Neneng

  Pagi itu, setelah bermain golf di Ciracas, badanku terasa gerah dan lelah 
sekali karena, aku menyelesaikan delapan belas hole, biasanya aku hanya sanggup 
bermain sembilan hole, tetapi karena Ryan memaksaku untuk meneruskan permainan, 
maka aku jadi kelelahan seperti sekarang ini. Kupanggil Marni pembantuku yang 
sudah biasa memijatku, aku benar-benar merasa lelah karena semalamnya aku 
sempat dua kali "bertempur" dengan kenalanku di Mandarin, pasti nikmat rasanya 
dipijat dan selanjutnya berendam di air panas, langsung aku membuka pakaianku 
hingga hanya tinggal celana dalam dan langsung berbaring di atas tempat 
tidurku. Namun agak lama juga Marni tak muncul di kamarku memenuhi panggilanku 
melalui interkom tadi, biasanya Marni sangat senang bila aku suruh memijat 
karena disamping persenan dariku besar, dia juga sering kupijat balik yang 
membuat dia juga dapat merasakan kenikmatan yang satu itu.




  Ketika kudengar langkah memasuki kamarku, aku langsung berkata, "Kok lama sih 
Mar, apa masih sibuk ya, ayo pijat yang nikmat!".

  Tiba-tiba kudengar suara perempuan lain, "Maaf Pak, Mbak Marni masih belum 
kembali, apa bisa saya saja yang memijat?".

  Aku meloncat duduk dan menoleh ke arahnya, ternyata di depanku berdiri 
pembantu lain yang belum pernah kukenal. Kuperhatikan pembantu baru ini dengan 
seksama, wajahnya manis khas gadis desa, dengan bibir tipis yang merangsang 
sekali. Ia tersenyum gugup ketika melihat aku memperhatikannya dari atas ke 
bawah itu. Aku tak peduli, mataku jalang menatap belahan dasternya yang agak 
rendah sehingga menampakkan sebagian payudaranya yang montok itu.




  Dengan pelan kutanyai siapa namanya dan kapan mulai bekerja. Ternyata dia 
adalah famili Marni dari Kerawang namanya Neneng dan dia ke Jakarta karena 
ingin bekerja seperti Marni. Aku hanya mengangguk-angguk saja, ketika kutanya 
apakah dia bisa memijat seperti Marni, dia hanya tersenyum dan mengangguk. 
Kuperintahkan dia untuk menutup pintu kamar, sebenarnya tidak perlu pintu kamar 
itu ditutup karena pasti tak ada seorangpun di rumah, isteriku juga sedang 
pergi entah ke mana dan pasti malam hari baru pulang, tujuanku hanyalah menguji 
Neneng, apakah dia takut dengan aku atau benar-benar berani. Kuambil cream 
untuk menggosok tubuhku dan kuberikan pada Neneng sambil berkata "Coba gosok 
dulu badanku dengan minyak ini, baru nanti dipijat ya!".




  Aku membuka celana dalamku dan langsung telungkup di tempat tidur, sengaja 
pada waktu berjalan aku menghadap Neneng sehingga Neneng dapat juga melihat 
penisku, ternyata dia diam saja. Ketika aku sudah berbaring, dia langsung 
membubuhkan lotion itu di punggungku dan menggosokannya ke punggungku. Sambil 
memejamkan mata menikmati elusan tangan Neneng yang halus, aku mengingatkan dia 
agar menggosoknya rata ke seluruh badanku. Sambil berbaring aku minta Neneng 
menceriterakan tentang dirinya.




  Ternyata Neneng seorang janda yang belum mempunyai anak, suaminya lari dengan 
perempuan lain yang kaya raya dan meninggalkan dia. Karena itu dia lebih suka 
ke Jakarta karena malu.

  Aku berkata kepadanya, "Jangan kuatir, kalau begitu kapan-kapan kamu mesti 
kembali ke desamu dengan banyak uang supaya bekas suamimu tahu kalau kamu 
sekarang sudah kaya dan bisa membeli laki-laki untuk jadi suamimu!". Neneng 
tertawa mendengar perkataanku itu. Ketika itu Neneng sudah mulai menggosok 
bagian pantatku dengan lotion, tangannya dengan lembut meratakan lotion 
tersebut ke seluruh pantatku bahkan juga di sela-sela pantatku diberinya lotion 
itu sehingga kadang-kadang tangannya menyenggol ujung pelirku. Aku jadi tegang 
dengan gosokan Neneng ini, tetapi aku diam saja namun akibatnya posisiku jadi 
tidak enak, karena posisiku yang tengkurap membuat penisku yang berdiri tegak 
itu jadi tertekan dan sakit sekali. Aku jadi gelisah karena penisku rasanya 
mengganjal. Neneng yang melihat aku gelisah itu bertanya apakah gosokannya 
kurang betul. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala.




