Mbak Lulu,
Kebetulan saya baru aja dapat forward cerita seorang penderita Lupus.
 
===============
 

"Penyakit Ini Mengubah Hidup Saya"
Setiap hari kita terpajan jutaan kuman. Namun, kita tetap sehat dan
afiat, karena tubuh kita punya sistem kekebalan. Tapi bagaimana jika
sistem pertahanan itu tak lagi bisa membedakan kawan dan lawan? Wow,
sendi-tulang diserang, ginjal dijegal, sel darah merah dipecah, otak
dirusak, kulit pun dibuat sakit!
"Penyakit ini betul-betul mengubah pola hidup saya," kata Rusnita Saleh
(33), seorang penulis dan konsultan lepas. Wanita yang akrab dipanggil
Upay ini mengaku, dulu ia orang yang sangat aktif, produktif, dan bahkan
cenderung workaholic. "Dalam sehari saya paling-paling tidur tiga jam,"
akunya.
Tahun 2002, kariernya sebagai trainer di sebuah perusahaan terkemuka
sedang menanjak. Tapi ia merasa ada masalah dengan kesehatannya. Satu
kali, ia bangun pagi dan kaget melihat wajahnya bengkak sebelah.
Badannya demam, tenaganya hilang. Jika terkena sinar Matahari sebentar
saja, rasanya mau pingsan.
Sebelum itu, ia sudah beberapa kali berurusan dengan rumah sakit. Tiap
Lebaran, kakinya mengalami nyeri dan meradang. Tapi waktu itu dokter
menduga penyebabnya hanya karena kecapaian. Buktinya, begitu minum obat,
artritisnya hilang.
Saat hamil pertama, kandungannya gugur. Hamil kedua, ia harus lima kali
dirawat inap. Tanpa sebab jelas, badannya gampang sekali merasa lemas.
Dari pemeriksaan darah diketahui, hemoglobinnya rendah, padahal ia
selalu menyantap makanan bergizi dan rutin berolahraga. Lebih aneh lagi,
hemoglobinnya tetap saja rendah, meskipun telah minum obat-obat
antianemia.
Bukan cuma dia yang dibikin bingung, dokter pun kerepotan mendiagnosis.
Dikira tifus, ternyata bukan. Disangka anemia, ternyata bukan juga.
Setelah berkali-kali ke dokter dan menjalani berbagai tes, November 2002
ia dinyatakan menderita lupus nefritis (salah satu bentuk lupus
eritematosus sistemik, yang biasa disebut "lupus" saja).
Sejak itu, ia harus berjuang melawan penyakit yang belum bisa
disembuhkan secara medis. Jika si lupus sedang mengamuk, seluruh jarinya
terasa nyeri hebat, meskipun hanya dipakai untuk mengetik di komputer.
Jika berjalan, ia harus menyeret salah satu kakinya, karena rasa nyeri
yang tak tertahankan.
Salah satu dokternya bahkan memperkirakan, harapan hidupnya tinggal
sekitar tiga tahun. Pada saat yang sama, seorang kawannya meninggal
dunia akibat penyakit ini. Nyalinya seolah diuji setiap mendengar berita
tentang kawannya sesama ODAPUS (orang dengan lupus) meninggal satu demi
satu.
Februari 2003, menjelang berangkat haji, ia menulis surat wasiat,
berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Tuhan memanggilnya. "Saya tidak
menyerah, tapi pasrah," ungkapnya. Lima bulan setelah diagnosis itu, ia
mengundurkan diri dari pekerjaannya dan merevisi semua ambisi karier
berikut ritme hidupnya. Jika sebelumnya ia terbiasa tidur hanya tiga jam
sehari, setelah positif lupus, ia harus istirahat sekitar 12 jam sehari
dan menjalani pola hidup yang ketat.
Gejalanya bermimikri
Rusnita hanyalah salah satu dari jutaan orang di dunia yang dibuat sakit
oleh antibodi tubuhnya sendiri. Kalangan medis menyebutnya penyakit
autoimun. Penyakit ini sedikit seksis, karena lebih banyak menyerang
wanita daripada pria.
Di seluruh dunia ada jutaan orang yang menderita penyakit autoimun.
Menurut Karnen Garna Baratawidjaja, dalam buku Imunologi Dasar (terbitan
FKUI), angka kejadiannya diperkirakan sekitar 3,5% dari populasi. Salah
satu penyakit autioimun yang populer adalah lupus.
Pada orang sehat, antibodi bertindak sebagai tentara yang melindungi
tubuh dari serangan kuman. Sedangkan pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS),
sistem kekebalan itu melemah, sehingga mereka sangat rentan terinfeksi.
Pada penderita gangguan autoimun, antibodi menjadi hiperaktif dan liar.
Bukan hanya bakteri yang diserang, organ tubuh sendiri pun menjadi
sasaran. Karena menyerang kawan sendiri, mereka disebut autoantibodi.
Jika sedang liar, autoantibodi ini bisa menjadi ganas.
"Manifestasi penyakitnya bermacam-macam," kata dr. Nanang Sukmana,
Sp.PD, KAI, pengajar pada Divisi Alergi dan Imunologi Klinik FKUI/RSUPN
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada sebagian orang, autoantibodi ini
menyerang organ tertentu saja, misalnya pankreas atau kelenjar tiroid.
Jika menyerang sel pankreas (penghasil hormon insulin), ia bisa
menyebabkan diabetes tipe satu (diabetes yang tergantung insulin). Jika
menyerang kelenjar tiroid, ia menyebabkan tiroiditis.
Sementara pada sebagian orang yang lain, autoantibodi menyerang secara
membabi buta, bukan organ tertentu saja. Pada penderita lupus, misalnya,
autoantibodi menyerang banyak organ, sehingga gejalanya sangat baragam.
Ketika menyerang kulit, ia bisa menyebabkan ruam di wajah dan sekujur
tubuh. Dalam kondisi parah, kulit bisa bersisik dan mengelupas, sehingga
tampak seperti ular yang sedang berganti kulit.
Jika menyerang mukosa mulut, ia menimbulkan seriawan yang tak
sembuh-sembuh. Saat menyerang persendian, ia menyebabkan artritis
rematoid. Artritis inilah yang menyebabkan Rusnita hanya bisa berjalan
dengan satu kaki. Ini pula yang menyebabkan jari-jarinya terasa nyeri,
meskipun hanya dipakai untuk mengetik.
