Ritual Pamer Payudara

 [image:
http://3.bp.blogspot.com/_LBiBm3RTkQQ/SOiz3fl7tZI/AAAAAAAABYA/nSujEaKfuMY/s400/ritual.jpg]<http://3.bp.blogspot.com/_LBiBm3RTkQQ/SOiz3fl7tZI/AAAAAAAABYA/nSujEaKfuMY/s1600/ritual.jpg>Umbul
Manding sumber air bersih yang ada di Desa Semanding, Keca. Pucanglaban,
Kab. Tulungagung, Jawa Tengah. Sejak dulu debit air di tempat ini memang
besar. Bahkan, saat kemarau panjang sekalipun, umbul ini tak pernah
kekurangan air.
Karena debit airnya yang relatif besar dan bersih, maka sumber air ini sejak
dulu dimanfaatkan warga Desa Semanding dan sekitarnya. Terutama untuk masak,
mandi, mencuci, bahkan untuk mengairi sawah. Maklum saja, Umbul Manding
memang berada di daerah pegunungan yang amat sulit air.
Yang dapat dikatakan unik, tempat yang biasanya digunakan untuk mandi sejak
dulu sengaja dibiarkan terbuka. Tidak ditutupi apa-apa. Padahal, yang mandi
disitu tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Mereka berbaur menjadi
satu untuk mandi bersama.
Adakah rasa kikuk atau malu pada diri mereka? Mungkin karena sudah menjadi
kebiasaan, maka tidak ada yang merasa malu jika dilihat orang, terutama
lawan jenis. Bahkan kalau kaum perempuan sedang mandi mereka sama sekali
tidak perlu merasa repot menyembunyikan payudaranya. Bahkan, ada kesan
payudara itu sengaja dipamerkan.

Bagi warga pendatang yang belum terbiasa, kalau mandi di Umbul terpaksa
menutupi payudaranya. Salah satunya seperti dialami Darsini, seorang guru SD
yang ditugaskan mengajar di daerah itu.

