boleh dipoto2 kg ya 2010/1/1 ar81fe mail <ar81fe.m...@gmail.com>
> > > Ritual Pamer Payudara > > [image: > http://3.bp.blogspot.com/_LBiBm3RTkQQ/SOiz3fl7tZI/AAAAAAAABYA/nSujEaKfuMY/s400/ritual.jpg]<http://3.bp.blogspot.com/_LBiBm3RTkQQ/SOiz3fl7tZI/AAAAAAAABYA/nSujEaKfuMY/s1600/ritual.jpg>Umbul > Manding sumber air bersih yang ada di Desa Semanding, Keca. Pucanglaban, > Kab. Tulungagung, Jawa Tengah. Sejak dulu debit air di tempat ini memang > besar. Bahkan, saat kemarau panjang sekalipun, umbul ini tak pernah > kekurangan air. > Karena debit airnya yang relatif besar dan bersih, maka sumber air ini > sejak dulu dimanfaatkan warga Desa Semanding dan sekitarnya. Terutama untuk > masak, mandi, mencuci, bahkan untuk mengairi sawah. Maklum saja, Umbul > Manding memang berada di daerah pegunungan yang amat sulit air. > Yang dapat dikatakan unik, tempat yang biasanya digunakan untuk mandi sejak > dulu sengaja dibiarkan terbuka. Tidak ditutupi apa-apa. Padahal, yang mandi > disitu tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Mereka berbaur menjadi > satu untuk mandi bersama. > Adakah rasa kikuk atau malu pada diri mereka? Mungkin karena sudah menjadi > kebiasaan, maka tidak ada yang merasa malu jika dilihat orang, terutama > lawan jenis. Bahkan kalau kaum perempuan sedang mandi mereka sama sekali > tidak perlu merasa repot menyembunyikan payudaranya. Bahkan, ada kesan > payudara itu sengaja dipamerkan. > > Bagi warga pendatang yang belum terbiasa, kalau mandi di Umbul terpaksa > menutupi payudaranya. Salah satunya seperti dialami Darsini, seorang guru SD > yang ditugaskan mengajar di daerah itu. > > Bu Darsini mengaku pada awalnya sangat malu kalau mandi di umbul. Namun, > karena tidak ada sumber air di desa tempatnya mengabdi selain umbul itu, dia > terpaksa mandi disitu juga. Karena masih malu, pada awalnya kalau mandi > terpaksa dia memakai baju. Lama-lama karena sudah biasa bajunya dilepas, > begitu juga BH-nya. Akhirnya, kalau mandi telanjang dada. > “Tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena kebiasaan, sekarang kalau mandi > saya ikut dengan warga. Semuanya pamer payudara,” kata Bu Darsini sambil > tersenyum. Walau didekatnya ada Pak Guru dia tidak merasa malu lagi. > “Biarin, dari pada dilihat orang lain, lebih baik dilihat teman sendiri,” > selorohnya. > Karena ritual mandi telanjang dada ini, maka siapa saja yang kebetulan > lewat bisa melihat dengan jelas payudara wanita-wanita desa setempat. > [image: > http://i31.tinypic.com/1zqv87p.jpg]<http://i31.tinypic.com/1zqv87p.jpg>Dilihat > dari dekat, masyarakat Desa Semanding memang tergolong masih kolot. > Contohnya, warga di sana masih percaya dengan berbagai kepercayaan kuno. > Umpamanya, perawan sebelum datang bulan yang pertama, giginya harus > dipungur. Alasannya, kalau sudah datang bulan payudaranya supaya cepat > besar. Kalau sudah begitu, perawan tersebut biar cepat laku. > Karena masih percaya dengan adat dan kepercayaan tersebut, jumlah wanita di > sana yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasar masih sangat tinggi. > Sebab walau masih SD kalau payudaranya sudah kelihatan besar langsung > ditikahkan. Umumnya orang tua disana merasa malu kalau punya anak perawan > yang payudaranya sudah kelihatan besar, tapi belum menikah. > Anehnya lagi, bagi yang sudah tidak perawan, pulang mandi dari umbul selalu > telanjang dada. > “Nanti kalau tidak telanjang dada malah dikira masih perawan. Padahal anak > saya sudah tiga,” kata Yu Sayem ketika minta keterangan oleh Misteri. > Kenapa tempat mandi di Umbul Manding dibiarkan terbuka? Dan, kenapa juga > kalau mandi kaum perempuan harus bertelanjang dada? > Rupanya hal ini berkaitan dengan sebuah legenda masyarakat Semanding. > Mereka percaya dengan kisah perawan desa yang bernama Srikunti. > Alkisah, beberapa puluh tahun silam, Srikunti ikut daftar jadi calon PNS. > Ternyata dia diterima. Bahkan kemudian bunga desa ini menjadi guru di SD > Semanding. > Walau