JAWA POS - [ Sabtu, 27 Desember 2008 ] 

http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=43098



(Sebagian) Catatan Pasar Modal Indonesia 2008

by : LEO HERLAMBANG* 


Analogi Siklus Panen dan Paceklik Tujuh Tahunan

 






PASAR modal tahun 2008 adalah tahun yang penuh kejadian yang luar biasa.
Luar biasa karena ada campuran "ketamakan dan ketakutan"nya. Semua pihak
yang berkecimpung di pasar modal, tentu merasakan keparahan krisis pasar
modal saat ini. Hampir semua orang capital market tidak menyangka,
contoh sebuah investment banking sebesar Lehman Brothers tutup usia.
Bank-bank, lembaga keuangan dan perusahaan besar minta di-bail-out
pemerintah USA, sesuatu yang tidak biasa di sistem pasar bebas, yang
lahir dari sistem kapitalisme. 

Sebagai pribadi-pun, selama 18 tahun berkarir di pasar modal, belum
pernah melihat krisis global separah ini, dalam arti penurunannya maupun
dampaknya. Meski penurunannya besar, namun untuk Indonesia diperkirakan
dampaknya tidak separah krisis 1997-1998. Setidaknya sampai akhir 2008
ini, karena tidak ada bank yang dilikuidasi, sehingga kepercayaan masih
ada.

Kejatuhan pasar modal Indonesia tahun 2008, secara umum mayoritas
disebabkan faktor eksternal. Sementara faktor internal sebenarnya secara
umum cukup kuat, namun karena interlink keuangan dunia, internal-pun
tidak mampu menghadapi. Sebagai catatan, akhir 2007, jumlah indirect
investment (biasa disebut hot money) yang berada di Indonesia, nilainya
hampir Rp 900 triliun yang tersebar di SUN (surat utang negara), saham
dan berbagai aset finansial yang lain. Jadi ketika di AS mengalami
goncangan finansial, dana-dana itu (sebagian atau mayoritas) kembali
mengalir ke AS. Jika 50 persen saja dana itu keluar dari pasar finansial
Indonesia tentu mampu merontokkan rupiah, saham, SUN, obligasi dan aset
finansial yang lain. Akibatnya likuiditas lokal ketat dan industri
keuangan dapat rontok. Bila tidak tertangani baik dapat merontokkan
sektor lain. Kondisi tersebut juga dialami bukan hanya Indonesia. 

Khusus di pasar saham, dari awal 2008 hingga tanggal 24 Desember 2008,
IHSG turun sekitar 51 persen dari 2745,85 menjadi 1336,61 (sempat di
1089,33), indeks LQ 45 turun sekitar 55 persen dari 599,82 menjadi
265,34, sementara indeks JII turun sekitar 56 persen dari 493,01 menjadi
215,97. JII turun terendah, setelah selama 2007 meningkat tajam akibat
kenaikan saham sektor komoditi hingga pertengahan 2008..

Komposisi sektor komoditas dalam perhitungan IHSG, LQ45 maupun JII, juga
menjadi salah satu pemicu terbesar penurunan indeks. Ini menunjukkan
bahwa indeks BEI, dalam perkembangan terakhir didominasi sektor
komoditas tambang dan perkebunan.

Kelompok usaha Bakrie menjadi yang paling fenomenal selama 2008, karena
sahamnya naik dan turun luar biasa, disamping aksi korporasinya yang
juga luar biasa, karena terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni kisaran
Rp 40 triliun. Saham BUMI, adalah satu-satunya saham yang mampu
menumbangkan rekor nilai kapitalisasi pasarnya saham TLKM, meski kini
sahamnya hanya sekitar 10 persen dari harga tertingginya di tahun 2008.
Enam saham kelompok usaha Bakrie juga menyumbang penurunan indeks,
karena pada saat indeks di kisaran 2800, kapitalisasi pasar saham
kelompok Bakrie sekitar 10 persen dari total kapitalisasi pasar. Jadi
bisa dibayangkan kalau sekarang harga saham kelompok Bakrie nilainya
tinggal 10 persennya.

Beberapa indikasi yang berpotensi menjadi masalah kedepan kalau tidak
cepat diatur ketat atau diselesaikan, maupun yang sudah menjadi kasus
selama 2008 di antaranya sebagai berikut. Indikasi short selling di
bursa, yang sempat ramai, akhirnya dinyatakan oleh otoritas tidak
terbukti. Penyebar rumor akan jatuhnya bank-bank ditangkap. Indikasi
kasus Bank Century, Antaboga dan Signature yang masih belum selesai.
Indikasi analis (perusahaan efek asing) yang membuat berita sensasional,
yang dapat mengguncang pasar, akhirnya juga belum ada solusi.

