-












    
            
            


      
      Sekadar Sharing aja dikutip langsung dari sumbernya...

semoga bermanfaat!! !



"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak 
belum tentu menyelesaikan (perubahan). "



Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, "ChaNge". 
Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng 
Saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Ditengah-tengah ratusan orang yang 
tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. "Silahkan, siapa yang mau 
boleh ambil," ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka 
audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.



Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi 
kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang 
tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang 
lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi 
mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil 
celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak 
cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat 
seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali ke 
kursinya.



Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. 
Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu 
disentuhnya.. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan 
keragu-raguan. Semua audiens tertegun.



Saya ulangi pesan Saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap wajah 
Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat 
keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas 
uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa 
terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!" Saya 
mengatakan, "Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya."



Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. 
Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah 
uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab 
dengan berbagai alasan:



"Saya pikir Bapak cuma main-main ………… "

"Nanti uangnya toh diambil lagi."

"Malu-maluin aja."

"Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!"

"Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ….."

"Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya. …"

"Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas….."

"Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang……. .."

"Saya, kan duduk jauh di belakang…"

dan seterusnya.



Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka 
sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity 
(kesempatan) , tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak 
menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat 
dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di daerah 
Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih 
melihat seorang sarjana yang punya masa

depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak 
waras. Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan 
teman-temannya, ia adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya 
orang di sana satu persatu dan berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya 
memang tampak agak merah. Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, 
ia pun protes. "Gila aja….ini kan gara-gara saudara-saudara Saya tidak mau 
mengurus Saya. Saya ini tidak gila.

Mereka itu semua sakit…..". Lantas, apa yang kamu maksud 'sakit'?"



"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya 
selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu

mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke 
hari…..," katanya penuh semangat." Saya pun mengangguk-angguk.



Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, 
Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman 
Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai 
dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke 
hari, Jadi omong kosong perubahan akan datang.

Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan 
omongan saja.



Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang 
berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak 
terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan 
itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik. Perubahan akan 
gagal kalau pemimpin-pemimpinny a hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan 
destruktif.



"Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang 
yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan 
seterusnya."



Get Started. Get into the game. Get into the playing field, Now. Just do it!



"Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang 
yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan cuma 
membuat peraturan saja."



Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia 
harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif 
dan berani maju.



Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, 
yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners 
dengan losers adalah :



"Winners take action…they simply get up and do what has to be done…".



Selamat bergerak!



Rhenald Kasali



------------ --------- --------- --------- --------- --------- -


        
        








        


        
        


      


      

Kirim email ke