Srikunti sudah menjadi guru namun dia tidak berubah. Terhadap siapa > saja dia tetap tidak membeda-bedakan. Sehingga banyak orang yang simpati > kepadanya. Salah satunya adalah mandor hutan yang bernama Basman. Cinta > Basman diterima Srikunti. Keduanya berjanji akan hidup bersama. > Akhirnya setelah menikah, Srikunti diboyong Basman ke rumah orang tuanya > yang juga ada di Desa Semanding. Mula-mula penganten ini hidup rukun. > Srikunti sendiri waktu itu sudah kerasan hidup di rumah mertuanya. > Tetapi yang namanya hidup berrumah tangga ada saja rintangannya. Suatu > ketika Srikunti mendengar kabar kalau suaminya suka mabuk-mabukkan. Walau > dia sudah mengingatkan, suaminya tetap saja tidak mau mendengar. Hampir > setiap hari Basman malah pulang sempoyongan karena mabuk. > Karena merasa kecewa, diam-diam Srikunti nekad pergi meninggalkan rumah. > Supaya tidak terlihat orang setelah Maghrib dia baru berangkat. Namun > setelah dia sampai di Umbul Munding malah berhenti. Lalu dia duduk di tepi > umbul. Angan-angannnya pergi entah kemana. Dia teringat orang tuannya dan > adik-adiknya. Hatinya susah. > Tidak terasa, sudah begitu lama Srikunti duduk melamun di tepi umbul. > Sewaktu dia akan meninggalkan umbul, tiba-tiba dari dalam air muncul seorang > puteri yang naik bulus raksasa. Sang putri menghampiri Srikunti. > “Kamu jangan mupus (putus asa) dan harus tetap tabah,” kata puteri itu. > “Aku datang mau menolong kamu. Sekarang pulanglah ke rumah orang tuamu. > Sediakan bunga tujuh warna. Besok bawa ke sini. Apa yang kamu minta bakal > kesampaian,” sambungnya. > Setelah berkata begitu, puteri cantik tadi hilang entah kemana. Yang > kelihatan di depan Srikunti tinggal bulus yang tadi dinaiki sang puteri. > Sementara itu, di rumah Basman bingung mencari isterinya. Sudah dicari > kemana-mana tapi tidak ada. > Waktu tengah malam, Basman mendengar kabar kalau ada seorang wanita pingsan > di dekat Umbul Munding. Dia cepat-cepat pergi kesana. Ternyata, wanita yang > pingsan di dekat umbul adalah isterinya. > Setelah sadar, Srikunti menceritakan apa yang dialaminya. Mendengar kisah > Srikunti, muncul kepercayaan dia sudah dibawa pergi siluman Bulus Putih. > Sementara, Basman berjanji tidak akan mabuk-mabukan lagi. > Srikunti menjalankan pesan putri gaib yang menemuinya. Dia menyediakan > bunga tujuh warna. Setelah itu, dibawa ke umbul dengan ditemani Basman, > suaminya. > Keduanya menunggu datangnya sang puteri. Tetapi di tunggu sampai jauh malam > sang puteri tak kunjung datang. > “Apakah sang puteri menipu saya, sehingga dia tidak datang?” Gumam > Srikunti. > Karena tidak ada tanda-tanda sang putri akan datang, Srikunti dan Basman > memutuskan meninggalkan umbul. Tetapi baru saja melangkah, tiba-tiba > terdengar ada suara yang memanggil mereka. > “Kalau kamu ingin harta banyak jangan tergesa-gesa!” Kata suara dari dalam > umbul. > “Kamu siapa?” Tanya Srikunti. > “Saya siluman Bulus Putih yang menunggu Umbul Manding.” > Srikunti dan Basman terdiam. Di hadapan mereka tampak sesosok putri cantik > jelita. > “Kalau kamu ingin kaya, jaga umbul ini supaya sumbernya tetap besar!” Kata > sang putri lagi. > “Bagaimana caranya?” Tanya Srikunti. > “Caranya gampang. Semua wanita yang di sini kalau mandi jangan ada yang > menutupi payudara. Sebab, kalau ada yang berani menutupi payudaranya, > siluman Bulus Putih akan marah.” > Setelah memberi pesan demikian, sang putri menghilang. > Entah bagaimana, cerita dari mulut ke mulut ini akhirnya dipercaya oleh > banyak orang. Terutama warga Desa Semanding dan sekitarnya. > Ya, karena masih banyak yang percaya, sampai sekarang masih banyak orang > yang ngalap berkah ke Umbul Manding. Apa lagi kalau malam Jum’at Legi, > banyak warga luar Desa Semanding yang datang. Mereka melakukan ritual pamer > payudara. > Pemandangan unik bisa saja kita saksikan. Selepas mandi dari Umbul Manding, > banyak yang pulang dengan telanjang dada. Payudaranya dibiarkan dilihat > orang. > >