WAWANCARA ARGUS FIRMANSAH: Ihwal Pers dan Keinginan Jurnalis
http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=21&dn=20071004171103
Oleh : Arahman Ali 

05-Okt-2007, 05:53:35 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Ia dikenal sebagai wartawan lepas (freelance 
journalist) untuk media cetak lokal dan nasional. Tulisan-tulisannya 
tentang buku, seni dan budaya tersebar di tabloid Nagara, tabloid 
Iboekoe, tabloid Bataviase Nouvelles (Jakarta), surat kabar Mimbar 
Umum (Medan), Mingguan Jurnal Nasional (Jakarta), Tabloid KOKTAIL 
(Jakarta), Pikiran Rakyat, majalah sastra Bahana (Brunei 
Darussalam), dan jurnal Panggung (STSI Bandung). Tahun 2004, ia 
sempat mengikuti Workshop Penulis Esai, program Majelis Sastra Asia 
Tenggara (MASTERA) di Palembang.

Orang Bandung kelahiran tahun 1979 ini percaya bahwa pelaku pers dan 
media cetak di Indonesia harus mau membela kebebasan pers. Kebebasan 
terhadap represi penguasa dan kepentingan pengusaha media. Berikut 
petikan wawancara yang dilakukan oleh Arahman Ali (Bandung) kepada 
pewarta spesialis seni ini:

Mengapa suka menulis? Apa motivasinya?
AF: Menulis, ya hobi saja, karena mau melukis tidak bisa. Mata 
silindris dari kecil, jadi tidak bisa bikin garis lurus. Ga nyambung 
nya? Nya! Secara historis, menulis adalah kegiatan kamar sejak duduk 
di bangku SMP "Chaptoen" Bandung yang sekolahnya tetanggaan sama 
pasar Dewi Sartika, Terminal Kebon Kelapa. 

Dengan menulis, gagasan apapun bisa dituangkan di situ. Pengennya 
sih jadi psikolog. Dari dulu senang baca buku psikologi...inginnya 
jadi konsultan, karena kuliah psikologi mahal, ya baca buku saja, 
otodidak. Nah, dari situ keterusan deh menulis. Menjadi jurnalis 
bukan cita-cita sebenarnya, apalagi latar belakang pendidikan saya 
bukan jurnalistik. Namun menjadi jurnalis dapat menjadi kawan sang 
kebenaran. Kebenaran dari nurani manusia yang jujur dan adil.

Siapa jurnalis idola Anda? Apakah karena gaya tulisannya? Atau 
karena kperibadiannya? 
AF: Idola jurnalis di Indonesia tidak ada. Karena sejak kecil saya 
mengamati pers di Indonesia dikungkung oleh pemerintah. Kalau ada 
yang kritis pasti dibilang subversif oleh Menpen jaman Presiden 
Soeharto. Sekarang juga masih seperti itu rupanya, walaupun dibilang 
bebas, pengawasan pemerintah terhadap pers nasional masih ketat. 
Satu hal lagi, saya tidak menemukan insan/media pers yang benar-
benar terlepas dari politik. Dulu sempat nge-fans sama GM (Goenawan 
Mohammad) karena catatan pinggirnya saja, tapi hanya sebatas itu. 
Saya mengidolakan jurnalis dari luar negeri, terutama fotojurnalis 
yang berani di medan konflik.

Mengapa lebih senang meliput seni? 
AF: Inginnya sih yang lain, tapi karena liputan seni agak jauh dari 
urusan politik makanya saya lebih suka meliput kegiatan seni budaya. 
Liputan seni budaya memiliki nilai filosofis dan menjadikannya 
cermin sebuah kebudayaan di Indonesia. Satu lagi, liputan seni 
budaya kaya akan fotografisnya, oleh sebab itu liputan seni juga 
bisa mengasah kemampuan fotografi saya.

Untuk organisasi jurnalis, Anda ingin bergabung dengan PWI atau AJI? 
Mengapa?
AF: Saya pilih AJI, karena independen dan terbuka atas segala 
kemungkinan dan peluang membongkar kasus-kasus besar, walaupun 
secara politis bisa dibilang tidak benar-benar independen karena 
masih negosiasi dengan politik penguasa. Buktinya, AJI tidak bisa 
memperjuangkan kemerdekaan pers nasional secara sungguh-sungguh 
hingga saat ini. 

