Eka pergi "Ausflug" (jalan-jalan) ke Spikeroog Sebelumnya saya selalu heran kalau melihat teman-teman Jerman ini atau orang Jerman pada umumnya. Mengapa mereka rata-rata kalau pergi selalu persiapannya matang, kemudian kalau pergi selalu mendokumentasikan kegiataan. Perencanaan dan dokumentasi kegiatan sudah seperti mendarah-daging di mereka. Dan ini relatif rata-rata. Artinya kemampuan itu sudah merupakan kemampuan minimal yang ada di orang Jerman yang berpendidikan di atas SD. (di Jerman rata-rata minimal orang berpendidikan setara dengan SMA). Tidak mengherankan bila peta Jakarta-pun yang membuat adalah pasangan suami istri Jerman, Lalu berbagai buku wisata, dan sosial, serta antropologi dibuat oleh orang-orang Jerman ini. Pengalaman saya dalam membimbing mahasiswa, dan bekerja sama dengan teman-teman Jerman juga sering membuat saya bertanya-tanya. Apa yang membuat mereka seperti itu. Misal mahasiswa bimbingan saya setiap mau diskusi selalu sudah menyiapkan paper yang sudah diklasifikasi, dan diberi komentar dengan kertas kecil di depannya. Lalu setelah diskusi selalu menulis ringkasan. Padahal diskusi itu hanya dilakukan berdua saja. Rahasia itu mulai terkuak ketika melihat mahasiswa kemana-mana membawa Ordner, juga ketika si Eka di awal tahun ajaran baru membawa daftar "belanja", atau ketika belajar mengarsip dan kini ketika si Eka memiliki kegiatan "Ausflug". Seperti anak SD di Indonesia, di Jerman ini anak-anak juga ada kegiatan seperti "karya wisata". Istilahnya adalah "Ausflug". Tetapi ada beberapa perbedaan yang nyata diantara kegiatan ini. Satu hal yang jelas berbeda adalah persiapan kegiatan yang akan dilakukan. Di klas 5 ini, si Eka akan melakukan Ausflug ke Spikeroog suatu pulau kecil di pantai utara. Pulau ini memang sering dipakai untuk kegiatan seperti ini. Di pulau ini banyak ditemukan Seehund (singa laut). Eka akan menginap di pulau ini sekitar 1 minggu. Jelas seperti halnya persiapan sekolah di awal tahun ajaran, kali ini guru klas-nya juga memberikan daftar "belanjaan", alias daftar barang yang dibawa. Diharapkan siswa membawa semua barang yang ditulis disitu. Yang menarik adalah guru menerangkan dalam daftar barang tersebut, mengapa barang tersebut harus dibawa, dan mengapa harus berwarna atau berukuran tertentu. Jadi anak murid tahu alasan suatu peraturan (standard). Sebagai contoh untuk kopor diwajibkan memakai "sabuk pengikat warna merah", dan diterangkan karena agar tak tertukar ketika naik kapal laut. Dan juga mengapa suatu barang tak boleh dibawa. Misal handphone tak boleh dibawa, karena bisa hilang atau tertukar. Jadi anak-anak belajar menerima alasan akan suatu peraturan dan belajar mentaatinya. Barang-barang yang harus dibawa tersebut, bukan saja yang dibutuhkan pada kondisi biasa, tetapi juga barang yang dibutuhkan untuk kondisi darurat. Barang untuk kondisi darurat ini, adalah wajib untuk dibawa bagi setiap orang, walaupun belum tentu nanti akan dipakai. Misal orang tua Eka harus menyiapkan satu amplop yang berisi uang sekitar 10 DM, dan fotocopy kartu asuransi, alamat orang tua, dan nomor telfon di amplop itu. Amplop itu lalu dikumpulkan ke gurunya. Jadi untuk kondisi darurat, guru dengan mudah melakukan tindakan penanggulangan. Persiapan lainnya adalah dari sisi materi kegiatan. Sudah lebih dari 2 bulan ini dalam pelajaran di sekolah, Eka di kelasnya berdiskusi membahas tentang pulau Spikeroog. Dari sejarahnya, peta, apa saja yang ada di sana, alamnya, lalu juga mengenai masalah biologinya, ada hewan laut apa saja. Bagaimana cuacanya, dan lain sebagainya. Diskusi ini dilakukan guru, dan guru juga memberikan informasi tambahan (peta, dan sebagainya). Anak-anak diberi fotocopy-an materi, atau diminta membaca buku tentang Spikeroog. Eka juga diberi buku-buku berisi