Lalu jika autoantibodi menyerang sel darah merah, ia menyebabkan anemia.
Ini pula yang menjelaskan mengapa anemia Rusnita tak sembuh-sembuh,
meskipun ia telah mimun obat-obatan penambah darah. Selanjutnya, jika
menyerang ginjal, fungsi filter darah akan menurun. Pada kasus Rusnita,
hal itu menyebabkan proteinuria (protein lolos lewat urine)
Karena sifatnya yang pandai bermimikri itulah, dokter pun bisa
berkali-kali terkecoh.
Bisa dikendalikan
Hingga kini, penyebab-penyakit di atas masih belum berhasil diungkap
tuntas. Obat yang benar-benar menyembuhkan pun belum ditemukan. Obat
yang kini tersedia sebatas meredam gejala.
Sepertinya kabar buruk. Meski begitu, penyandang penyakit autoimun tetap
punya kabar bagus.
Walaupun tak bisa sembuh, "Penyakit ini bisa dikendalikan sehingga
penderita punya kualitas hidup yang baik," jamin Nanang Sukmana. Ia
tidak sekadar asal bicara, tapi telah membuktikan sendiri. Saat awal
didiagnosis lupus nefritis, penyakitnya sudah stadium tiga, stadium
gawat. Tapi dengan perubahan total pola hidup dan disiplin ketat, kini
ia bisa menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal.
Ia tetap bisa berkebun, memasak, mengurusi anaknya yang masih berumur
lima tahun, menulis, menjadi konsultan, bahkan melakukan kegiatan
kampanye peduli lupus. Penderita bisa memperoleh kualitas hidup yang
baik, asalkan disiplin menjalani terapi farmakologis dan pengaturan pola
hidup. "Keduanya sama penting. Jangan sampai hanya mengandalkan obat
saja," saran Nanang.
Supaya antibodi tidak hiperaktif, ia harus diredam dengan obat-obat
imunosupresan. Susahnya, ketika sistem kekebalan ditekan, tubuh jadi
lebih gampang terkena infeksi. Ditambah lagi, terapi ini juga
menimbulkan efek negatif lain, misalnya risiko pengeroposan tulang dan
peningkatan kadar gula darah.
Obat-obat tertentu menyebabkan pemakainya mengalami perubahan psikologis
menjadi sensitif: gampang marah dan sedih.
Karena banyaknya efek negatif ini, terapi penyakit autoimun harus
betul-betul menimbang rasio antara risiko dan manfaat. Untuk mencegah
pengeroposan tulang, pasien harus mendapat cukup asupan kalsium, baik
dari makanan maupun dari suplemen.
Selain terapi farmakologis, penderita penyakit autoimun juga harus
sungguh-sungguh memerhatikan pola hidupnya. Semua pemicu harus dihindari
sejauh-jauhnya. Salah sedikit saja, autoantibodinya bakal mengamuk.
Nanang Sukmana dan Rusnita punya beberapa resep.
Pertama, hindari stres. Urusan ini memang gampang diucapkan, tapi
praktiknya tak semudah bicara. Berdasarkan pengamatan Nanang, kebanyakan
pasiennya mengalami perubahan kejiwaan setelah 3 - 6 bulan sejak
didiagnosis menderita lupus. Bentuknya mulai dari stres ringan sampai
depresi.
Umumnya, mereka sedih karena memikirkan penyakit yang mereka derita.
Maklum, penyakit ini tergolong berat dan membutuhkan perawatan jangka
panjang atau bahkan seumur hidup. Belum lagi masalah sosial akibat
penyakit ini. Pada lupus yang menyerang kulit, penderita (terutama
wanita) bisa mengalami depresi karena merasa tak cantik lagi.
Keadaan itu bakal diperparah oleh fakta, bahwa penderita tidak bisa
seproduktif semula. Seperti yang terjadi pada Rusnita yang terpaksa
mengundurkan diri dari pekerjaannya. Kondisi itu persis seperti
lingkaran setan. Lupus membuat penderita stres. Sedangkan stres membuat
lupus semakin berat.
Pada pasien dari kelas ekonomi pas-pasan, vonis lupus bisa menimbulkan
problem fulus. Sebagai gambaran, saat awal mendapat terapi, Rusnita
harus menyiapkan minimal Rp 5 juta tiap bulan. Itu hanya untuk obat,
belum biaya perawatan tubuh untuk menghindari efek negatif lupus di
kulit. Sekarang, di masa remisi (tahap penjagaan), ia masih harus
merogoh kocek minimal Rp 2 juta per bulan.
Karena masalah-masalah itulah, dokter, keluarga, dan lingkungan harus
turut memberi pengertian dan dukungan agar pasien tetap tenang.
Ketenangan jiwa bisa diperoleh lewat banyak cara. Sebagian orang mungkin
menemukan ketenangan lewat meditasi dan belajar memahami makna hidup.
"Kalau saya, meditasinya salat tahajud," kata Rusnita.
Resep kedua, hindari kelelahan. Mirip stres psikis, kelelahan fisik juga
bisa membuat autoantibodi tak terkendali. "Orang seperti saya harus
strategis mengatur jadwal, jangan sampai capek. Jangan terlalu banyak
bikin janji," kata Rusnita.
Dalam berolahraga pun, penderita sebaiknya menghindari jenis olahraga
yang terlalu membebani tubuh. Yang penting, tubuh terlatih tanpa
menimbulkan rasa capek yang berlebihan.
Resep ketiga, kembali ke alam. Kita tahu, makanan masa kini banyak
mengandung bahan-bahan tambahan sintetis. Bagi tubuh bahan-bahan yang
tidak alami itu dianggap sebagai benda asing. Semakin banyak bahan
makanan sintetis masuk ke dalam tubuh, semakin besar risiko autoantibodi
kembali aktif. "Kalau pingin jeruk, ya makan buah jeruk saja," kata
Nanang mencontohkan.
Resep keempat, hindari faktor-faktor pemicu lain seperti asap rokok,
infeksi, sinar Matahari antara pukul 09.00 - 16.00, dan kontrasepsi oral
(pil KB). Yang tak kalah penting, penyakit ini harus dideteksi sedini
mungkin. Jika terlambat, dikhawatirkan organ-organ vital telanjur rusak.
Dengan mengetahui lebih awal, kerusakan bisa dicegah.
Jika memang sudah suratan, autoantibodi boleh ada di dalam badan. Tapi
jangan sampai mereka punya alasan untuk menjadi senjata makan tuan. ***
Sumber : Kompas.com

