahkan makin menjadi-jadi menampilkan program bernuansa kekerasan, mistik, dan eksploitasi rangsangan seksual. "Pada pemantauan kami di bulan Ramadhan ini, dalam sinetron yang ditayangkan, Tuhan justru digambarkan sebagai sosok yang kejam," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H Amidan di Jakarta, Jumat (5/10). Selama Ramadhan ini, MUI melihat ada stasiun TV yang menunjukkan niat baik membenahi program setelah ada laporan MUI ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), 26 September 2007, meski dengan porsi yang sangat terbatas. Misalnya, ditandai dengan mengubah jadwal program dari semula siang ke tengah malam. Akan tetapi, ada stasiun TV yang tak menunjukkan pembenahan berarti dan mengabaikan kritik. Menurut MUI, kesan program TV yang paling mencolok mengabaikan seruan perbaikan adalah program sinetron dan sinema di Indosiar dan TPI. Kebetulan program di kedua stasiun televisi itu diproduksi PT Genta Buana Paramitha. Mereka mencampurbaurkan tayangan bernuansa agama, menampilkan ustadz atau ulama, namun diaduk dengan materi mistik dan takhayul. Banyak adegan kekerasan berlebihan. Tuhan juga digambarkan seolah sangat sadis dan pendendam, seolah tak punya sifat pengampun, pengasih, dan penyayang. Program-program tersebut telah menjadi sorotan pada paruh pertama Ramadhan. Namun, hingga kini tak terlihat ada itikad baik untuk mengubah. Itu bisa dilihat dalam sinetron di sinema utama layar Indosiar dan legenda seperti Jaka dan Kacang Ajaib, legenda Batu Menangis dan Aladin Melawan Pengabdi Setan yang memuat unsur mistik, gaib, dan mencampuradukkan figur ustadz, ulama, pendeta Hindu, dengan peri, siluman, jin, dan makhluk-makhluk gaib lainnya. Menanggapi hal itu, Humas TPI Theresia Ellasari menyatakan, setiap kritik terhadap tayangan TPI selalu menjadi perhatian pengelola. Biasanya semua kritik itu kemudian menjadi bahan untuk evaluasi. Jadi, tambahnya, tak benar kalau ada yang menyatakan TPI tidak sensitif terhadap kritik masyarakat. Namun, tambah dia, sebaiknya masyarakat pun tidak sekadar melihat sinetron hanya dari adegan per adegan. "Lihatlah sebuah tayangan secara utuh, agar pesan yang ingin disampaikan tidak bias," kata Ella seraya menambahkan, TPI tak lagi menayangkan produk Genta Buana. (LOK/cp) e-mail: [EMAIL PROTECTED] blog: http://mediacare.blogspot.com --------------------------------- Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect. Join Yahoo!'s user panel and lay it on us.