  Ketika aku bertanya lagi apakah isteri baru suaminya itu cantik, Neneng hanya 
menjawab dengan tertawa katanya, "Cantik atau tidak yang penting uangnya 
banyak, kan suami saya bisa numpang nikmat!", Ketika Neneng sudah menggosok 
badanku sampai ke kaki, dia bertanya, "Apa sekarang mulai dipijat pak?". Aku 
langsung berbalik telentang sambil berkata, "Sekarang yang bagian depan juga 
diberi minyak ya!". Aku sengaja memejamkan mata sehingga aku tak tahu bagaimana 
sikap Neneng melihat bagian depan tubuhku yang telanjang itu, apalagi penisku 
sudah berdiri penuh mendongak ke atas dengan ujungnya yang seperti jamur 
raksasa itu. Neneng tidak banyak berbicara, tetapi ia mulai menggosok bagian 
dadaku dengan lotion yang harum itu, ketika aku membuka mata, kulihat buah 
dadanya yang montok tepat berada di depan mataku, bahkan karena potongan 
dusternya rendah, aku bisa melihat celah buah dadanya yang terjepit diantara 
beha yang dipakainya.




  Ketika gosokan Neneng sampai di selangkanganku, Neneng membubuhi sekitar bulu 
penisku dengan lotion tersebut, begitu juga dengan buah pelirku yang dengan 
lembut diberinya lotion tersebut. Saat itu Neneng berkata "maaf pak, apakah 
burungnya juga digosok?". Aku tak menyahut tetapi aku hanya mengangguk saja. 
Tanpa ragu Neneng membubuhi ujung penisku dengan lotion tersebut, terasa 
dingin, kemudian Neneng mulai meratakannya ke seluruh batang penisku dengan 
lembut sekali, bahkan dia menarik kulit penisku sehingga lekukan di antara 
kepala dan batang kenikmatanku juga diberinya minyak.




  Ketika itulah aku membuka mataku dan memandang Neneng, ketika dilihatnya aku 
memandangnya, Neneng tersenyum dan tertunduk sementara tangannya terus mengurut 
penisku itu. Aku sudah tak kuat lagi menahan keinginanku, kutahan tangannya dan 
kusuruh Neneng untuk membuka pakaiannya. Neneng yang sudah janda rupanya 
langsung paham dengan keinginanku, wajahnya memerah, tetapi ia langsung bangkit 
dan membuka dusternya. Aku duduk di tepi tempat tidur memperhatikan badan 
Neneng yang hanya dilapisi beha mini dan celana dalam mini yang kurasa pasti 
pemberian isteriku. Buah dadanya membusung keluar karena beha yang diberikan 
isteriku nampaknya kekecilan sehingga tak dapat menampung payudaranya yang 
montok itu.




  Aku berdiri mendekati Neneng dan kupeluk dia serta kubuka pengait behanya, 
payudaranya yang montok dan kenyal itu tergantung bebas menampakkan garis merah 
bekas terjepit beha yang kekecilan itu, tetapi payudaranya sungguh kenyal dan 
gempal sama sekali tidak turun dengan putingnya yang mendongak ke atas. Ketika 
kurogoh celana dalamnya kurasakan bulu vaginanya cukup rimbun sementara ketika 
jariku menyentuh clitorisnya,




  Neneng seperti terlonjak dan merapatkan badannya ke dadaku, kurasakan vagina 
Neneng kering sekali sama sekali tak berair. Kukecup puting susu Neneng sambil 
kedua tanganku menurunkan celana dalamnya itu. Ketika kutarik Neneng ke tempat 
tidur, Neneng meronta katanya, "Pak saya takut hamil!" Kujawab enteng, jangan 
kuatir, kalau hamil tanggung jawab Bapak!". Mendengar hal ini barulah dia mau 
kubaringkan di atas tempat tidurku, sambil menutupi matanya dengan tangan. 
Kupuaskan mataku memandang kemolekan gadis desa ini, aku langsung menyerbu 
vaginanya yang ditutupi bulu yang cukup rimbun itu, kuciumi dan kugigit pelahan 
bukit cembung yang penuh bulu itu,