-----Original Message-----
From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of Luluk Iswatun Nimah
Sent: Friday, September 15, 2006 10:13 AM
To: milis-nakita List Member
Subject: [milis-nakita] lupus {03}

Terimakasih untuk Informasinya..ini sangat membantu.makasih banyak untuk semua…

 

Kalau ada yang punya pengalaman temen2 tentang penyakit lupus & pengobatanya.minta tolong sharing ya?

 

karena sekarang kami memang butuh banyak Informasi,adek saya kemarin baru test DNA hasilnya positif kena lupus.sekarang dia harus control

 setiap hari karena sudah keluar bintik2 merah di daerah kakinya.

 

Mbak uttiek ma’af keluar dikit dari topic balita.gak pa2kan??

 

Thanks

Lulu’

 

From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Pitri Pitriawati
Sent: Friday, September 15, 2006 9:14 AM
To: milis-nakita List Member
Subject: [milis-nakita] lupus {02}

 

Salam kenal Mbak Lulu...

Kebetulan dari poliklinik tempat saya bekerja ada mengirimkan artikel tentang lupus.

Semoga membantu

 

Regards

Bunda Rifdzi

-----Original Message-----
From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of Luluk Iswatun Nimah
Sent: Friday, September 15, 2006 9:01 AM
To: milis-nakita List Member
Subject: [milis-nakita] lupus {01}

 

Dear nakita-ers,

Ma'af, bisa minta tolong,ada nggak yang punya artikel tentang penyakit " lupus" ya???

Saya tunggu Informasinya,karena adek saya ada yang kena penyakit ini

Thanks sebelumnya saya tunggu Informasinya...

Lulu'

 

 

 
 
 
=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+
 
Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com
 
Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------
 
untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]
 
untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]
 


=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]




=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Reply via email to