CPRO minta dukungan nich.......
Apa sich ruginya bagi investor publik? Kan minoritas ini.............


Thanks & Rgds,
Ferry W.

http://budidaya-jamur-tiram.blogspot.com/
  ----- Original Message ----- 
  From: Hendri Cendra Arcan 
  To: obrolan-bandar 
  Sent: Friday, March 27, 2009 2:28 AM
  Subject: [ob] Asing Dikabarkan akan Hostile Takeover 21 Emiten


  
http://www.detikfinance.com/read/2009/03/27/161517/1106013/6/asing-dikabarkan-akan-hostile-takeover-21-emiten

  Jumat, 27/03/2009 16:15 WIB
  Asing Dikabarkan akan Hostile Takeover 21 Emiten
  Indro Bagus SU - detikFinance

  Jakarta - Kondisi pasar modal yang sedang menurun, termasuk di
  Indonesia, disinyalir bakal dimanfaatkan oleh sejumlah investor asing
  untuk mengambil alih secara paksa (hostile takeover) sejumlah emiten.

  "Ada sekitar 21 emiten yang sedang diincar oleh para investor asing
  ini untuk di hostile takeover, termasuk perusahaan kami," ujar
  Direktur Corporate Communication PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO)
  Rizal I Shahab di Menara BCA, Jakarta, Jumat (27/3/2009).

  Sayangnya, ia tidak dapat menyebutkan nama-nama emiten tersebut.

  Rizal menjelaskan, dalam kondisi pasar modal Indonesia sedang terpuruk
  dimana harga-harga saham perusahaan anjlok tajam, ditambah proyeksi
  pertumbuhan ekonomi yang tidak pasti, akan menyebabkan banyak
  perusahaan-perusahaan yang sudah go public terguncang.

  "Terutama dari segi keuangan, kebutuhan pendanaan. Di luar,
  investor-investor asing yang masih selamat sedang mencari-cari
  perusahaan-perusahaan untuk diambil alih, karena mereka habis rugi
  besar. Kabar yang saya dapat ada sekitar 21 emiten yang sedang diincar
  oleh para investor asing tersebut," jelas Rizal.

  Rizal mengungkapkan, perusahaan tempat ia bekerja, CPRO, termasuk
  dalam daftar perusahaan yang sedang diincar. Menurutnya, rencana
  hostile takeover tersebut difasilitasi oleh Lin Che Wei melalui
  lembaganya PT Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI).

  Hostile takeover merupakan suatu cara mengambil alih suatu perusahaan
  dengan melakukan penggebukan terhadap harga saham perusahaan tersebut
  dan menjegal kebutuhan pendanaan perusahaan tersebut.

  Kadang-kadang, cara ini dilakukan beriringan dengan pembelian saham
  perusahaan tersebut di pasar sekunder dengan menggunakan
  nominee-nominee (rekening efek) bayangan, di saat harga sahamnya
  sedang ambruk. Biasanya, ketika mayoritas saham perusahaan tersebut
  sudah dikuasai, pelaku hostile takeover akan menempatkan orang-orangya
  dalam perusahaan.

  Namun terkadang pelaku hostile takeover tidak menempatkan orang dalam
  perusahaan, melainkan hanya mengharapkan penerimaan dividen semata.

  Untuk kasus CPRO, Wei dikabarkan sengaja menjegal aksi rights issue
  perseroan guna memaksa keluarga Jiaravanon, menyerahkan saham CPRO
  yang menjadi jaminan obligasi Red Dragon (lini bisnis Jiaravanon yang
  memiliki saham di CPRO) kepada para pemegang obligasi.

  Red Dragon dan beberapa perusahaan terafiliasinya telah menerbitkan
  obligasi senilai US$ 200 juta kepada 9 investor asing. Obligasi
  berkupon 2% ini berjaminan 70% saham CPRO.

  Pada Oktober 2008, wali amanat penerbitan obligasi Red Dragon
  menyatakan produk ini default lantaran anjloknya harga saham CPRO
  (yang menjadi jaminan) hingga melampaui batas collateral 2,5 kali dan
  Red Dragon tidak dapat melakukan top up lantaran sudah tidak punya
  saham CPRO untuk dijadikan jaminan tambahan.

  "Sebenarnya kan tidak harus top up saham CPRO. Kan bisa top up
  saham-saham perusahaan mereka yang lainnya," ujar Wei.

  Menurut kabar yang diterima detikFinance, para pemegang obligasi Red
  Dragon melalui Wei sengaja menekan keluarga Jiaravanon agar memberikan
  top up saham dari perusahaan-perusahaan milik keluarga Jiaravanon yang
  lainnya. Keluarga Jiaravanon juga merupakan pemilik mayoritas saham PT
  BISI International Tbk (BISI) dan PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN).

  Namun ketika dikonfirmasi, Wei enggan berkomentar lebih jauh soal
  kabar tersebut.

  "Kita tidak tahu apa keinginan para pemegang obligasi. Intinya para
  pemegang obligasi menginginkan agar investasi mereka aman" ujar Wei.

  Sementara mengenai adanya rencana sejumlah investor asing yang
  berencana melancarkan aksi hostile takeover atas 21 emiten di
  Indonesia, Wei membantah kabar tersebut.

  "Tidak benar," ujarnya dalam surat elektronik ke detikFinance.

  (dro/ir)

  

Kirim email ke