Kalo PWI saya lebih melihat sebagai organisasi pers yang berada di 
bawah pengawasan pemerintah secara langsung, jadi tentunya tidak 
sungguh-sungguh memperjuangkan pers yang benar-benar merdeka dan 
jujur. Satu hal lagi, anggota PWI banyak yang menjadi wartawan 
amplop di daerah.

Sebenarnya saya ingin menjadi kontributor foto di organisasi/agensi 
pers luar negeri biar dunia tahu tentang Indonesia tidak hanya 
berita hukum dan politik saja, tetapi seni budayanya juga.

Bagaimana sepak terjang AJI saat ini?
AF: Sepak terjang AJI sebagai organisasi pers independen lumayan 
baik untuk memberikan pencerahan kepada pers nasional dan jurnalis 
di luar PWI. Namun demikian, AJI baru sebatas kampanye dan ajakan 
kepada jurnalis untuk bertindak sebagai jurnalis yang benar dan 
betul, tapi belum bisa memperbaiki kondisi pers nasional yang lebih 
baik. Idealisme AJI memang bagus pada awalnya, akan tetapi AJI belum 
bisa mengakomodir jurnalis yang benar-benar independen, di luar 
jurnalis yang terikat kontrak kerja di suatu perusahaan pers.

Pilih salah satu: menerima amplop atau tidak sama sekali? 
AF: Saya belum pernah menerima atau meminta amplop kepada siapa  
pun, walaupun miskin dan tidak punya gaji bulanan, saya terus 
berjuang untuk menjadi wartawan independen, sekalipun bukan anggota 
AJI

Menurut Anda pentingkah kebebasan pers di Indonesia? 
AF: Kebebasan pers di Indonesia sangat penting. Karena pers bagi 
saya adalah sebuah corong kejujuran dan kebenaran tanpa campur 
tangan politis dari kekuasaan. Namun saya tidak mendukung sebuah 
pers yang bebas sekali, karena kebebasan itu sendiri bisa jadi alat 
politis untuk menghalalkan cara-cara kerja pers untuk kepentingan 
organisasi atau perusahaan persnya mendapatkan dukungan politik 
misalnya, atau keuntungan ekonomi lainnya. Kebebasan pers bertujuan 
sebagai moderator sekaligus kritikus dalam mengawasi jalannya roda 
pemerintahan dan kebudayaan secara umum. Kebebasan pers juga dapat 
dilihat sebagai objektifitas bila pers itu benar-benar independen.

Bagaimana tentang Pers Indonesia saat ini? 
AF: Pers di Indonesia saat ini tidak memuaskan masyarakat. Pusat 
penyebaran informasi ikhwal kebenaran melalui kerja jurnalistik 
kurang memihak kepentingan masyarakat luas. Apalagi kasus-kasus yang 
menjadikan masyarakat sebagai korban politisasi sebuah program atau 
kegiatan pembangunan ekonomi. 

Masyarakat membutuhkan pers yang adil dan jujur serta bebas dari 
politik kepentingan penguasa, sehingga suara rakyat/masyarakat dapat 
bergema di media pers. Pers saat ini memang dominan sebagai corong 
berita kriminalitas dan kekerasan, serta corong glamorisme kepada 
masyarakat Indonesia. Dengan kondisi demikian, saya kuatir pers 
hanya menjadi penggembira media pers untuk kepentingan ekonomi 
perusahaan. Lalu untuk apa dan untuk siapa pers Indonesia 
sebenarnya? Thinks!

Apa pesan Anda kepada sesama jurnalis muda?
AF: Saya berpesan kepada jurnalis muda di Indonesia, beritakanlah 
sesuatu peristiwa dengan benar dan jujur, based on facts meanwhile 
avoiding the facts that made by any power. Banyak peristiwa yang 
terjadi memang disengaja dan memiliki motif yang belum tentu untuk 
kepentingan rakyat, hendaknya jurnalis muda bisa mengungkap behind 
the scene dari suatu peristiwa, sehingga nantinya bisa memilih 
berita mana yang layak dilansir menjadi berita dan mana yang tidak 
layak. Jangan asal dapat berita liputan untuk mengejar target 
liputan saja, karena takut ditegur redaktur. Untuk jurnalis muda, 
mari kita perjuangkan pers pembaharu untuk menumbangkan pers tua 
yang terlelap dalam lobi politik kepentingan penguasa.

Blog: http://pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED]
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: 
http://kabarindonesia.com



Kirim email ke