  Neneng merintih pelan, apalagi ketika tanganku mulai mengembara menyentuh 
puting susunya. Neneng hanya menggigit bibir sementara tangannya tetap menutupi 
wajahnya, mungkin dia masih malu. Ketika aku berhasil menemukan clitorisnya, 
aku langsung menjilatinya begitu juga dengan bibir vaginanya kujadikan sasaran 
jilatan. Mungkin karena merasa geli yang tak tertahankan, tangan Neneng 
mendorong pundakku agar aku tak meneruskan gerakanku itu, begitu juga dengan 
pahanya yang terus akan dirapatkan, tetapi semua ikhtiar Neneng tak berhasil 
karena tanganku menahan agar kedua pahanya itu tak merapat. Akibatnya Neneng 
hanya bisa menggerak gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan menahan geli. 
Tetapi lama-kelamaan justru aku yang jadi tak tahan dengan semua ini, 
kuhentikan jilatanku dan segera kutindih Neneng sambil mengarahkan penisku ke 
liang vaginanya.




  Melihat aku kesulitan memasukkan ujung penisku, Neneng dengan malu-malu 
menuntun penisku ke arah liangnya dan menepatkannya di ujung bibir vaginanya. 
Ketika itu dia berbisik, "Sudah pas pak". Aku langsung mendorong pantatku agar 
supaya penisku bisa masuk yang disambut juga oleh Neneng dengan sedikit 
mengangkat pahanya sehingga.., sleep.., bles.., penisku terbenam seluruhnya di 
liang vagina Neneng yang seret itu, belum sempat aku menggerakkan penisku, 
Neneng sudah mulai memutar mutar pantatnya sehingga ujung penisku rasanya 
seperti dilumat oleh liang vagina Neneng itu. Aku mendengus keenakan, bibirku 
mencari puting susu Neneng dan mulai mengulumnya. Sambil mendesah desah Neneng 
berkata, "Ayo pak, digoyang, biar sama sama nikmat nya!". Aku terkejut melihat 
keberanian Neneng menyuruh aku bekerja sama dalam permainan ini. Tetapi justru 
ini membuat aku makin terangsang, meskipun profesinya hanya pembantu, tetapi 
cara main Neneng benar benar memuaskan. Vaginanya tak henti henti meremas 
penisku membuat aku jadi ngilu, aku sudah paham bahwa orang desa secara naluri 
sudah mempunyai kemampuan seks yang hebat, jadi untuk aku kemampuan Neneng 
benar benar sulit dicari bandingannya.




  Ketika kurasakan air maniku hampir memancar, aku berbisik pada Neneng agar 
berhenti menggoyang pantatnya supaya aku dapat lebih merasakan kenikmatan ini. 
Tetapi Neneng justru makin cepat menggoyangkan pantatnya serta meremas-remas 
penisku sehingga tanpa dapat ditahan lagi air maniku memancar dengan derasnya 
memenuhi vagina Neneng. Saat itu juga Neneng mencengkeram punggungku keras 
keras dan kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan erat sekali, matanya 
terbeliak sambil mendesis. Rupanya aku dan Neneng mencapai puncaknya pada saat 
yang bersamaan. Setelah beberapa menit diam, kurasakan Neneng pelan pelan mulai 
meremas-remas punggungku sambil menempelkan pipinya ke pipiku. Dengan 
tersipu-sipu dia bercerita kalau dia senang bisa mendapat rejeki ditiduri 
olehku, karena sejak di desa dulu dia memang nafsunya besar, sehingga suaminya 
sampai kerepotan melayani nafsunya yang luar biasa itu. Sekarang ini dia 
benar-benar baru merasakan puas yang sebenarnya setelah main denganku.




  Aku terhanyut oleh caranya yang mesra itu, namun aku tak ingin main lagi saat 
itu karena aku tadinya benar-benar hanya mau pijat dan melemaskan ototku, kalau 
sampai harus seperti ini, semuanya hanya gara-gara ada vagina baru di rumah 
yang tentunya tak dapat aku biarkan. Setelah kuberi dia uang 200 ribu, kusuruh 
Neneng keluar, Neneng sangat terkejut melihat jumlah uang yang kuberikan, ia 
berkali-kali mengucapkan terima kasih dan keluar dari kamarku. Sekeluarnya 
Neneng, aku kembali berbaring telanjang bulat diatas ranjangku sambil 
memejamkan mata, badanku terasa enteng karena terlalu banyak seks.


































  

Kirim email ke