http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=44322
JAWA POS - [ Sabtu, 03 Januari 2009 ] Ekonom AS Bicara soal Prospek Perekonomian Indonesia di Tengah Resesi Dunia Ketergantungan Ekspor dan Investasi Asing, Paling Tahan Guncangan Indonesia boleh tetap optimistis tahun ini. Meski terjadi resesi ekonomi global, prospek perekonomian Indonesia dinilai masih yang terbaik di kawasan Asia Tenggara. Paling tidak, begitulah pandangan Profesor David O. Dapice, ekonom Tufts University, AS. ----- Bukan tanpa alasan Profesor Dapice melontarkan pandangannya bernada cukup optimistis. Itulah yang disampaikannya saat executive briefing yang bertajuk ASEAN and The Global Recession di Jakarta, Selasa (30/12). Menurut dia, perekonomian ASEAN terbagi dalam tiga kelompok. Lapis pertama diisi Singapura, yang berbasis perdagangan. Kedua, negara-negara dengan skala perekonomian kecil seperti Brunei, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Kelompok ketiga adalah negara-negara yang sedang tumbuh (emerging markets). Di dalamnya, terdapat Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Negara-negara pada kelompok ketiga inilah yang punya prospek jangka panjang untuk tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru. Sayangnya, gejolak ekonomi menghantam keras negara-negara tersebut, termasuk Indonesia. Menurut Dapice, anjloknya harga komoditas, merosotnya ekspor manufaktur, turunnya pemasukan sektor pariwisata, dan susutnya arus modal masuk (capital inflow) jadi faktor negatif bagi pertumbuhan ekonomi. ''Itu ancaman serius,'' ujarnya. Untuk beberapa negara, tutur Dapice, kontribusi ekspor mencapai 70 persen atau lebih atas produk domestik bruto (PDB), terutama Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Rasio ekspor Filipina terhadap PDB mencapai 50 persen dan Indonesia hanya 35 persen. ''Dalam kondisi ini, rendahnya rasio ekspor justru menguntungkan. Exposure ekspor atas perekonomian menjadi berkurang,'' katanya. Dia menyebut turunnya ekspor manufaktur akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor itu. Eksposur ini sangat dirasakan Thailand, Filipina, dan Malaysia. Ekspor manufaktur ketiga negara itu mencapai lebih dari 75 persen. Sedangkan ekspor manufaktur Indonesia dan Vietnam sekitar 50 persen. ''Karena faktor ini, Indonesia masih menjadi yang paling tahan guncangan,'' terangnya. Pemasukan dari sektor turisme di lima emerging markets ASEAN, lanjut Dapice, rata-rata 5-7 persen dari nilai ekspor. Kecuali, Thailand 10 persen. Tahun depan industri pariwisata diprediksi melambat hingga 15-20 persen. Di sektor itu, Thailand diramal bakal paling terguncang. Apalagi, iklim politiknya kurang stabil. Di antara semua faktor di atas, arus modal masuk agaknya menjadi kunci yang akan menentukan wajah ekonomi lima emerging markets ke depan. ''The joker in the deck is capital flows,'' ujar Dapice. Beberapa tahun terakhir, dia menuturkan, investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) dan portofolio kapital sangat membantu pertumbuhan negara-negara ASEAN. Tapi, saat krisis seperti kini, arus FDI jelas akan melambat. Hal ini berimbas ke negara-negara ASEAN. ''Tapi, sekali lagi, Indonesia paling ringan terkena dampaknya,'' kata Dapice. Dia beralasan, persentase investasi asing terhadap PDB Indonesia paling kecil, yakni hanya sekitar 7 persen. Vietnam mendekati 10 persen, Thailand 12 persen, serta Malaysia dan Filipina di atas 15 persen. Yang menjadi parameter lain adalah pasar modal. Di tengah gejolak finansial, makin besar persentase kapitalisasi pasar modal di suatu negara atas PDB, kian besar pula imbas keruntuhan pasar modal pada perekonomian negara tersebut. Dengan parameter ini, kata Dapice, Indonesia lebih beruntung. Persentase kapitalisasi pasar modal Indonesia dan Vietnam di bawah 30 persen, Filipina 40 persen, Thailand 70 persen. Bahkan, Malaysia 130 persen. ''Saat pasar modal anjlok, banyak investor di Indonesia kehilangan uang. Tapi, di Thailand dan Malaysia jumlahnya lebih banyak lagi,'' paparnya. Di akhir paparannya, Dapice menyatakan secara umum ASEAN masih berpotensi untuk terus tumbuh. Parameternya, kondisi makro ekonomi ASEAN jauh lebih baik ketimbang saat krisis moneter pada 1997. Sektor perbankan yang menunjang perekonomian juga cukup kuat. Kecuali, Vietnam yang inflasi dan kredit macetnya (NPL) tinggi. ASEAN juga memiliki potensi sumber daya alam sangat besar serta populasi 500 juta. Dua faktor itu bisa membawa ASEAN menjadi salah satu kawasan utama perdagangan dunia. Dengan modal tersebut, Dapice memproyeksikan perekonomian ASEAN bisa tumbuh 4-6 persen dalam beberapa tahun ke depan, dan bakal melonjak dalam 15 tahun mendatang. ''Overall, ASEAN is not a bad place,'' ujar Dapice. Di antara beberapa negara ASEAN, perekonomian Indonesia dan Vietnam punya prospek untuk tumbuh paling signifikan. ''Tapi, ketimbang Vietnam, saya lebih optimistis pada prospek ekonomi Indonesia,'' pungkasnya. (Ahmad Baidhowi/dwi)