Indikasi model pemasaran yang tidak sesuai aturan, yang dilakukan
perusahaan sekuritas baik sendiri maupun yang bekerjasama dengan bank,
nampaknya juga belum diketati. Indikasi terkonsentrasi pengelolaan dana
di perusahaan-perusahaan efek tertentu, juga dapat berbahaya dalam
jangka panjang, ingat kasus Lehman Brothers, perusahaan besar kolaps
pengaruhnya akan besar, tetapi kalau kecil-kecil yang kolaps tidak
banyak berpengaruh. Indikasi gagalnya transaksi margin dan repo, akan
membuat beberapa sekuritas mengalami kerugian besar, yang akan terlihat
pada laporan perusahaan akhir 2008. Yang jelas, otoritas harus lebih
jeli mengawasi yang kemungkinan terjadinya fraud, dan berani menindak
sebelum terjadi fraud, bukan hanya membuat aturan agar semua pelaku
sesuai aturan, tetapi kurang mampu mendeteksi fraud.

Apapun yang telah dan akan terjadi, kita dapat belajar dari krisis
sebelumnya. Indikasi lamanya krisis dapat dilihat catatan sejarahnya di
pasar modal dengan membandingkan jatuhnya IHSG BEI saat ini - yang turun
dari tertinggi 2.838,47 ke saat1300-an bahkan sempat di 1089,33, atau
turun lebih dari 50 persen dalam kurun waktu kurang dari satu tahun -
dengan kondisi krisis di tahun 1990-1991 dan 1997-1998:

- tahun 1990, tertinggi 681.94 dan tahun 1991, terendah 224.71 (turun
67%)

- tertinggi tahun 1990, baru dilampaui pada tahun 1997 (7 tahun sejak
1990)

- tahun 1997, tertinggi 742.95 dan tahun 1998, terendah 255.46 (turun
65.6%)

- tertinggi tahun 1997, baru dilampaui pada tahun 2004 (7 tahun sejak
1997)

Karena cukup lama, semoga catatan itu benar.

Hal di atas bila dihubungkan dengan Injil di kitab Kejadian yang
menceritakan adanya 7 masa paceklik maupun 7 masa panen, maupun dengan
Al Qur'an surat Yusuf ayat 47-49 yang menyatakan bahwa, Yusuf berkata:"
Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana bisa; maka apa
yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan". Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat
sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun
sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian
setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan
cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur."

Kalau mendasarkan pada sejarah IHSG dan spirit menganalogikankan dengan
Injil maupun Al Qur'an di atas, yang kebetulan siklusnya tujuh tahun,
maka posisi terendah IHSG akan terjadi di 2008/2009 dan baru akan
mencapai angka diatas 2.800 pada 20014/2015 atau 7 tahun setelah krisis
2008/2009. Jadi sekarang waktunya investasi untuk 7 tahun ke depan.

Tentu banyak pihak -khususnya yang rugi banyak dari pasar modal-
mengharapkan ini tidak terjadi lama dan recovery akan cepat terjadi.
Tentu suatu bangsa akan dapat cepat merubah masa paceklik ini menjadi
cepat berakhir, asal kerja keras, bahkan meminjam istilah Pak Dahlan
Iskan " Inilah saatnya kita menyalip di tikungan". Menyalip negara lain
yang hidup dengan napas bantuan. Modalnya Indonesia adalah Nasionalisme
riil, bukan slogan saja. Ini masalah kepercayaan. Nah, kalau Anda
mempercayai, inilah saatnya memberi nafas riil dengan berinventasi di
negeri sendiri, membangun negeri sendiri. Menghindari PHK dan atau
menciptakan lapangan kerja baru. Dan tahun 2008 adalah pelajaran
berharga bahwa keserakahan luar biasa telah membuahkan ketakutan luar
biasa pula. 

Bagaimana 2009 dan seterusnya? Beberapa pendapat yang dapat dijadikan
acuan. Desember 2008, Soros menyatakan bahwa "The Theory of Market
Equilibrium is Wrong". Karena equilibrium bisa digoreng? Kalau bisa dan
menjadi sumber penyebab, maka terjadi kapitalisme predatorik. Kalau ini
diyakini yang menjadi sumber malapetaka ekonomi global maka kapitalisme
predatorik mungkin akan berubah wajahnya menjadi conscious capitalism
seperti yang diramalkan, atau bahkan muncul suatu sistem/tatanan ekonomi
baru, mengimbangi atau bahkan menggantikan sistem kapitalis predatorik,
yaitu konsep syariah, yang kini mulai berkembang cukup pesat baik di
Barat maupun Timur. Pendapat Soros mirip pendapat Liem Siok Lan, bahwa
China berhasil karena China yang menganut paham berbeda, tidak berdasar
"supply and demand". China tetap memproduksi walau tidak ada permintaan.
Alasanya adalah stabilitas keamanan sehingga tidak ada penduduk China
yang menganggur, semua bekerja, memproduksi apa saja, mulai dari peniti
sampai komponen pesawat terbang. Manajemen 1 miliar penduduk yang
ternyata membawa China kepada kekuatan ketiga di era kini. Bahkan
Krugman, si peraih Nobel ekonomi-pun, berkhayal adanya "Life Without
Bubbles", tidak ada lagi volatilitas harga supply and demand yang semu.
Indonesia harus belajar mempraktekkan yang ekonomi benar. Semua kehendak
Tuhan dan bila Tuhan berkehendak maka akan terjadi. Selamat
berinvestasi.

*) Ekonom Universitas Airlangga dan Dewan Pendiri INSEF (Institute of
Strategic Economics and Finance)


Kirim email ke