Bu Darsini mengaku pada awalnya sangat malu kalau mandi di umbul. Namun,
karena tidak ada sumber air di desa tempatnya mengabdi selain umbul itu, dia
terpaksa mandi disitu juga. Karena masih malu, pada awalnya kalau mandi
terpaksa dia memakai baju. Lama-lama karena sudah biasa bajunya dilepas,
begitu juga BH-nya. Akhirnya, kalau mandi telanjang dada.
“Tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena kebiasaan, sekarang kalau mandi saya
ikut dengan warga. Semuanya pamer payudara,” kata Bu Darsini sambil
tersenyum. Walau didekatnya ada Pak Guru dia tidak merasa malu lagi.
“Biarin, dari pada dilihat orang lain, lebih baik dilihat teman sendiri,”
selorohnya.
Karena ritual mandi telanjang dada ini, maka siapa saja yang kebetulan lewat
bisa melihat dengan jelas payudara wanita-wanita desa setempat.
[image: 
http://i31.tinypic.com/1zqv87p.jpg]<http://i31.tinypic.com/1zqv87p.jpg>Dilihat
dari dekat, masyarakat Desa Semanding memang tergolong masih kolot.
Contohnya, warga di sana masih percaya dengan berbagai kepercayaan kuno.
Umpamanya, perawan sebelum datang bulan yang pertama, giginya harus
dipungur. Alasannya, kalau sudah datang bulan payudaranya supaya cepat
besar. Kalau sudah begitu, perawan tersebut biar cepat laku.
Karena masih percaya dengan adat dan kepercayaan tersebut, jumlah wanita di
sana yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasar masih sangat tinggi.
Sebab walau masih SD kalau payudaranya sudah kelihatan besar langsung
ditikahkan. Umumnya orang tua disana merasa malu kalau punya anak perawan
yang payudaranya sudah kelihatan besar, tapi belum menikah.
Anehnya lagi, bagi yang sudah tidak perawan, pulang mandi dari umbul selalu
telanjang dada.
“Nanti kalau tidak telanjang dada malah dikira masih perawan. Padahal anak
saya sudah tiga,” kata Yu Sayem ketika minta keterangan oleh Misteri.
Kenapa tempat mandi di Umbul Manding dibiarkan terbuka? Dan, kenapa juga
kalau mandi kaum perempuan harus bertelanjang dada?
Rupanya hal ini berkaitan dengan sebuah legenda masyarakat Semanding. Mereka
percaya dengan kisah perawan desa yang bernama Srikunti.
Alkisah, beberapa puluh tahun silam, Srikunti ikut daftar jadi calon PNS.
Ternyata dia diterima. Bahkan kemudian bunga desa ini menjadi guru di SD
Semanding.
Walau Srikunti sudah menjadi guru namun dia tidak berubah. Terhadap siapa
saja dia tetap tidak membeda-bedakan. Sehingga banyak orang yang simpati
kepadanya. Salah satunya adalah mandor hutan yang bernama Basman. Cinta
Basman diterima Srikunti. Keduanya berjanji akan hidup bersama.
Akhirnya setelah menikah, Srikunti diboyong Basman ke rumah orang tuanya
yang juga ada di Desa Semanding. Mula-mula penganten ini hidup rukun.
Srikunti sendiri waktu itu sudah kerasan hidup di rumah mertuanya.
Tetapi yang namanya hidup berrumah tangga ada saja rintangannya. Suatu
ketika Srikunti mendengar kabar kalau suaminya suka mabuk-mabukkan. Walau
dia sudah mengingatkan, suaminya tetap saja tidak mau mendengar. Hampir
setiap hari Basman malah pulang sempoyongan karena mabuk.
Karena merasa kecewa, diam-diam Srikunti nekad pergi meninggalkan rumah.
Supaya tidak terlihat orang setelah Maghrib dia baru berangkat. Namun
setelah dia sampai di Umbul Munding malah berhenti. Lalu dia duduk di tepi
umbul. Angan-angannnya pergi entah kemana. Dia teringat orang tuannya dan
adik-adiknya. Hatinya susah.
Tidak terasa, sudah begitu lama Srikunti duduk melamun di tepi umbul.
Sewaktu dia akan meninggalkan umbul, tiba-tiba dari dalam air muncul seorang
puteri yang naik bulus raksasa. Sang putri menghampiri Srikunti.
“Kamu jangan mupus (putus asa) dan harus tetap tabah,” kata puteri itu. “Aku
datang mau menolong kamu. Sekarang pulanglah ke rumah orang tuamu. Sediakan
bunga tujuh warna. Besok bawa ke sini. Apa yang kamu minta bakal
kesampaian,” sambungnya.
Setelah berkata begitu, puteri cantik tadi hilang entah kemana. Yang
kelihatan di depan Srikunti tinggal bulus yang tadi dinaiki sang puteri.
Sementara itu, di rumah Basman bingung mencari isterinya. Sudah dicari
kemana-mana tapi tidak ada.
Waktu tengah malam, Basman mendengar kabar kalau ada seorang wanita pingsan
di dekat Umbul Munding. Dia cepat-cepat pergi kesana. Ternyata, wanita yang
pingsan di dekat umbul adalah isterinya.
Setelah sadar, Srikunti menceritakan apa yang dialaminya. Mendengar kisah
Srikunti, muncul kepercayaan dia sudah dibawa pergi siluman Bulus Putih.
Sementara, Basman berjanji tidak akan mabuk-mabukan lagi.
Srikunti menjalankan pesan putri gaib yang menemuinya. Dia menyediakan bunga
tujuh warna. Setelah itu, dibawa ke umbul dengan ditemani Basman, suaminya.
Keduanya menunggu datangnya sang puteri. Tetapi di tunggu sampai jauh malam
sang puteri tak kunjung datang.
“Apakah sang puteri menipu saya, sehingga dia tidak datang?” Gumam Srikunti.
Karena tidak ada tanda-tanda sang putri akan datang, Srikunti dan Basman
memutuskan meninggalkan umbul. Tetapi baru saja melangkah, tiba-tiba
terdengar ada suara yang memanggil mereka.
“Kalau kamu ingin harta banyak jangan tergesa-gesa!” Kata suara dari dalam
umbul.
“Kamu siapa?” Tanya Srikunti.
“Saya siluman Bulus Putih yang menunggu Umbul Manding.”
Srikunti dan Basman terdiam. Di hadapan mereka tampak sesosok putri cantik
jelita.
“Kalau kamu ingin kaya, jaga umbul ini supaya sumbernya tetap besar!” Kata
sang putri lagi.
“Bagaimana caranya?” Tanya Srikunti.
“Caranya gampang. Semua wanita yang di sini kalau mandi jangan ada yang
menutupi payudara. Sebab, kalau ada yang berani menutupi payudaranya,
siluman Bulus Putih akan marah.”
Setelah memberi pesan demikian, sang putri menghilang.
Entah bagaimana, cerita dari mulut ke mulut ini akhirnya dipercaya oleh
banyak orang. Terutama warga Desa Semanding dan sekitarnya.
Ya, karena masih banyak yang percaya, sampai sekarang masih banyak orang
yang ngalap berkah ke Umbul Manding. Apa lagi kalau malam Jum’at Legi,
banyak warga luar Desa Semanding yang datang. Mereka melakukan ritual pamer
payudara.
Pemandangan unik bisa saja kita saksikan. Selepas mandi dari Umbul Manding,
banyak yang pulang dengan telanjang dada. Payudaranya dibiarkan dilihat
orang.

Kirim email ke