daftar nama species yang dapat ditemui di pantai pulau itu. Karena ada acara berjalan di pantai, juga mencari karang, mengenali tanaman/hewan laut dan lain sebagainya. Anak-anak diminta telah membaca buku ini, sehingga bisa mengenali apa yang dilihat di sana. Juga diminta disiapkan buku untuk mencatat apa yang nantinya ditemui di sana (semacam log book). Sebelum berangkat ke Spikeroog, Eka diharuskan mempersiapkan daftar rencana kegiatan berdasarkan diskusi di kelas tersebut. Juga Eka diharuskan menggambar peta Spikeroog, dan juga indeks apa yang ada dan tema menarik dari Spikeroog, Dan kapan tanggal kegiatannya. Sengaja guru tidak memberikan foto-copyan daftar kegiatan, tetapi murid harus merancang, dan menulis ulang kegiatan tersebut, dan juga menggambar peta Spikeroog itu. Untuk melengkapi informasi dan rencana kegiatan itu, si Eka juga disuruh oleh gurunya melihat ke Internet. Untungnya di Jerman rata-rata program dan situs menggunakan bahasa pengantar Jerman, sehingga bagi anak SD seusia Eka yang baru belajar bahasa Inggris tingkat "How are you", tidak mengalami kesulitan berarti untuk menggunakan komputer, dan Internet. Apalagi si Eka memang sudah biasa memakai komputer. Tinggal hidupkan Linux-nya. Oh ya Eka, tidak mau koneksi ke Internet dengan MS Windows alasannya takut virus, walau katanya nggak bisa main game dari situs yang pakai plug-in, itu lebih baik daripada komputernya "kaputt" dan harus nunggu saya ada waktu untuk reinstal. Rupanya dia sudah sering menerima cerita dari pengalaman "buruk" teman-temannya. Dia memilih cara yang lebih aman. Dia sudah tahu search engine, dan mulai mencari dan membaca informasi yang dia temui. Satu hal yang menarik lagi, ketika sebelum berangkat, Eka diharuskan juga mempersiapkan sebuah kartupos yang ditujukan ke orang tua. Nantinya setelah sampai di Spikeroog Eka diharuskan mengirimkan kartu pos ini. Begitu juga orang tua murid, dari rumah diberikan alamat penginapan di Spikeroog, dan setengah "diwajibkan" harus menulis kartu pos atau surat ke anak-anak yang di Spikeroog itu. Dengan cara ini maka budaya tulis-menulis, dan surat-menyurat mulai ditanamkan ke anak-anak kecil. Siang ini saya mengirimkan kartu pos ke Eka dan pesannya saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Biar teman-teman dan gurunya bingung. Oh ya, menerima kartu pos merupakan suatu "gengsi" bagi anak-anak seusia Eka ini. Apalagi ketika mereka sedang Ausflug seperti ini. Melihat apa yang dipelajari anak-anak seusia Eka dalam mempersiapkan kegiatannya, jelas saya menjadi tak heran lagi. Mengapa rata-rata mahasiswa di Jerman sudah bisa dilepas "mandiri" dalam menentukan apa yang akan dipelajarinya, dan yang dilakukannya dalam perkuliahan. Tidak perlu di"suapi", karena mereka akan menyuapi dirinya sendiri. Sesuai perencanaan yang mereka atur sendiri. Memang jalan terasa panjang kalau ingin mengejar kemampuan dokumentasi danperencanaan. Justru karena panjang.. maka harus segera dimulai. IMW =========================================================================== I Made Wiryana (0521-106 5328) Universitas Gunadarma - Indonesia Rechnernetze und Verteilte Systeme http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/made Universitaet Bielelfeld Check my e-zine : [EMAIL PROTECTED] http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/majalah Pendukung Open Source Campus Agreement - legal, cerdik, mandiri dan hemat =========================================================================== * Gunadarma Mailing List ----------------------------------------------- * Archives : http://milis-archives.gunadarma.ac.id * Langganan : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Berhenti : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Administrator: [EMAIL PROTECTED]