Pertanyaan di Saat Krisis
Read More? http://indonesianlp society.org
Join the Community? idnlpsociety- subscribe@ yahoogroups. com
Khawatir. Demikian kata yang akrab dengar beriringan dengan merebaknya berita 
tentang krisis ekonomi global yang muncul beberapa waktu belakangan.Betapa 
tidak? Beberapa rekan sudah merasakan sendiri pemangkasan yang dilakukan oleh 
perusahaannya. Rekan yang lain bahkan sudah diberi paket hemat untuk dapat 
bekerja secara mandiri atau mencari perusahaan lain yang mampu mempekerjakan 
mereka.
Semua karena apa?
Krisis. Krisis. Krisis. Begitu kata orang. Harga naik karena krisis. Kredit 
macet meningkat karena krisis. Penjualan menurun karena krisis. Budget dipotong 
karena krisis. Saham anjlok karena krisis. Krisis. Krisis. Krisis. 
Saya pikir-pikir, malang betul ya nasib makhluk yang bernama krisis ini. Tapi 
omong-omong, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan krisis itu? 
Secara harfiah, krisis dapat diartikan sebagai sebuah titik balik, situasi yang 
tidak stabil, perubahan yang tiba-tiba, perubahan yang menekan, dsb. 
Menariknya, meskipun kata krisis merupakan kata benda, ia memiliki makna yang 
sama sekali bukan benda. Coba cermati beberapa definisi yang saya sebutkan 
tadi, bukankah Anda sepakat kalau kesemuanya menunjukkan adanya proses?
Nah, model kata benda seperti ini di dalam ilmu bahasa seringkali disebut 
dengan nominalisasi atau terjemahan bebasnya adalah pembendaan. Dengan kata 
lain, ia adalah sebuah proses yang panjang, yang untuk memudahkan proses 
komunikasi kemudian diberi label agar mudah untuk disebut. Contoh lain adalah 
kata pekerjaan, yang merupakan pembendaan dari proses bekerja.
Loh, kok jadi membahas bahasa?
Begini ceritanya. Karena dianggap sebagai benda, maka krisis dianggap sebagai 
sesuatu makhluk asing yang tidak menyenangkan yang datang secara tiba-tiba 
tanpa diundang. Pertanyaannya, benarkah krisis adalah makhluk yang demikian?
Sekilas, bisa jadi tampaknya demikian. La wong tadinya aman tentram, kok 
tiba-tiba harga naik, saham turun, investasi amblas, dst. Tapi, apa iya itu 
yang sebenarnya terjadi? 
Jika Anda pernah mengamati bagaimana krisis ekonomi global terjadi, maka Anda 
tentu sepakat dengan saya bahwa krisis ini hanyalah sebuah titik puncak dari 
serangkaian perjalanan sistem ekonomi kapitalis yang memang telah dianut oleh 
sebagian besar negara di dunia. Ia mirip dengan kanker, yang juga tidak datang 
secara mendadak, melainkan berproses sedikit demi sedikit hingga pada suatu 
ketika merenggut kesehatan penderitanya secara drastis.
Terus, apa gunanya kita memahami hal ini?
Sangat berguna. Sebab kata-kata yang dibendakan, akan menimbulkan efek stagnan 
dalam pikiran dan perasaan kita. Maka krisis seolah-olah akan menjadi sesuatu 
yang berat dan sulit diubah. Sisi lain, karena dianggap benda, maka kita pun 
berharap ia bisa pergi begitu saja, dibuang layaknya benda yang sudah usang. 
Atau, ya, setidak-tidaknya ada seorang super hero penyelamat yang akan membantu 
kita membuangnya. Nah, yang terakhir ini cukup banyak kita temukan di berbagai 
media, salah satunya terkait dengan terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika. 
"Obama terpilih, saham malah anjlok", "Obama terpilih, penjualan senjata 
meningkat", "Obama terpilih, harapan bagi pulihnya ekonomi dunia." 
Saya tidak tahu dengan Anda, hanya bagi saya, memandang krisis dengan cara 
seperti ini hanya akan memperlambat proses pemulihannya. Jika krisis datang 
secara bertahap, pelan tapi pasti, menggerogoti sedikit demi sedikit, maka ia 
pun akan pulih jika kita membenahi sumber masalahnya dengan cara pandang yang 
sama. Kita tentu tahu bahwa penyakit kanker seringkali justru bertambah parah 
justru karena ia langsung dibuang melalui operasi, bukan? 
Lalu, apa donk yang bisa kita lakukan?
Menggunakan analogi kanker tadi, pengobatan dan pencegahan kanker yang efektif 
harus dimulai dari perubahan mendasar gaya hidup dan pola pikir. Maka dalam 
konteks krisis ini, kita bisa memulai dari perubahan mendasar cara kita 
memaknai krisis. Setidaknya ada 2 pertanyaan ampuh yang bisa kita tanyakan 
untuk mengubah persepsi kita tentang krisis. Tanyakan pada diri Anda:
Apa yang menghalangi saya untuk bisa mengatasi keadaan ini dan sukses di masa 
mendatang?
Jawaban dari pertanyaan itu akan membukakan kita akan berbagai penghalang yang 
secara tidak sadar kita pegang terus-menerus. Nah, kalau sudah dibuka, ia bisa 
dibongkar dengan pertanyaan:
Sejak kapan saya memutuskan untuk memiliki penghalang tersebut?
Loh, kok memutuskan? 
Ya, sebab setiap hal yang kita miliki sebenarnya adalah hasil keputusan kita 
sendiri. Kita sakit, karena pernah ada masanya kita memutuskan—tanpa 
disadari—untuk memakan makanan yang tidak sehat dan malas berolahraga. Kita 
bangkrut, sebab pernah suatu ketika kita merasa puas dengan pencapaian kita, 
dan memutuskan untuk tidak mengantisipasi resiko di masa depan. 
Jika sudah tahu jawabannya, maka...
Ups! UUD 45 saja bisa diamandemen. PKS saja bisa kadaluarsa. SK saja bisa 
dicabut. Mengapa tidak kita cabut keputusan itu, dan menggantinya dengan 
keputusan yang lebih memberdayakan?
Ya, kecuali, Anda tetap ingin terus-menerus menjadi korban sih. (TYU)

-- 
Salam Street Smart NLP!

Teddi Prasetya Yuliawan
Indonesia NLP Society <http://indonesianlp society.org>
 


      
___________________________________________________________________________
Dapatkan nama yang Anda sukai!
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke